Lentera Untuk Kita (1): Auditorium Gelap







 


 Oleh


Sebelum mulai membaca catatan ini, sejenak kita flashback jauh ke belakang hari. Ketika kita dilahirkan, kemudian mulai berusaha untuk mengenal sekitar kita, siapa saja yang ada di sekeliling kita, lalu dengan makin bertambahnya usia lambat laun lingkaran pengetahuan kita akan semakin melebar, pengalaman semakin bertambah. Terlebih jika kita sudah mulai melangkahkan kaki kecil kita keluar rumah dan saat memasuki usia sekolah. Banyak petualangan seru yang mendebarkan yang kita alami dan kita rasakan.

Hal ini semisal seseorang yang masuk sebuah aula yang besar dan tak sebegitu terang penyinarannya. Dalam keremangan dia melihat aula tersebut penuh dengan benda yang berserakan, gantungan yang centang perenang, banyak kotak-kotak besar yang tertutup, serta banyak peralatan yang membingungkan dan belum pernah dia kenal. Tentu saja orang itu masih kosong pikirannya, masih belum ada informasi apapun soal segala macam benda yang dia lihat dalam ruangan itu.

Sebuah ilustrasi yang diberitahukan kitab kehidupan, Al-Qur'an, dalam Surat An-Nahl, ayat 78, bahwa Allah mengeluarkan kita semua dari perut ibunda-ibunda kita tanpa kita mengerti akan apapun, kita dilahirkan dalam keadaan tidak tahu apa-apa.

(Wallahu akhrojakum min buthuni ummahitkum laa ta'lamun syai-a)

Tentu saja pasti akan timbul dalam benak orang yang masuk aula besar dan agak gelap tadi, banyak macam pertanyaan yang tidak langsung ada jawabannya. Tetapi jawaban atas pertanyaan yang berputar di benak orang tadi perihal segala benda yang ada di aula tadi akan menemukan jawabannya sedikit demi sedikit saat dia mulai menyentuh berbagai macam benda itu, membuka kotak yang tertutup, dan mencoba mengoperasikan sebagian peralatan di situ. Serta tentu saja tinggal dalam waktu yang agak lama di aula tadi.

Begitupula kita dalam kehidupan sehari-sehari, semakin banyak kita bergesekan dengan orang lain, berinteraksi dengan siapapun, maka kita akan semakin banyak tahu tentang apa yang terjadi di sekitar kita.

Namun seperti halnya orang di aula tadi, kita pasti akan merasakan hal yang sama, bahwa semakin lama kita hidup di dunia ini, maka kita semakin menyadari bahwa masih banyak hal di dunia ini yang belum kita ketahui. Begitulah kita dalam kehidupan sehari-sehari saat berusaha menemukan jatidiri kita, membaca kepribadian orang lain, sebagaimana kita berusaha memahami semesta, memahami apa keharusan kita, dan apa tantangan yang harus kita hadapi.

Saat yang sama kita juga harus sadar, bahwa kita akan keluar dari dunia ini dalam keadaan masih banyak pertanyaan membingungkan yang belum bisa kita temukan jawabannya. Tertulis abadi dalam Al-Qur'an juga bahwa kita tidak diberi pengetahuan, kecuali sedikit. Al-Isro' 85

(Wa maa utitum minal ilmi ... illa qolila)

Lantas pelajaran moral apa yang bisa kita ambil dari catatan di atas?

1. Pada dasarnya manusia itu tidak tahu apa-apa, kecuali kalau dia mau belajar.

2. Berhubung kita ini tidak tahu apa-apa, maka sudah menjadi keharusan bagi kita untuk rendah hati, tawadhu', low profile. Dan sangat bagus sekali jika kerendahhatian kita seukuran ketidaktahuan kita. (Bahasa kasarnya, jadi orang itu jangan sok tahu :D)

3. Kedudukan sosial kita adalah seukuran apa yang kita ketahui, dan seukuran profesionalisme kita dalam hal yang kita ketahui itu. Semakin kita tahu, semakin kita profesional dalam bidang yang kita kuasai, maka akan semakin naik kedudukan sosial kita dan tentu saja semakin mudah kita mencapai target yang kita inginkan.

4. Berhubung kita tidak mengetahui segala sesuatu, tidak selalu sepenuhnya paham akan apa yang kita lihat, maka kita jangan langsung memberikan penilaian, menjudge terhadap apapun yang terjadi di hadapan kita, sampai kejadian tersebut benar-benar selesai dan segalanya jelas bagi kita.

5. Di sana masih banyak hal yang pengetahuan kita tentangnya hanya sekedarnya saja, parsial, dan masih dangkal. Baru paham kulitnya saja. Dan kita membutuhkan pendalaman untuk mengetahui isinya lebih banyak. Hal seperti ini hanya bisa kita gapai jika kita mempunyai tata cara berpikir yang terbuka (Aql Maftiuh, open minded) serta jiwa yang selalu haus untuk ingin tahu.

Akhir catatan, aku kutipkan sebaris kalimat dari Novel "Padang Bulan" tulisan Andrea Hirata, (Hal 197), "... bahwa belajar tidaklah melulu untuk mengejar dan membuktikan sesuatu, namun belajar itu sendiri adalah perayaan dan penghargaan pada diri sendiri..."

Moga manfaat dan barokah
Share on Google Plus

About shfm

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment