الحديث اسَابِع والعشرون
فِى أَنَّ الدُّعَاءَ سِلَاحُ الْمُؤْمِنِ
عَنْ عَلِّي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَلَ قَلَ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ﴿الدُّعَاءُ سِلَاحُ الْمُؤْمِنِ وَعِمَادُ الدِّيْنِ وَنُوْرُ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ﴾
Dari Ali
beliau berkata : Rosululloh ﷺ bersabda : ﴾Do’a adalah senjata orang
yang beriman, pilar agama, dan cahaya langit dan bumu﴿
"ادْعُوْ نِى اَسْتَجِبْ لَكُمْ" firman Alloh yang berartikan : “Berdo’alah kepadaku maka akan
Kukabulkan do’amu”. Dalam potongan ayat tersebut terdapat makna syarat dan
jawab. Berdo’a sebagai syarat dan dikabulkan sebagai jawab. Menunjukkan bahwa
ada janji Alloh pada ayat ini dan sebagai sesuatu yang diperintahkan. “Jangan
takut kalau tidak Alloh terima, karena butuhnya manusia itu kepada siapa kalau
bukan kepada Alloh”. Sangat berbeda dengan orang atheis. Bagaimana mereka bisa
berdo’a kepada Tuhan dengan segala macam impian mereka, sedangkan percaya
adanya Tuhan saja mereka tidak”.
لو لا دعاؤكم Alloh memberikan perhatian
kepada manusia karena :
1.
دعاؤكم Do’anya
2.
ايمانكم Keimananya
3.
عباد تكم Ibadahnya
Dalam QS.Al-Baqoroh :
187, lafadz "يستجبيوانى...." memberikan
makna “Memenuhi perintah-Nya….”
Mengartikan bahwa aturan itu harus diperhatikan. Begitupun dengan aturan
berdo’a, harus memperhatikan kewajibannya, syarat-syaratnya, dan adabnya.
Berdo’a sama dengan
meminta dan harus diperhatikan kalau sedang meminta. Gambarannya seperti
meminta kepada orang lain, dengan mengangkat tangan. Do’a dan lafadznya
terdapat dalam Al-Qur’an dan Rosululloh ﷺ adalah wahyu. Do’a sudah menjadi masalah sambunganya dengan
Alloh. Padahal kita tidak bero’a apapun sudah dicukupi oleh Alloh. Apalagi
ditambahi dengan berdo’a yang sungguh-sungguh dan penuh meminta. Ukuran do’anya
sendiri harus ukuran do’a yang Alloh senang. Jika Alloh tidak senang dengan
ukuran do’a itu, maka do’a itu disebut do’a yang lemah dan mungkin saja Alloh
tidak mengabulkan. Contoh jika ada do’a yang sangat memaksa dan do’a yang
diucapkan untuk memutus hubungan silaturrohim.
![]() |
https://orirabowo.wordpress.com |
Do’a sebagai senjata.
Senjata, mengambarkan seorang itu berdo’a pasti ada Haal (keadaan). Ibaratkan
senjata karena kapan saja senjata itu harus di persiapkan, seperti seorang yang
sedang menghadapi musuhnya, maka senjatalah yang ia butuhkan untuk menghadapi
musuhnya tersebut. Do’a harus terus mengiringi manusia, tapi tidak lupa untuk
tetap dibarengi dengan berusaha. “Gerak itu sama dengan berusaha dan berdo’a”.
dalam berdo’a harus punya reaksi yang keras dengan semangat meminta agar
permasalahannya diselesaikan oleh Alloh. Kalau saja kita bisa mengartikan yang
dalam tetang makna do’a. maka kita tidak hanya mengerti kalau “Do’a itu
ibadah….”
Do’a juga sebagai
pilarnya agama, mengantarkan kita untuk mengenal Alloh. “Jadikan do’a itu
sebagai sandaran (cagak)” karena orang yang punya sandaran itu enak, tidak ada
kamus stress dalam dirinya.
Tembusan do’a…..






Bumi
Berdo’a harus benar-benar
manampakkan rasa butuhnya kepada Alloh, butuh fokus meminta kepada Alloh, dan
menunjukkan ketundukkannya kepada Alloh. Percuma jika do’a itu fokus tapi tidak
ada semangat, maka do’a itu disebut do’a yang lemah. Do’a yang lemah
menunjukkan bahwa do’a itu tidak layak, bagaimana bisa tembus..?
Do’a juga adalah sebuah
hal yang mentaufikan Alloh, berpasrah hanya kepada Alloh, dan bersandar hanya
kepada Alloh. Do’a adalah sebuah kebutuhan, do’a juga salah satu dari ibadah,
dan alangkah baiknya kalau ibadah juga dijadikan menjadi sebuah kebutuhan.
Karena do’a adalah barometer ibadah, ada nilai ketundukkan, rendah diri, hanya
butuh kepada Alloh dan melepaskan segala kemampuan hanya kepada Alloh.
Jika ada seorang itu makanannya haram,
minumannya haram, maka tidak dikabulkan do’anya. Tidak hanya makanan dan
minumannya saja yang haram, tapi karena kesehariannya tidak memperhatikan apa saja yang dimakan. Sama
dengan orang yang kesehariannya mendzolimi orang lain juga orang yang
pekerjaanya selalu diitari dengan dosa, lupa dengan Alloh, hidup hanya untuk
main-main. Padahal do’a itu harus bersih, karena itu salah satu dari kekuatan
di dalam do’a itu sendiri.
Alloh memiliki hak untuk
mengijabahi do’a. Jika do’a itu kuat,
maka diibaratkan orang membawa pedang yang kuat, tangannya yang kuat, tidak ada
penghalang sehingga ia bisa mengalahkan musuh-musuhnya.
Ada perlunya juga
mengulang-ulang dalam berdo’a, karena itu sudah menjadi nilai tersendiri jika
ada do’a yang itu tidak ada batasan kalau ini adalah sebuah kebutuhan kita
kepada Alloh. Orang yang terlibat dengan dosa dan maksiat, bagaimana ia bisa
kuat berdo’a sedangkan ia tidak ada sambung dengan Alloh. Ukuran do’a adalah
kapan do’a itu tidak bercampur oleh hal yang malah menjauhkan diri dengan
Alloh.
Catatan Taklim Oleh
Fathiyah Insani Ummu
Alifah
Kitab : Jalaul Afkar
Ma’had Nurul Haromain Lin
Nisa’
Blogger Comment
Facebook Comment