Ketenangan itu Ada Disana
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah." (QS. Al-Balad: 4)
Sayyid Muhammad bin Alway Al-Maliki ketika berkunjung di pesantren salah satu muridnya di Indonesia. Ketika beliau berkeliling seputar pesantren itu, beliau mendapati salah satu ruang bertuliskan “Ruang Istirahat”, kemudian beliau bertanya, “Apa itu Ruang Istirahat?” “Tidak ada istirahat di dunia ini, istirahat nanti di surga.”
Sewaktu kami baru pindah rumah, kami mengundang guru kami, KH. M. Ihya’ Ulumiddin untuk bancakan pindahan rumah. Kami bertanya kepada beliau hari pelaksanaannya. “Hari Selasa minggu depan apakah Abi (panggilan yang biasa kami pakai kepada beliau) bisa hadir diacara bancakan pindahan rumah kami?” Beliau menjawab, “Insya Alloh, tapi malam sekitar jam 10 karena pagi dan sorenya ada acara di Bululawang.” Lantas kami bertanya lagi, “Apakah Abi tidak istirahat dulu sebelum malamnya hadir di rumah kami?” “Tidak ada istirahat. Istirahat nanti di surga.” jawab beliau.
Ahmad bin Hanbal pernah ditanya, “Kapan ketenangan itu?” Jawab beliau, “Jika kamu menginjakkan kakimu di surga, maka kamu akan merasakan ketenangan.” Tidak ada waktu istirahat sebelum di surga. Yang ada di dunia ini hanyalah gangguan kebisingan, fitnah, peristiwa-peristiwa memilukan dan mengerikan, musibah, dan bencana, seperti sakit, kesedihan, kegundahan, kedukaan, dan putus asa.
"Dunia diciptakan penuh dengan ujian
dan kau menginginkannya bersih dari musibah dan ujian."
Diceritakan kepada kami. Ada seorang teman yang pernah belajar di Nigeria mengabarkan kepada kami bahwa ibunya selalu membangunkannya pada sepertiga akhir malam. Katanya, “Wahai ibu, saya ingin ketenangan sebentar.” Jawab ibunya, “Saya membangunkanmu kecuali agar engkau bisa tenang. Wahai anakku, jika engkau masuk surga, maka tenanglah engkau disana.”
Orang-orang yang memburu ketenangan dengan meninggalkan yang wajib, sesungguhnya mempercepat azab dalam arti sebenarnya. Ketenangan itu justru ada dalam pelaksanaan amal kebaikan dan manfaat yang menyeluruh, dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk mendekatkan diri kepada Alloh.
Orang-orang kafir menginginkan kehidupannya dan ketenangannya hanya di dunia. Oleh sebab itu mereka berkata: “Ya Rabb kami, cepatkanlah untuk kami azab yang diperuntukkan bagi kami sebelum hari berhisab.” (QS. Shad: 16). Menurut sejumlah ahli tafsir, maksud ayat ini adalah, percepat bagian kebaikan dan bagian rezeki kami sebelum datangnya hari kiamat.
“Sesungguhnya mereka (orang-orang kafir) menyukai kehidupan dunia.” (QS. Al-Insan: 23).
Dan, mereka juga tidak pernah memikirkan hari esok, juga masa depan. Oleh sebab itu, pada hari ini maupun hari esok, dalam kerja maupun hasilnya dan pada awal maupun akhirnya mereka merugi.
Demikianlah kehidupan ini diciptakan ujungnya adalah kefanaan. Kehidupan adalah minuman kotor yang merupakan campuran berwarna yang tidak pernah tetap ada kenikmatan, ada kesengsaraan, ada tekanan, ada kelegaan, ada kekayaan, dan ada kemiskinan.
"Kami keliling dan keliling,
kemudian semuanya yang kaya dan yang miskin teriak.
Dan lubang yang paling bawah adalah lubang
dan yang paling atas adalah tanah nan datar."
Inilah akhir cerita mereka:
"Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Alloh, penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah bahwa segala hukum (pada hari itu) kepunyaan-Nya dan Dialah pembuat perhitungan yang paling cepat." (QS. Al-An’am: 62)
Wahai saudaraku.
Jangan bersedih dengan keruwetan hidup, memang demikianlah kehidupan itu diciptakan. Pada dasarnya kehidupan ini adalah susah payah dan bercapek-capek. Kegembiraan yang ada di dalamnya adalah sesuatu yang insidentil, dan suka cita juga merupakan sesuatu yang sangat jarang terjadi. Kita merasakan manisnya hidup di dunia ini, namun Alloh tidak ridha untuk menjadikannya sebagai tempat tinggal bagi wali-wali-Nya.
Baca Artikel Lainnya : Kejamnya Waktu Subuh
Seandainya dunia ini bukan tempat ujian, pastilah di dalamnya tidak ada sakit dan keruwetan hidup. Dan, para nabi serta orang-orang terpilih tidak akan tertekan dalam kehidupan yang sengsara: Nabi Adam terus didera ujian selama hidupnya hingga meninggal, Nabi Nuh didustakan dan diejek oleh kaumnya, Nabi Ibrahim diuji dengan api dan dengan perintah menyembelih anaknya, Nabi Ya’kub menangis hingga matanya buta, Nabi Musa harus menghadapi kekejaman Fir’aun dan menerima ujian berat dari kaumnya sendiri. Selain itu, Nabi Isa hidup dalam kesusahan dan miskin dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam harus bersabar dengan perlakuan kaumnya dalam mengembangkan Islam. Paman Beliau, Hamzah terbunuh padahal dia adalah salah satu keluarga dekat beliau yang paling dicintai. Dan masih banyak lagi cerita menyedihkan yang dialami oleh nabi-nabi yang lain, yang tidak mungkin disebutkan satu per satu di sini. Dan, kalaupun dunia ini diciptakan untuk kelezatan, maka orang mukmin tidak berhak mendapatkan kelezatan itu. Sebab, Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam pernah bersabda, “Dunia ini adalah penjara (bagi) orang mukmin dan surga (bagi) orang-orang kafir.” Di dunia inilah orang-orang shalih dipenjarakan, para ulama mendapat ujian dan cobaan, para wali-wali disengsarakan, dan minuman-minuman para shadiqin dikeruhkan.
Kalau demikian, pantaskan kita bersedih atas musibah dunia yang menghampiri kita?
By: Ayyub Syafi'i
Blogger Comment
Facebook Comment