Cinta itu Anugerah
Akhi fillah, ukhti fillah! Manusia tercipta ingin dicintai dan mencintai, telah menjadi fitrahnya dan akan menemani perjalanan hidupnya menjadi bagian sejarahnya. Ia memiliki kemampuan untuk berhasrat, berfikir, dan bergerak. Ia juga memiliki hak untuk menyukai sesuatu atau tidak. Hati nurani atau hawa nafsu yang akan menjadi penentu dirinya untuk berkehendak.
Mengenal dan memahami, demikian awalnya. Kemudian timbul rasa menyukai atau membenci. Apa yang disukai hati belum tentu disukai nafsu, begitu juga dengan apa yang dibencinya belum tentu dibenci nafsu. Suatu saat bisa saja keduanya sepakat untuk saling mencintai atau membenci, disaat yang lain bisa saja keduanya jadi berbeda tak mau berpadu.
Akhi fillah, ukhti fillah! Bila prosentase rasa suka seseorang telah mengalahkan rasa bencinya, maka pahamilah bahwa ia telah jatuh cinta. Cinta adalah memandang kebaikan yang dicintai melebihi
keburukannya. Cinta juga berarti merasakan kasih sayang atau memberikannya pada yang dicintainya.
Akhi fillah, ukhti fillah! Kata orang cinta itu anugerah, karena datangnya tidak diundang dan perginya tak terhalang. Ya, cinta itu memang anugerah, bahkan anugerah yang telah diberikan Sang Pencipta kepada makhlukNya, melebihi dari segala sesuatu dari karuniaNya. Karena dengan cinta Ia menciptakan alam semesta, dan dengan cinta pula manusia menjadi hambaNya yang setia, bahkan menjadi kekasihNya yang mulia, memandang sesuatu menjadi indah, dan mengisi hidup penuh makna. Bukankah telah dijelaskanNya dalam Al-Qur’an:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَاْلبَنِيْنَ وَاْلقَنَاطِيْرِ اْلمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَاْلفِضَّةِ وَاْلخَيْلِ اْلمُسَوَّمَةِ وَاْلاَنْعَامِ وَاْلحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ اْلحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِنْدَهُ حُسْنُ اْلمَأَبِ.
“Jadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan disisi Alloh tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran: 14).
Akhi fillah, ukhti fillah! Manusia berhasrat, lalu timbul rasa suka. Menyukai, lalu timbul rasa cinta. Mencintai, lalu memandang segala sesuatu jadi indah mempesona. Demikianlah makna kesenangan hidup di dunia (Mata’ al hayati al dunya).
Anda yang sedang jatuh cinta mesti memahami apa makna anugerah terindah itu sebenarnya. Mencintai bukan berarti memaksakan kehendak diri sendiri tanpa peduli terhadap hak sang kekasih. Demikian pula sebaliknya, mencintai bukan berarti menuruti kehendak yang dicintai tanpa peduli terhadap hak diri sendiri, dalam hal ini diperlukan adanya keseimbangan (al ‘adl). Seorang bijak berpesan: “Cintailah kekasihmu sewajarnya, mungkin suatu hari engkau membencinya, mudah memang mengingatnya, namun terkadang lupa untuk melakukannya.”
Anugerah, ada yang mensyukuri dan ada yang mengkufurinya. Begitu juga dengan cinta, ada yang menempatkan dengan baik dan ada juga yang menyalagunakannya. Mensyukuri anugerah cinta berarti menggunakannya untuk taat kepada Sang Pencipta. Mengkufurinya berarti menggunakan cinta untuk durhaka kepadaNya. Ingatlah kembali, bahwa anugerah cinta adalah bagian dari kesenangan hidup di dunia. Dan kesenangan hidup di dunia adalah ujian untuk manusia, sebagai penentu ukuran keberhasilan atau kegagalannya.
“Maha Suci Alloh yang ditanganNya segala urusan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan mati dan hidup, supaya menguji manusia, siapa diantara mereka yang terbaik amalnya.” (QS. Al Mulk: 1-2 ).
Sebagai hamba, manusia mesti berperan baik dalam melaksanakan segala perintah Tuhannya, dan meninggalkan segala laranganNya. Demikian pula halnya dalam menyikapi anugerah cinta.
Akhi fillah, ukhti fillah! Anda ingat dengan kisah baginda Yusuf as? betapa berharganya kisah ini bagi para pecinta yang menginginkan dirinya sebagai nominasi kekasih sejati. Simaklah kisahnya! Kisah sejati untuk para pecinta sejati. Berawal dari sebuah peristiwa yang disebutkan Al-Qur’an:
وَرَوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِى بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ اْلأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ , قَالَ مَعَاذَ اللهِ , اِنَّهُ رَبِّى اَحْسَنَ مَثْوَايَ اِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُوْنَ
“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal dirumahnya, menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah kesini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Alloh, sungguh Tuhanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang aniaya tiada akan berlindung.” (QS. Yusuf: 23).
Betapa besar cinta Zulaikha kepada Yusuf as, hingga ia tak bisa menahan diri untuk menggodanya. Padahal ia sadar bahwa statusnya adalah sebagai istri seseorang, bahkan istri seorang Al Aziz (sebutan bagi raja mesir). Dan betapa teguhnya kesabaran, harga diri, serta ketakwaan Yusuf as, hingga mampu menolaknya, menghindar dari bujuk rayunya. Meski sebenarnya ia juga memendam perasaan yang sama. Namun hasrat cintanya pada Zulaikha terkalahkan oleh keinginannya untuk taat kepada Alloh SWT., memperoleh ridhoNya, dan takut kepada murkaNya sepenuh jiwa raga. Lalu cintanya kepada Alloh membimbingnya kepada memilih penjara dari pada memenuhi ajakan berbuat hina. Dalam keadaan demikian ia memohon dengan penuh harap kepada Tuhannya:
“Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai dari pada memenuhi ajakan mereka kepadaku dan bila tidak Engkau hindarkan dariku tipu daya mereka, tentu aku cenderung (memenuhi keinginan) mereka dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS. Yusuf: 33).
Pada kisah yang lain Al-Qur’an menggambarkan tentang kaum sodom, dan gomorah, kaum Luth as. Yang terjebak cinta buta tak mengenal harkat dan martabat manusia, kaum yang terlena dengan kehinaan, mencintai sesama jenis dan mengabaikan pernikahan secara normal.
Betapa susahnya Nabi Luth as. Menyadarkan kegilaan perilaku mereka. Bahkan ketika ia menawarkan putri-putrinya kepada mereka untuk dinikahi secara baik, sebagai ganti dari permintaan kaumnya menyerahkan tamu-tamunya yang tampan untuk diperlakukan secara buruk dan keji (homo seksual). Mereka menjawab tanpa beban: “Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap putri-putrimu dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki.” (QS. Huud: 79).
Akhi fillah, ukhti fillah! Satu kisah menggambarkan keteguhan hati seorang hamba yang diuji oleh Tuhannya dengan anugerah cinta (Al Isyq) yang terlarang, cinta yang menjebak kepada perselingkuhan, bahkan perzinaan. Namun akhirnya terselamatkan oleh kesadaran imannya untuk segera berpaling dari keburukan dan kekejian menuju keikhlasan taat kepada Alloh SWT. Sebagaimana telah difirmankan dalam Al-Qur’an:
كَذَالِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوْءَ وَاْلفَحْشَاءَ , اِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا اْلمُخْلَصِيْنَ
“Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS. Yusuf: 24).
Dan kisah yang lain menggambarkan ketidaksabaran manusia atas ujian yang diberikan Alloh, dengan mengabaikan peringatan yang telah disampaikan, melanggar aturan agama, dan memilih hawa nafsu sebagai penentu hasratnya. Maka celakalah mereka atas pilihannya sendiri. Alloh murka, lalu membinasakannya dalam keadaan hina.
Alloh SWT. berfirman:
لَعَمْرُكَ اِنَّهُمْ لَفِى سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُوْنَ
فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةَ مُشْرِقِيْنَ
فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَاَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيْلٍ
“Demi umurmu Muhammad, sesungguhnya mereka terombang-ambing didalam kemabukan (kesesatan). Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit. Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik kebawah, dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras.” (QS. Al Hijr: 72-74).
Akhi fillah, ukhti fillah! Mencintai tak selamanya berarti menikmati, dan memahaminya adalah sangat sulit sekali. Kita telah terjebak dengan opini umum yang telah berkembang hingga hampir menjadi suatu keyakinan, karena itu perlu kita kembalikan lagi makna cinta secara hakiki disini.
Mencintai adalah potensi diri manusia (jibillah al insaniyah) yang mengikuti besar kecilnya prosentasi naluri (ghorizah) yang ada. Ia ada dalam diri manusia sejak lahir. Ia adalah bagian dari fitrah, karena itu disebut sebagai anugerah. Cinta mengikuti naluri manusia: naluri beragama (al tadayyun), naluri lawan jenis (an nau’) atau naluri hidup (al baqo’), karena itu ia bisa berubah sesuai dengan stimulan (pendorong) yang mempengaruhinya.
Kita bisa merenungi kembali kisah cinta Yusuf as dan Zulaikha yang menggambarkan kekuatan naluri beragama atas naluri lawan jenis. Hasrat cinta yang membara dalam diri Yusuf as pada Zulaikha bisa teralihkan pada hasrat cinta yang suci, cinta yang berdasarkan ketaatan dan ketakwaan pada Alloh SWT. Karena itu Yusuf as memilih penjara yang lebih menjaga cintanya kepada Tuhan dari pada mengikuti ajakan hawa nafsu yang tercela dan menjerumuskan. Berbeda halnya dengan kaum sodom dan gomorah, hasrat cinta yang membara dalam diri mereka mengalahkan hasrat ketaatan dan ketakwaannya. Naluri lawan jenis lebih mereka dahulukan daripada naluri beragama.
Akhi fillah, ukhti fillah! Antara larut mengingat makhluk, lalu mencintainya dan larut mencintai Alloh lalu mengingatNya ada penghalang yang tidak bisa menyatukan keduanya dalam satu lubuk hati. Salah satu dari keduanya akan jadi penguasa dan yang lain akan terkalahkan. Alloh SWT. berfirman:
مَا جَعَلَ اللهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِى جَوْفِهِ
“Alloh sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya.” (QS. Al Ahzab: 4 ).
Mencintai sesuatu selain Alloh akan menjadi siksaan batin baginya, meski seseorang merasa asyik dengan asmara cintanya, sadarilah bahwa sebenarnya ia menderita. Ia akan menjadi tawanan kekasihnya, mengikuti permainan hasrat perasaannya, terombang-ambing kemabukan cinta, hingga lupa segala. Bila rasa cintanya semakin besar memenuhi ruang hati, lalu menguasai apa yang dikehendaki, maka cepat lambat akan merusak pikiran dan mempengaruhi naluri nuraninya. Tak heran bila suatu saat orang akan mengatakan dia gila, karena prilakunya mulai tak terarah, mengabaikan norma yang ada. Bahkan mungkin akan merusak panca indranya atau mengurangi fungsinya. Karena bila hati tersiksa, merasa tertekan berkepanjangan, ia akan rusak. Dan bila hati rusak, maka mata telinga dan lidah pun akan ikut rusak fungsinya. Wal Iyadzu billah.
Apakah yang lebih menderita di dunia dari seorang pecinta
Meskipun hasrat menemukan manisnya rasa
Engkau lihat ia menangis sepanjang masa
Karena resah berpisah atau terpendam rindu membara
Maka ia sedih bila kekasihnya jauh dipelupuk mata
Dan iapun pilu bila dekat dengannya, tak ingin jauh lagi dengannya
Air matanya menggenang dikala berpisah dan tak terbendung dikala berjumpa.
Akhi fillah, ukhti fillah! Rasanya kita perlu memantapkan hati kembali bahwa cinta tertinggi kita hanyalah untuk Alloh, Rasululloh dan jihad fisabilillah. Selain itu semua terkalahkan. Kita tanyakan kembali dengan kejujuran nurani. Karena bila tidak maka betapa tak beruntungnya kita, sungguh celaka! kita mesti berusaha mencapainya agar tidak termasuk orang-orang yang lemah dalam akidah. Alloh SWT. telah mengingatkan kepada kita:
قُلْ اِنْ كَانَ أَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَاوَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَجِهَادٍ فِى سَبِيْلِهِ فَتَرَبَّصُوْا حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ, وَاللهُ لاَ يَهْدِى اْلقَوْمَ اْلفَاسِقِيْنَ
“Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatir kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Alloh dan RasulNya, serta (dari) berjihad dijalanNya. Maka tunggulah sampai Alloh mendatangkan keputusanNya. Dan Alloh tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang fasiq.” (QS. At Taubah: 24 ).
Sungguh kita tidak berharap kefasikan menjangkiti hati, apalagi bila kita sampai menjadi lemah iman hanya karena terjebak dalam cinta yang tak suci murni, cinta yang tak hakiki. Karena itu harus kita atasi.
Akhi fillah, ukhti fillah! Mencintai, namun tak bisa menikmati, demi menjaga ketaatan diri. Mengasihi, namun tak terbalas dikasihi. Menyayangi, namun tak terbalas dikasihi, demi menjaga harga diri. Semua itu menyakitkan. Ya, memang menyakitkan, namun lebih menyakitkan lagi siksa akhirat nanti. Anda tinggal memilih! Al-Qur’an pedoman orang mukmin, pecinta sejati, telah menasihati dengan bijaksana dan penuh arti:
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلاَ تُطِعْ مِنْهُمْ أَثِمًا أَوْكَفُوْرًا
“Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir diantara mereka.” (QS. Al Insan: 24).
Al-Qur’an telah memberi jawaban bahwa kesabaran sebagai solusi terbaik yang dapat membimbing kita dari kebingungan cinta kepada kebenaran naluri menghamba. Kesabaranlah yang menyelamatkan Yusuf as dari hasrat nafsu amarah kepada cinta tulus beribadah. Dan kesabaranlah yang menghadirkan keikhlasan, kemurnian dan kesejatian taat kepada Alloh SWT.
Akhi fillah, ukhti fillah! Bila hati telah ikhlas murni beramal karena Alloh, maka cinta yang ternoda tak akan tinggal bersemayam didalamnya. Hasrat cinta tercela akan hadir pada hati yang sunyi dari dzikir kepada Alloh, hati yang kosong dari keikhlasan ibadah, dan hati yang tersibukkan oleh dunia semata. Sungguh kebeningan hati adalah pintu segala rahmat dariNya.
أَتَانِى هَوَاهَا قَبْلَ اَنْ اَعْرِفَ اْلهَوَى فَصَادِفُ قَلْبًا خَالِيًا فَتَمَكُّنًا
“CintaNya hadir padaku sebelum aku mengenal cinta, maka ia bersemayam didalam hati yang sunyi belaka.”
Sungguh kebahagiaan yang tiada tara, bila kesabaran hadir bersama keikhlasan menghamba. Karena janji Alloh pada hambaNya akan memelihara dari kesusahan hari akhir yang pasti tiba, dan memberikan kejernihan (wajah) serta kegembiraan rasa. Alloh SWT. berfirman:
وَجَزَاهُمْ بِمَاصَبَرُوْا جَنَّةً وَحَرِيْرًا
“Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabarannya (dengan) surga dan (pakaian) sutera.” (QS. Al Insan: 12).
Surga adalah buah cinta yang sejati, cinta dengan makna yang sesungguhnya, cinta Alloh kepada hamba yang dikasihiNya, dan cinta hamba kepada kekasih abadinya. Wallahu A’lam!
Blogger Comment
Facebook Comment