Menanam, Berwirausaha dan Berdakwah di Sekolah
Aktivitas sebagai seorang guru di sekolah dalam pandangan saya seperti sangat melelahkan. Apalagi bagi teman-teman guru yang mengajar full waktu seminggu penuh dan dari pagi hingga siang hari atau bahkan sampai sore hari seperti di sekolah-sekolah Islamic Full Day School. Tetapi seperti pesan hikmah Imam Syafi’i, “Dan berpayahlah karena lezatnya hidup ada dalam kepayahan” maka semua guru harus belajar untuk menikmati kelelahan ini. Mengapa? Karena kelelahan mereka tidaklah sama dengan kelelahan para pekerja para pebisnis yang bekerja sehari penuh dan bahkan lembur hanya karena motivasi sekedar menjadi orang yang berkecukupan dan kaya raya. Sekolah bagi guru adalah ladang akhirat karena di sinilah mereka mengajarkan dan membiasakan anak-anak pada kebaikan. Jika di kemudian hari nanti selama anak-anak tersebut mengamalkan kebaikan yang mereka pelajari di sekolah maka selama itu pula seorang guru mendapatkan jatah pahala sama dengan pelaku kebaikan.
1) Bercocok Tanam
Selain memiliki manfaat ikut serta dalam upaya penghutanan kembali demi mengendalikan pemanasan global, menanam dalam segala bentuknya; menanam pohon, bercocok tanam, berkebun dsb merupakan upaya yang sangat erat hubungannya dengan kesejahteraan ekonomi. Jadi urusan menanam semestinya bukan hanya diajarkan kepada mahasiswa pertanian, apalagi hanya secara teori saja. Akan tetapi sejak usia dini anak-anak sudah harus dilatih untuk menanam dan merawat tanaman. Kesadaran untuk menanam ini harus terus menerus ditumbuhkan dan dikembangkan karena menanam juga sangat terkait dengan nilai-nilai spiritual sebagaimana bimbingan Baginda Rosululloh Muhammad shollallohu alaihi wasallam:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيْمَةٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةً
“Tidak ada seorang muslim yang menanam tanaman atau bercocok tanam lalu ada burung, atau manusia, atau hewan yang memakan darinya kecuali baginya ada (nilai) sedekah” (HR Bukhori dalam Kitab al Harts waz zar’i no 2320). Dalam riwayat Imam Muslim ada tambahan teks:
...إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“…kecuali tanaman itu baginya ada (nilai) sedekah sampai hari kiamat”(HR Muslim dari Jabir ra no.1552). Ini artinya menanam juga termasuk amalan yang pahalanya mengalir terus menerus.
2) Berwirausaha
Seorang muslimah pengusaha sukses dalam sebuah seminar usaha yang dihadirkannya bercerita bahwa ayahnya adalah seorang PNS, akan tetapi delapan anaknya semua kini menjadi pengusaha, termasuk dirinya. Ia lalu menyampaikan kenangan masa kecilnya ketika masid SD setiap hari ia pergi ke sekolah dengan membawa tremos untuk jualan ES lilin. Pada setiap malam sang ayah secara langsung membantunya membuat ES lilin. Akhirnya pada usia SMA ia sudah bisa membeli sepeda motor sendiri dari hasil bisnis. Dan ketika kuliah di IPB maka pada hari minggu ia pergi ke tanah abang untuk belanja barang-barang yang kemudian ia kirim ke tanah asalnya untuk dijual di toko miliknya sendiri.
Baca Artikel Lainnya : "Kesejukan di Alam Kubur"
Berwirausaha menjadi salah satu tulang punggung kemajuan ekonomi sebuah negara. Data terbaru menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2013 ini adalah sekitar 6% akan tetapi khusus jawatimur pertumbuhannya mencapai 9% karena memang di jawa timur banyak bermunculan para wirausahawan.
Berbisnis sangat terkait dengan kepandaian menjual, karena itulah mental menjual sudah harus ditumbuhkan pada anak sejak dini. Untuk bisa membeli dalam hemat kami tanpa peran sekolah pun anak-anak sudah sangat pintar membeli. Buktinya, kantin sekolah setiap bulan mengalami kenaikan omzet yang cukup lumayan. Hal yang justru harus dilakukan pihak sekolah adalah bagaimana anak-anak kita memiliki mental untuk bisa menjual karena mental ini adalah salah satu dasar untuk bisa menjadi pengusaha kelak di kemudian hari. Ia, untuk bisa menjadi seorang mukmin yang kuat secara ekonomi maka selain memiliki semangat menanam juga harus memiliki mental sebagai seoraang pengusaha. Sudah dimaklumi bahwa para sahabat besar adalah para pengusaha. Abu Bakar, Umar, Utsman dan Abdurrohman bin Auf rodhiyallohu anhum. Terkait berwira usaha ini maka dalam hadits mursaldisebutkan pesan Rosululloh shollallohu alaihi wasallam:
عَلَيْكُمْ بِالتِّجَارَةِ فَإِنَّ فِيْهَا تِسْعَةَ أَعْشَارِ الرِّزْقِ
“Tetapilah perdagangan oleh kalian karena sesungguhnya di dalamnya terdapat 90 % rizki” (HR Ibrohim al Harbi dalam Ghoribul Hadits. Imam Iroqi mengatakan: Para perowi hadits ini adalah orang yang bisa dipercaya)
3) Berdakwah
Dulu ada seorang senior kami yang setiap kali ditanya dari mana atau mau ke mana? Maka dengan singkat dan mantap menjawab: “Dakwah”. Sekarang saat anak lelaki saya telah berumur tiga tahun pun demikian. Setiap kali ditanya orang, "Abahmu ke mana?" Maka anak saya menjawab dengan gaya bahasanya yang lucu; “Abah Dakwah!”. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa dirinya juga berdakwah; “Aku Dakwah ke Mantung”. Memang setiap sabtu sore dua minggu sekali anak saya ini senantiasa bersama ibunya pergi ke Mantung, sebuah dusun berjarak 300 M dari pesantren, untuk membina ibu-ibu mengaji Alqur’an.
Dakwah adalah tugas para nabi, dakwah adalah tugas kehidupan manusia beriman. Karena itulah sebenarnya yang juga harus ditanamkan kepada anak adalah bahwa hidup ini tidak cukup hanya memperbaiki diri sendiri tetapi juga harus berusaha memperbaiki orang lain. Hidup harus pula diisi dengan aktivitas dakwah. Darimanakah penanaman tentang dakwah pada anak dimulai? Saya sendiri tidak bisa menjawabnya. Anda-anda semua para aktivis pendidikan yang lebih berkompeten untuk menjawabnya. Akan tetapi paling tidak pengenalan dakwah bisa dimulai dengan membiasakan anak-anak kita mendengar dan menyebutkan kata dakwah.
Dakwah semakin penting untuk segera masuk dalam kurikulum pendidikan anak-anak kita ketika kita mau kembali melihat bahwa lembaga di mana kita mengabdi adalah lembaga pendidikan yang berada dalam bimbingan PERSYADHA, persyarikatan dakwah alharomain dalam bimbingan guru kita Abi KH Ihya’ Ulumiddin yang dalam banyak kesempatan menyampaikan pentingnya menciptakan suasana pendidikan yang berorientasi dakwah dan mampu menumbuhkan dakwah sebagai cita-cita para peserta didik. Wallohu A’lam
Blogger Comment
Facebook Comment