Respon Terhadap Kemungkaran
Allah azza wajalla berfirman:
وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ مِنْهُمْ لِمَ تَعِظُوْنَ قَوْمَا نِ اللهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا, قَالُوْا مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ. فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذُكِّرُوْا بِهِ أَنْجَيْنَا الَّذِيْنَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوْءِ وَأَخَذْنَا الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا بِعَذَابٍ بَئِيْسٍ بِمَا كَانُوْا يَفْسُقُوْنَ
“Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan barangkali mereka mau menahan diri dari keburukan. Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zhalim siksaan yang keras disebabkan mereka selalu berbuat fasiq” (QS al A’raaf:164-165)
Analisa Ayat
Ayat ini memberikan gambaran kondisi penduduk kota Aelah yang terpecah menjadi tiga kelompok:
- Kelompok yang mengabaikan larangan melaut pada hari sabtu. Mereka tetap saja melaut sehingga pada akhirnya dirubah oleh Allah menjadi kera-kera yang kemudian dalam waktu beberapa minggu berikutnya, seluruh mereka mati.
- Kelompok yang cemburu larangan Allah dilanggar sehingga berusaha mencegah dengan memberikan nasehat. Semua itu dengan alasan: “….Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan barangkali mereka mau menahan diri dari keburukan”
- Kelompok yang diam, sama sekali tidak melakukan aksi. Bahkan sempat menegur kelompok kedua: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?”
Kelompok pertama jelas tersesat dan celaka. Sedangkan kelompok kedua dan ketiga menurut Ibnu Abbas ra: "Kelompok yang memberi nasehat (al Wu’aazh) mengingkari perilaku maksiat dengan ucapan dan tindakan. Sedang kelompok yang justru menegur kelompok pemberi nasehat hanya mengingkari dengan hati".
Ibnu Abbas ra berkata: "Orang-orang yang melarang selamat. Para pelaku pelanggaran celaka. Dan aku tidak mengerti apa yang dilakukan (oleh Allah) kepada orang-orang yang diam"
Ikrimah meriwayatkan:
Ibnu Abbas ra berkata: “Aku tidak mengerti apakah orang-orang yang mengatakan “Mengapa kalian menasehati kaum yang Allah…” selamat ataukah tidak”. Ikrimah melanjutkan: Aku terus melihat beliau (Ibnu Abbas ra) sehingga beliau akhirnya mengetahui bahwa mereka selamat.
Ibnu Zaid berkata:
Kelompok yang tidak pernah melarang dan juga tidak pernah memerintahkan ikut mengalami kehancuran karena sesungguhnya Allah hanya menyatakan menyelamatkan orang-orang yang melarang keburukan; “…Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat…"
Gambaran di atas bisa menjadi pelajaran bagi para da’i tentang bagaimanakah cara bersikap terhadap kemungkaran yang pasti ada di sekitarnya. Ini karena berdakwah tidak lain adalah melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.
Satu hal yang disepakati oleh para ulama bahwa memberantas kemungkaran dengan kekuatan (bil yad) adalah menjadi kewenangan pihak pemerintah . Itu artinya bagi para da’i hanya bisa memilih dua sikap antara memberikan peringatan atau diam tidak mempedulikan, dan tentunya disertai hati yang mengingkari kemungkaran.
Hati yang dipenuhi dengan keimanan pasti merasa risih dengan segala tindakan yang tidak selaras dengan syariat islam. Dalam kondisi seperti ini para da’i sebagai figur yang memiliki kekuatan iman harus bisa bersikap bijaksana antara kapan harus bertindak dengan memberikan nasehat atau menabahkan diri untuk diam. Oleh karena itulah para da’i mesti mengetahui syarat-syarat kemungkaran yang harus direspon dengan upaya memberikan nasehat:
- Kemungkaran yang disepakati oleh para ulama sebagai sesuatu yang diharamkan. Sementara jika sesuatu itu masih dipersengketakan status hukumnya antara yang menghukumi halal dan haram maka tidak boleh diingkari dalam arti dilakukan tindakan dengan memberikan peringatan agar supaya dihentikan.
- Tidak ada kemungkinan kuat pelaku kemungkaran justru semakin menggila jika diberikan peringatan
- Tidak dikhawatirkan munculnya fitnah yang lebih besar daripada kemungkaran yang dilarang
Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi maka sebaiknya para da’i melakukan aksi diam. Para ahli fiqih menyatakan bahwa seorang yang akan melarang kemungkaran jika meyakini bahwa nasehat tidak akan bermanfaat maka ia tidak berdosa jika membiarkan dan tidak memberikan nasehat.
=والله يتولي الجميع برعايته=
Blogger Comment
Facebook Comment