Sedekah Menjaga Anak Cucu

Dalam hadits ini dicontohkan ihsan dalam hal menjalankan hukuman dan penyembelihan yang bisa disimpulkan supaya bertindak profesional dalam melaksanakan hukum dan menjalani kebiasaan. Bila demikian halnya, maka profesional dalam menjalankan ibadah adalah hal yang lebih dituntut dan lebih dihargai oleh Allah azza wajalla. Selain shalat, puasa,dan haji, termasuk ibadah yang diajarkan agar dijalani secara profesional (ihsan) adalah sedekah sebagaimana dalam hadits:
مَا أَحْسَنَ عَبْدٌ الصَّدَقَةَ إِلَّا أَحْسَنَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ الْخِلَافَةَ عَلَى تَرَكَتِهِ
“Tiadalah seseorang yang berbuat baik (ihsan atau profesional) dalam sedekah kecuali Allah azza wajalla pasti akan memperbaiki penguasaan dalam anak-anak keturunannya”
Maksud berbuat baik dalam ber-sedekah seperti dijelaskan oleh As Sayyid Muhammad bin Muhammad al Husaini atau lebih dikenal dengan Imam Az Zubaidi, memiliki beberapa criteria:
- Mengeluarkan sedekah dengan lapang dada
- Bersegera mengeluarkan sedekah, tanpa menunda. Jika ditunda maka sangat mungkin terjadi sesuatu hal sehingga sedekah batal dilakukan.
- Bersedekah dari harta benda yang terbaik sebagaimana sedekah Abu Thalhah al Anshari ra ketika menyedekahkan Bairuha’ . Atau seperti sedekah yang dilakukan oleh Habil sebagaimana disebutkan Allah dalam firmanNya:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ ...
“Ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima…”
Disebutkan bahwa setiap melahirkan maka Ibunda Hawa melahirkan bayi laki-laki dan bayi perempuan. Oleh karena kondisi maka Allah memberikan syariat kepada Nabi Adam as supaya menikahkan anak lelakinya dengan anak perempuannya sendiri. Akan tetapi, dengan cara silang, yaitu menikah dengan anak yang tidak lahir bersama-sama. Misalnya Qabil harus menikah dengan anak perempuan yang lahir bersama Habil dan begitu pula sebaliknya. Aturan ini terasa berat bagi Qabil karena ia melihat anak perempuan yang lahir bersama Habil tidak secantik yang lahir bersama dengannya. Oleh karena itulah ia hanya ingin menikah dengan perempuan yang lahir bersamanya. Akan tetapi keinginan ini ditolak oleh ayah mereka Nabi Adam as kecuali mereka mau terlebih dahulu melakukan kurban. Barang siapa yang kurban nya diterima maka dialah yang lebih berhak menikah dengan saudara perempuan mereka yang lebih cantik.
Baca Juga : Nabi Ibrahim dan Istri Ditawan Raja yang Kejam
Habil yang memiliki banyak hewan ternak kemudian berkurban kambing yang gemuk. Sementara Qabil yang seorang petani, kemudian berkurban dari hasil pertaniannya. Sayang ia justru memilih dari hasil pertanian yang kurang bagus. Ketika saatnya kurban mereka disuguhkan, maka datanglah api dan membakar kurban milik Habil. Artinya kurban Habil yang diterima yang berarti Habil berhak menikah dengan saudara perempuan mereka yang lebih cantik yang lahir bersama dengan Qabil. Sementara Qabil harus menikah dengan saudara perempuan mereka yang berwajah biasa yang lahir bersama Qabil. Kenyataan ini tidak diterima oleh Qabil sehingga ia pun akhirnya membunuh Habil.
Terkait agar bersedekah dengan barang atau harta yang baik atau terbaik, Allah azza wajalla juga berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنفِقُوا مِن طَيِّبَاتِ مَاكَسَبْتُمْ وَمِمَّآأَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ اْلأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِئَاخِذِيهِ إِلآَّ أَن تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan jangan-lah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji”
Ibnu Abbas ra berkata: "Allah memerintahkan mereka berinfaq dari harta yang terbaik serta melarang mereka bersedekah dengan harta yang buruk karena Allah Dzat yang bagus tidak menerima kecuali yang bagus".
Sementara menurut Bara’ bin Azib ra ayat ini terkait dengan kebiasaan para pemilik kurma ketika panen tiba maka mereka membawa sebagian dari tandan-tandan kurma itu ke masjid untuk sajian para ahli shuffah. Sementara sebagian lain dari orang-orang yang kurang bergairah mendapatkan kebaikan (dunia akhirat) juga melakukan hal tersebut. Akan tetapi tandan-tandan yang mereka sedekahkan di masjid Nabawi untuk sajian para ahli shuffah itu adalah dari jenis dan kwalitas kurma yang jelek, dan tidak layak untuk disuguhkan.
Setelah berhasil mengeluarkan sedekah dengan lapang dada, bersegera dan dari harta benda terbaik, maka jangan sampai melakukan hal-hal yang membatalkan pahala sedekah seperti pamer (riya’), menyuarakan (sum’ah) dan mengundat-undat (al mann) apalagi menarik kembali pemberian.
Masih menurut Imam Az Zubaidi ketika menjelaskan hadits di atas bahwa apabila profesional (Ihsan) dalam bersedekah seperti kriteria tersebut di atas berhasil dilakukan, maka Allah memberikan jaminan akan memberikan penjagaan kepada anak-anak keturunan. Artinya hadits di atas menegaskan bahwa salah satu bentuk keshalehan orang tua yang bermanfaat bagi anak keturunan berupa penjagaan Allah dari bahaya agama dan segala bentuk fitnah kehidupan dunia adalah ihsaanul amal fis shadaqah, berbuat baik dalam beramal sedekah.
= والله يتولي الجميع برعايته =
Blogger Comment
Facebook Comment