Tradisi Kondangan
Sewaktu kecil saat Allah memberikan anugerah futuh, terbukanya hati sehingga mulai melek huruf-huruf Alqur’an dan bisa membacanya meski belum lancar maka oleh guru ngaji saya Pak Kiyai Munif, saya disuruh bilang kepada orang tua supaya membikin tumpeng, selamatan. Ketika sampai hampir separuh Alqur’an, tepatnya surat Yusuf (juz 13) maka Pak Kiyai juga kembali menyuruh agar membawa tumpeng ke mushalla atau masjid untuk acara selamatan. Dan puncaknya saat mengkhatamkan Alqur’an maka selain membawa tumpeng, acara selamatan juga ditambah dengan bagi-bagi jajanan pasar kepada seluruh kawan-kawan mengaji.
Pada moment tertentu saat mendapatkan rizki habis membeli kendaraan baru, hendak memulai usaha baru, hendak bepergian jauh maka orang-orang di desa saya biasa membuat tumpeng dan mengundang tetangga sekitar rumah atau satu RT untuk datang membaca do’a dan membawa pulang berkatan. Ketika menjelang ramadhan pada sore hari tanggal 29 Sya’ban semua anggota masyarakat juga biasa membuat tumpeng dan saling bergantian mendatangi rumah masing-masing.
Pada esok hari raya baik Idul Fithri maupun Idul Adha, usai shalat subuh dan sebelum berangkat ke masjid untuk shalat Id, maka seluruh masyarakat keluar dari rumah dengan membawa tumpeng menuju tempat yang telah ditentukan; di balai desa, serambi masjid atau yang lain untuk melaksanakan acara selamatan atau kondangan hari raya.
Ketika mondok di pesantren Langitan widang Tuban Jawa Timur yang kala itu di bawah asuhan KH Ahmad Marzuqi Zahid dan KH Abdullah Faqih juga berjalan tradisi selamatan yang biasa disebut Tahtiman yang dilaksanakan dengan mengundang seluruh teman sekelas ke rumahnya oleh teman-teman yang baru saja menyelesaikan pelajaran Alfiyyah Ibnu Malik.
Ketika datang dari haji maka selain menerima banyak tamu yang berziarah meminta do’a, orang yang baru datang berhaji juga melaksanakan acara selamatan yang biasa disebut Njamu.Dan masih banyak lagi model selamatan atau mengundang tetangga untuk kondangan yang dilakukan oleh masyarakat di kampung saya, termasuk yang masih saya ingat ada kondangan yang disebut wiwit, kondangan yang dilaksanakan untuk menyambut padi di sawah yang telah mulai menguning dan siap dipanen.
Ternyata setelah sekian lama berada di pesantren saya baru menyadari dan bisa menjelaskan bahwa acara-acara kondangan seperti tersebut di atas memiliki efek sosial yang cukup berarti; acara-acara tersebut adalah media sangat efektif untuk menjalin kerukunan dan kebersamaan karena di dalamnya ada saling memberi makanan yang memiliki pengaruh sangat kuat dalam pertautan hati yang karenanya saat awal-awal kedatangan di Madinah, Rasulullah Saw menganjurkan supaya para sahabatnya saling memberi makanan.
Dalam acara kondangan tersebut terjadi saling mengunjungi di antara tetangga. Selain itu bagi orang yang mempunyai hajat, orang yang mengundang, membuat acara selamatan adalah sebagai bentuk rasa syukur karena telah mendapatkan nikmat bisa melaksanakan kebaikan atau mendapatkan kebaikan.
Secara syar’i acara kondangan juga memiliki landasan dalil yang cukup. Imam Bukhari dalam kitab shahihnya membuat sebuah judul Bab At Tha’aam Indal Qudum (makanan saat datang dari bepergian), yang selanjutnya menyebutkan hadits riwayat Jabir bin Abdillah ra:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ نَحَرَ جَزُوْرًا
“Sesungguhnya Rasulullah saw ketika datang di Madinah maka Beliau menyembelih unta atau sapi” (HR Bukhari/3089)
Dalam versi lain disebutkan: Nabi Muhammad Saw membeli unta dariku dengan dua uqiyah dan satu dirham atau dua dirham. Selanjutnya ketika sampai di sebuah tempat di wilayah Madinah bernama Shirar beliau memerintahkan agar unta itu disembelih lalu dimakan bersama-sama.
Baca Juga : Menghormati yang Lebih Tua
Terkait dengan acara selamatan atau kondangan pasca menyelesaikan sebuah studi bahkan secara jelas disebutkan dalam sebuah atsar dari Ibnu Umar ra:
تَعَلَّمَ عُمَرُ الْبَقَرَةَ فِى اثْنَى عَشَرَةَ سَنَةً فَلَمَّا خَتَمَهَا نَحَرَ جَزُوْرًا
“Umar ra mempelajari surat Albaqarah selama dua belas tahun, lalu ketika sudah mengkhatamkan-nya maka ia menyembelih unta”(Diriwayatkan Imam Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar ra dan disebutkan oleh Imam Al Qurthubi dalam Muqaddimah Tafsirnya)
Selain dalil-dalil ini, tradisi kondangan atau selamatan juga secara jelas diajarkan ketika seseorang menikah maka disunnahkan mengadakan acara walimah yang pada intinya adalah makan bersama. Juga Aqiqah menyambut kelahiran bayi. Ini semua menunjukkan bahwa acara kondangan, makan bersama atau selamatan merupakan tradisi yang sangat baik sehingga perlu dilestarikan dan dikembangkan. Inilah salah satu hikmah mengapa kondangan yang memang sudah menjadi tradisi orang jawa Hindu tidak dihapuskan oleh dakwah walisongo karena memang selaras dengan prinsip Islam. Hanya tujuan dan caranya saja yang diubah, diisi dengan bacaan kalimat thayyibah dan do’a permohonan kepada Allah Azza wajalla.
Blogger Comment
Facebook Comment