Al-Mu'tashim, Edisi 131 tahun XI Dzulqo'dah-Dzulhijjah 1428 H - Desember 2007 M
Alloh Berfirman dalam Al Quran :
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi
dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu)
kamu menggetarkan musuh Alloh dan
musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedangkan Alloh
mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Alloh niscaya akan
dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”.
(Al Anfal : 60)
Makna dan Penjelasan
Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang-orang kafir,
meski lahirnya kelihatan padu, mereka
sesungguhnya suka berpecah-belah dan sulit bersatu. Antara satu kelompok lain
mudah berselisih paham, berbeda pendapat dan bertengkar. Betapa banyak api
peperangan tersulut di antara mereka. Romawi (Kristen) pernah berperang dengan
Persia (Majusi). Kristen selalu bermusuhan dengan Yahudi, sementara di dalam
masyarakat Kristen sendiri dari sekian
banyak sekte, perpecahan dan pertentangan (friksi) selalu terjadi . pada masa
sebelum kenabian, orang-orang kafir tidak memiliki ideologi pemersatu yang
sama. Mereka tidak diikat oleh satu prinsip yang sama. Keyakinan tauhid mereka
rusak, sedangkan kitab suci pegangan mereka telah hilang kemurniannya. Maka,
permusuhan dan perpecahan yang selalu menimpa mereka dari satu masa ke masa
adalah suatu hal yang wajar. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
"Mereka tidak akan memerangi kamu
dalam keadaaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau
di balik tembok. Permusuhan antara mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka
itu bersatu, sedangkan hati mereka berpecah-belah. Yang demikian itu karena
sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti." (QS. Al-Hasyr : 14).
Namun, satu hal yang mengherankan adalah, ketika
orang-orang kafir itu menghadapi kaum muslimin, mereka bersatu-padu, berkoalisi
dan bahu-membahu. mereka memandang Islam adalah musuh bersama. Mereka tidak
lagi mempedulikan agama, kelompok, sekte, suku atau bahasanya, mereka
berkoalisi menjadi satu kekuatan melawan orang-orang Islam.
Fakta ini bisa
diurai dari sejarah perang Ahzab, Perang Salib, hancurnya khilafah, penjajahan
di dunia Islam dan berdirinya negara Israel di Palestina. Di negeri ini, fakta
itu bisa disaksikan dengan bersekutunya Kristen, Hindu, Budha dan Konghuchu
untuk melibas apa saja yang berbau Islam dan menguntungkan kaum muslim. Maka
benarlah ungkapan yang mengatakan bahwa kekufuran merupakan sebuah agama yang
satu, meski bentuknya berbeda-beda.
Kekufuran itu merupakan sebuah agama
yang satu.
Kaum muslimin apapun bangsanya, kelompok dan
partainya adalah umat yang berdiri atas ideologi yang sama, ideologi Islam, berdiri di atas
prinsip yang sama, prinsip Islam, berlindung di bawah panji yang sama, Panji
Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, dan berlandaskan kitab suci yang
sama, yaitu kitab suci Al-Qur’an. Mereka satu padu, bergabung dalam satu
kekuatan, bersaudara bahu-membahu dan berkoalisi, tanpa memandang suku,
partai dan golongan. Sebagian kaum
muslimin harus menampakkan wala’ (loyalitas) kepada sebagian kaum muslimin yang lain. Saling dukung-mendukung. Mereka
tidak boleh sama dengan orang-orang kafir yang selalu berpecah-belah sesama
mereka akibat tidak memiliki kesamaan ideologi.
Akan tetapi, kenyataan yang ada menunjukkan
sebaliknya. Umat Islam suka berpecah-belah. Tidak akur. Berselisih paham dan
pendapat. Mereka terkotak-kotak dalam sekian banyak wadah, partai, aliran dan
golongan. Dan itu tetap mereka lakukan, meski di hadapan mereka ada kekuatan
nyata menyerangnya atau meski ada satu kepentingan Islam bersama menuntut
koalisi dan persamaan persepsi di dalamnya. Kepentingan kelompok dan partai atau kepentingan materi dan kekuasaan
kelihatan lebih menonjol dari pada
kepentingan Islam. Fanatisme. Mereka terjebak pada politik praktis demi
kepentingan yang sesaat.
Hal yang bertambah ganjil adalah ketika ketidak-akuran
sesama muslim, sebagian kaum muslimin menjadikan orang-orang kafir sebagai
teman karib. Mereka loyal kepada orang-orang kafir itu melebihi loyalitasnya
kepada saudara mereka sesama muslim. Mereka bergandeng tangan dengan musuh
sedang sesama saudara mereka membelakangi.
Ayat tersebut di atas memberikan suatu pengertian bahwa
kaum muslimin bila tidak merajut persaudaraan antar sesama mereka serta memutus
hubungan dengan kalangan orang-orang kafir sebagaimana diperintahkan oleh
Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Mereka justru terpecah-belah antar sesama dan kepada
orang-orang kafir mereka menjalin
hubungan mesra, maka akan lahir kekacauan besar di muka bumi, yaitu merosotnya
keimanan dan kemenangan kekufuran.
Keimanan umat Islam merosot karena mereka tidak lagi
berpegang teguh pada akidah Islam. Prinsip hidup yang diyakini dicampakkan
begitu saja. Umat Islam makin kauh dengan ajaran agamanya. Kendor dan longgar.
Umat Islam seakan-akan menjadi umat lain. Tidak berciri khas. Di sisi lain
kemaksiatan merajalela. Tumbuh jiwa-jiwa tebal yang tidak tersentuh oleh nasihat-nasihat
spiritual. Majelis-majelis pengajian sepi. Orang hanya berfikir duniawi;
materi, kenikmatan dan kekuasaan.
Pada saat yang sama, kita saksikan kekufuran
mendapatkan kemenangan. Propaganda mereka semakin terang-terangan. Gereja
tumbuh di mana-mana. Pemeluk agama Hindu dan kepercayaan makin meningkat.
Pos-pos strategis mereka kuasai. Dan hal yang paling kita khawatirkan adalah
manakala presiden kafir akan memimpin negeri ini.
Inilah berbagai dampak buruk bila kaum muslimin tidak
mengindahkan pesan Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Untuk bersatu-padu, bahu-membahu
merajut persaudaraan sesama mereka dan tidak menjalin hubungan mesra dengan
orang-orang kafir. Kekuatan umat Islam
menjadi lumpuh dan harapan yang didambakannya menjadi gagal. Firman Alloh Subhanahu
wa Ta’ala :
“Dan taatlah kepada Alloh dan
RasulNya dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi
gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Alloh beserta
orang-orang yang sabar." ( QS. Al-Anfal : 46)
Ada kelompok dan partai sebagai cermin perbedaan
pendapat di tubuh kaum muslimin memang bukan halangan untuk terajutnya
persaudaraan, selama ada niat tulus ikhlas untuk memperjuangkan Islam lewat
jalur itu, tidak menjadikan kelompok dan partai sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai sarana
perjuangan. Bila niat ini dipegang teguh niscaya antar kelompok dan partai di
tubuh kaum muslimin akan mudah berkoalisi mana kala ada kepentingan Islam yang
adil luhur. Yang menuntut untuk koalisi itu. Adakah ketulusan niat itu dalam
politik praktis dewasa ini? susahnya adalah bila materi dan kekuasaan telah
turun, prinsip perjuangan biasanya menjadi luntur, apalagi sejak awal niatnya memang tidak tulus.
Kisah tiga orang di zamannya Nabi Isa 'Alaihissalam Bisa dijadikan pelajaran. Ketiganya
adalah orang-orang baik, namun begitu
datang harta melimpah, mereka terpedaya. Mereka berusaha saling membunuh dan akhirnya mati semua.
Di bagian lain kita melihat semakin banyak kaum
muslimin masih terbelakang (bodoh)
khususnya di bidang pendidikan dan keagamaan. Di antara mereka banyak yang masih
awam terhadap ajaran agamanya. Siapakah yang akan peduli terhadap mereka ?
Maka, terus bergiat dalam berdakwah inilah jalur yang
kita pilih dan tekuni. Jutaan masyarakat muslim yang masih awam di negeri ini
adalah lowongan yang terbuka lebar bagi kita untuk memasukinya, mendidik dan
membinanya. Ini hasilnya akan lebih jelas, yaitu tumbuhnya kader-kader muslim
yang baik. Bukankah lahirnya satu orang yang mendapatkan hidayah lantaran kita
nilainya jauh lebih berharga dari pada harga unta kemerah-merahan? Bukankah
da'i adalah penerus misi nabi? Adakah kebanggaan lebih dari ini ?
Boleh jadi usia kita seluruhnya tidak akan cukup untuk
mendidik dan membina umat itu apalagi bila sebagian usia manusia itu kita
sia-siakan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Seruan Alloh Subhanahu wa Ta’ala :
"Tidak sepatutnya bagi mukmin itu
pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi tiap-tiap dari mereka
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberikan
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya." (QS. At-Taubah:2)
Imam Abdulloh bin 'Alawi Al-Haddad menyatakan bahwa
tidak ada alasan bagi orang awam untuk tidak mau belajar, sedang bagi
orang-orang berilmu tidak ada alasan baginya untuk tidak mengamalkan ilmunya
(mengajarkannya). Beliau menambahkan bahwa kewajiban mengamalkan ilmu bagi
orang berilmu hukumnya menjadi lebih tegas bila keadaan masyarakat banyak yang awam, kemaksiatan merajalela dan kekufuran meningkat (ad-Da'wah at-Tammah wa
at-Tadzkiroh al-'Ammah, hal, 10-16).
Tentang keutamaan mencari ilmu dan mengajarkannya,
Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
"Barang siapa menempuh jalan dalam
rangka mencari ilmu maka Alloh akan memudahkan baginya jalan menuju surga.
Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayapnya menaungi penuntut ilmu, karena
para malaikat itu merasa suka dengan apa yang diperbuatnya (Mencari Ilmu).
Sesungguhnya mahluk di langit dan di bumi sama memintakan ampun kepada orang
yang berilmu, hingga ikan-ikan di air. Keutamaan orang berilmu dibanding dengan
orang beribadah laksana keutamaan bulan dibanding dengan seluruh bintang-bintang.
Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Para Nabi tidak mewariskan dinar
atau dirham, namun mereka mewariskan ilmu. Barang siapa mengambil (mencari)
ilmu, dia berarti mengambil bagian yang sempurna." (H.R. Ahmad, Abu Dawud dan
Tirmidzi dari Abu Darda’ Rodliyallohu 'Anhu)
Komunitas muslim militan yang diawali dari sekelompok
orang suatu saat akan menjadi besar. Peluang menjalakan amanat ilmu,
mengamalkannya di setiap sisi kehidupan, menegakkan syariat yang indah akan
semakin besar juga, insyaAlloh. Dan bila amanat kita semakin besar tentu
tanggung jawab kita semakin besar. Karena itu kita dituntut untuk membina persatuan ukhuwah Islamiyah
sejak semula. Diharapkan ketika semua berubah menjadi lebih besar, amanat dan
tanggungjawab juga besar. Persatuan ukhuwah Islamiyah tetap kokoh dan tegar.
Amin.
Blogger Comment
Facebook Comment