Oleh: R. Abu Alamiddin Arif Wibowo
(Naibul Amin)
Dalam Tausyiyah Syahriyyah Persyadha
19 Dzul Hijjah 1433H (4 Nopember 2012)
Hamidan lillahi wa musholliyan ‘ala Rasulillahi shollallahu ‘alaihi wa sallam.
Alhamdulillah karena Taufiq, hidayah dan rahmat Allah sehingga kita
bisa bergabung dan beristiqpmah dalam jama’ah dan aktivitas
Persyarikatan Dakwah Al Haromain (Persyadha). Semoga kita bisa bergabung
dalam Persyadha ini hingga akhir hayat kita dengan benar-benar ikhlas
lillahi Ta’aala dan dengan memberikan andil yang semakin besar dari hari
ke hari dalam program dan aktivitas dakwah Islam demi tercapainya Islam
yang rahmatan lil ‘alamin, masyarakat madani, serta tegaknya syariat
Islam.
Persyadha yang sudah 21,5 tahun silam secara legal formal berdiri,
walaupun dimulai dalam bentuk yayasan yang diberi nama Yayasan Al
Haromain, sebenarnya sudah beberapa tahun sebelumnya dirintis
perwujudannya oleh Abina wa Murabbi ruhina K.H. Muhammad Ihya’ Ulumiddin
melalui majlis-majlis taklim binaan Beliau.
Dari keikhlasan, kesungguhan, istiqomah dalam perjuangan Beliau, dari
sendirian kemudian sedikit teman, dari kecil dan terpencil hingga kini,
biidznillah, jadilah Persyadha yang diberi anugerah dan amanah yang
besar oleh Allah, Persyadha yang banyak memberikan manfaat dan dipercaya
ummat. Haadza min fadli Rabby. Persyadha, dengan karakteristiknya, telah dibangun berdasar Ilmu dan Sunnatur Rasul. Persyadha menekankan pentingnya tau’iyyah (pembinaan), hal ini ditegaskan Abina melalui kalam Beliau: ”Jika yayasan ini bubar maka pembinaan harus tetap ada, tidak boleh bubar”.
Tau’iyyah diperlukan untuk menguatkan pondasi keilmuan, jika dalam
beribadah tanpa didasari ilmu maka akan mudah tersesat dan menyesatkan.
Orang ‘alim (ahli ilmu) diberi Allah derajat yang jauh lebih mulia
ketimbang sang ‘abid (ahli ibadah).
Persyadha harus didasari keikhlasan dalam setiap ‘azam,
pemikiran dan gerak langkahnya. Beliau pun pernah mengistruksikan kepada
jamaah untuk berdoa dalam sholat/qiyamul lail agar orang-orang yang
tergabung dalam jama’ah ini adalah orang yang ikhlas, dan yang tidak
ikhlas agar disingkirkan dari jamaah ini. Doa dalam instruksi ini
kelihatannya sadis, namun sebenarnya berisi tarbiyah untuk benar-benar
memurnikan keikhlasan dengan ikhlas yang sesempurna-sempurnanya. Persyadha menghargai setiap kebaikan, walau sekecil apa pun, sebagaimana Rasulullah bersabda:
لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوْفِ شَيْئًا
“Jangan meremehkan sedikitpun dari kebaikan”(HR Muslim)
Hal ini dicontohkan oleh Abina dengan menerima setiap
ilmu/pesan/ungkapan/saran yang baik sekecil apa pun dan dari siapa pun
sembari tersenyum dan kemudian disampaikan pula dalam majlis yang lebih
besar dan mengulang-ulangnya dalam setiap kesempatan yang ada. Persyadha memprioritaskan perihal yang sangat urgen, mementingkan
akhirat dari pada dunia, mendahulukan perhatian terhadap hal-hal yang
senantiasa tidak terlepas setiap hari dari pada yang belum tentu kita
bisa melakasanakannya. Hal ini terbukti dengan setiap materi
tausyiyah/taklim Abina dan buku-buku yang Beliau susun. Setiap materi
tausyiyah/taklim Beliau memantapkan aqidah dan tazkiyatul qulub tidak sekedar bermanis-manis dalam tsaqofah. Buku karangan beliau pertama adalah “Kaifa Tusholliy”
(Tuntunan Sholat Menurut Riwayat Hadits). Ibadah sholat merupakan amal
yang paling urgen yang kita harus segera melaksanakannya, yang
terus-menerus kita kerjakan dalam setiap hari, tidak seperti puasa,
hajji, penegakan khilafah atau yang lainnya. Rasulullah pun bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ بِصَلاَتِهِ فَإِنْ
صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ
وَخَسِرَ
“Sesungguhnya pertama kali yang dihisab dari seorang hamba adalah
sholatnya; apabila sholat itu baik maka sungguh ia beruntung dan
sukses. Dan jika sholatnya rusak maka sungguh ia merugi”(HR Nasai/465 dari Abu Huroiroh ra)
Namun demikian, Persyadha tidak meninggalkan dan meremehkan ibadah
lain maupun setiap aktivitas yang baik. Abina pun pernah mengajarkan
kepada kita tentang hukum dan tatacara sholat dalam perang. Sampai
sekarang materi-materi yang telah Beliau susun dalam bentuk buku,
nasyrah, suhuf, catatan-catatan sudah sangat cukup komplit, tentang
sholat, sholat berjama’ah, Tawajjuhat, Kaifa Tahsinul Wudlu, masalah
qunut, puasa, zakat, hajji, tafsir-tafsir, pemikiran-pemikiran, strategi
dakwah, berjama’ah, berekonomi, berkeluarga dan berumah tangga, dsb.
Apakah kita masih mempertanyakan: “Mana materi pembinaan kita?”.
Pertanyaan ini tidak keluar, kecuali dari orang yang tolol dan kurang
bersyukur. Maka Saudaraku, amalkan dan sampaikan kepada saudara-saudara
dan orang-orang di sekitar kita materi/ilmu yang kita terima selama ini,
kita akan merasakan manfaat ilmu itu dan akan lebih mensyukurinya.
Persyadha menghormati orang-orang yang berjasa dan pernah berjasa
walaupun secuil dan sekelumit jasa itu. Persyadha menghargai jasa para
pioner, walaupun para penerus berbuat yang lebih baik. Sekali lagi,
Abina selalu mengingatkan sabda Rasulullah:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
“Bukanlah sunnah kami orang yang tidak mengasihi orang kecil kami,
tidak memuliakan orang yang lebih tua kami dan tidak mengerti hak orang
alim di antara kami”(HR
Dan dalam qoidah:
الْفَضْلُ لِلْمُبْتَدِى وَإِنْ أَحْسَنَ الْمُقْتَدِى
“Keutamaan (tetap milik) perintis meski penerus berbuah (lebih) baik”
Beliau selalu memberikan contoh menyambung tali silaturahim dan
mengundang murid-murid Beliau yang awal-awal yang sudah lama tidak ikut
taklim secara rutin lagi dalam suatu kesempatan-kesempatan. Kini, biidznillah, Persyadha telah diamanahi dengan banyak cabang
Ma’had, Lembaga Pendidikan, Majlis Ilmi/Taklim, dll, telah banyak yang
bergabung, telah banyak yang ditugaskan, telah banyak melahirkan
generasi-generasi. Semuanya itu adalah anugerah Allah, rahmat, dan
ni’matNya yang patut kita Syukuri dan harus kita jaga kelestariannya.
Seyogyanya bagi generasi penerus mengakui dan menghargai setiap jerih
payah para pendiri dan generasi terdahulu dan berbuat yang lebih baik
dari sebelumnya, dengan melakukan pengembangan-pengembangan. Dan
kedurhakaan jika generasi penerus ini tidak mampu menjaga kelestarian
Persyadha beserta aset-asetnya, Sumber Daya Insan (SDI), Sumber Daya
Akal-Pemikiran (SDP), Sumber Daya Alam (SDA), maupun Sumber Daya
Finansial (SDA).
Persyadha dari hari ke hari tahun ke tahun pasti menemui segala
cobaan/ rintangan/hambatan/gangguan/musuh dan sebagainya, dengan itulah
jama’ah ini akan diberi prestasi oleh Allah. Hal ini sudah menjadi
sunnatullah sebagaimana do’a para Ribbiyyun dalam surat Ali Imran 147:
وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوْا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
ذُنُوْبَنَا وَإِسْرَافَنَا فىِ أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا
وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ
“Dan tidak ada do’a mereka selain ucapan: Ya Tuhan kami,
ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang
berlebih-lebihan dalam urusan kami, dan tetapkanlah pendirian kami, dan
tolonglah kami (agar bisa mengalahkan) kaum yang kafir”
Tersirat dari doa ini, bahwa jika kita masih kecil hambatan kita
kecil berkisar diri kita, antara lain malas, lemah, lesu, lalai, ingkar,
dsb. Namun kalau kita sudah cukup besar maka tantangan pun semakin
besar sehingga menguji apakah kita tsabat atau tidak. Dan tatkala kita
benar-benar sudah puncak dalam perjuangan maka harus siap menghadapi
musuh-musuh besar yang senantiasa memusuhi Islam, Allah, dan RasulNya.
Wallahu yatawallal jamii’a biri’ayatihi.
Blogger Comment
Facebook Comment