Al-Mu’tashim Edisi 151 Tahun XIII, Dzulhijjah 1430 H -
Nopember 2009 M.
Oleh: Abi Ihya Ulumuddin
اَوَلَا يَرَوْنَ اَنَّهُمْ يُفْتَنُوْنَ فِى كُلِّ عَامٍ مَرَّةً
اَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوْبُوْنَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُوْنَ
“Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik)
memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, namun
mereka (tidak) juga bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?”
QS At-Taubah: 126.
Mengomentari teks
ayat “di uji sekali atau dua kali...” Imam Ibnu Asyur menuturkan, "Sesungguhnya Alloh selalu menurunkan musibah dan bencana atas mereka
(orang-orang munafiq madinah) berulang-ulang kali. Ini adalah hal yang tidak
lumrah dan tidak pernah terjadi serta dialami oleh umat manapun. Tentu saja
ini adalah kehendak Alloh guna mengingatkan akan keburukan prilaku mereka
terkait hak-hak Alloh. Mereka tidak mengikuti jalan petunjuk dan masih saja
menentang dakwah Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam. Andai mereka diberikan taufik niscaya akan tersadar dari kealpaan dan selanjutnya mengerti
bahwa segala yang menimpa mereka setiap tahun tidak lain sebagai akibat rasa
nyaman berbusana kemunafikan. Yang berupa sekian banyak serangan penyakit,
kerusakan aset-aset kekayaan, hama-hama yang menyerang tanaman, dll..." (Lihat at
tahrir wa at tanwir juz 11/67.
Ayat ini
menjelaskan kepada kita kehidupan orang-orang munafik madinah dalam segala hal
yang jauh dari standar makmur karena kehidupan mereka dilingkari oleh
banyaknya musibah dan bencana yang menimpa diri, keluarga dan harta benda yang
mereka miliki. Setiap tahun lebih dari sekali bencana menimpa mereka. Ini
berbeda dengan para shahabat yang meski pada awal merintis kehidupan di madinah
jauh dari standar makmur tetapi dalam waktu relatif singkat kehidupan mereka
berubah secara ekonomi. Selain kondisi ekonomi yang sakit parah, kaum munafik
madinah pada saat itu secara mental juga seringkali jatuh karena banyak sekali
ayat-ayat suci Al-Quran diturunkan mengungkapkan kebobrokan moral mereka. Hal
demikian menjadikan mereka senantiasa waspada dan terus dicekam kekhawatiran.
Al-Quran telah mengabadikan kejatuhan mental yang mereka alami.
يَحْذَرُ اْلمُنَافِقُوْنَ أَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُوْرَةً تُنَبِّئُهُمْ
بِمَا فِى قُلُوْبِهِمْ قُلِ اسْتَهْزِؤُآ إِنَّ اللهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُوْنَ
“Orang-orang yang munafiq itu takut akan diturunkan terhadap mereka suatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi
dalam hati mereka, katakanlah kepada mereka “teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap
Alloh dan Rosul-Nya)” sesungguhnya Alloh akan mengungkapkan apa yang kamu
takuti itu” Qs At Taubat: 64
Meski kejatuhan
mental dan bencana secara fisik memiliki arah dan maksud tujuan yang sama yakni
agar kaum munafik bisa sadar, akan tetapi secara spesifik terbongkarnya
rahasia kebobrokan kaum munafik agar umat Islam bisa membuat langkah
antisipatif. Sedangkan kehidupan yang tidak makmur, banyak terdera masalah,
penuh konflik dan bencana yang menyerang secara khusus menjadi peringatan keras
bagi mereka supaya segera mau bertaubat dan mengambil pelajaran. “... dan mereka tidak( juga) bertaubat dan
tidak (pula) mengambil pelajaran”.
Jika bagi
orang-orang munafik ketika itu, kehendak Alloh berupaya realitas sering
terjadinya bencana yang melanda memiliki tujuan agar mereka mau bertaubat serta
beriman kepada Alloh dan Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam maka secara
umum seringnya bencana melanda pada diri pribadi, suatu komunitas dan bangsa
tertentu juga menjadi peringatan keras bagi pribadi, komunitas dan bangsa
tersebut agar mau kembali kepada Alloh Azza wa Jalla. Mau menetapkan
hukum-hukum Alloh sebagai pedoman hidup berkeluarga, bermasyarakat dan
bernegara. Ukuran sering di sini sangat jelas, yaitu dalam waktu setahun terjadi
sekian banyak musibah dan bencana “...sekali atau dua kali setiap tahun...” sehingga
menjadi tidak lazim. Dari standar ini maka negeri kita tercinta ini termasuk
dalam daftar komunitas bangsa yang harus sadar dan kembali pada ajaran Islam
selaku satu-satunya agama yang diridloi Alloh. Dalam jangka waktu setahun
seringkali bangsa ini menangis karena musibah dari banjir, luapan lumpur
lapindo, jebolnya situ gintung, dll. Khusus bencana gempa bumi maka dalam 2009
tercatat sudah 4 kali terjadi gempa bumi. Kamis, 1 oktober 2009, gempa denga
ukuran 7 SR, melanda Jambi. Rabu, 30 september 2009, gempa dengan kekuatan 7,6
SR melanda Sumbar dan menelan korban ribuan orang. Sabtu, 19 september 2009 gempa
dengan kekuatan 6,4 SR menggoyang Bali dengan korban 7 orang mengalami luka-luka.
02 septembar 2009, gempa dengan kekuatan 7,3 SR terjadi di Tasikmalaya Jawa
Barat dengan korban sebanyak 46 tewas dan korban luka lebih dari 100 orang.
Jika terus ditarik ke belakang maka akan semakin banyak daftar gempa bumi yang tak kunjung
berhenti melanda bumi Indonesia dalam
rentang lima tahun ke belakang, termasuk gempa bumi di Jogja yang menelan ribuan
jiwa atau di Aceh yang diikuti Tsunami sehingga menelan korban manusia dengan
angka yang cukup tinggi, 180 ribu, sungguh sangat memilukan.
Bencana yang
datang bertubi-tubi ini semestinya menyadarkan bangsa Indonesia akan kesalahan
dan keteledoran terkait hak-hak Alloh yang harus dipenuhi sebagai sebuah
bangsa yang mayoritas beragama Islam. Sebagai manusia yang meyakini tiada Tuhan
selain Alloh dan Nabi Muhammad adalah utusan Alloh, hatinya harus terusik dan
merasa resah bertanya mengapa Alloh Azza wa Jalla seringkali menurunkan
siksanya kepada bangsa ini, bukankah kami ini adalah bangsa yang beriman?.
Selanjutnya membuka dan membaca ayat demi ayat Al-Quran karena keyakinan bahwa
Al-Quran adalah makhraj, solusi segala masalah. QS At-Taubat: 126 di
atas adalah solusi karena mengingatkan kita akan kondisi orang-orang munafik
yang banyak tertimpa bencana dalam rentang waktu yang tidak lama sebagai akibat
pembangkangan. Bukan malah latah mengikuti solusi-solusi kaum tidak beriman
dengan hanya membuat analisa-analisa ilmiah sebab terjadinya gempa, kemudian
memikirkan bagaimana menyelamatkan diri dari bahaya gempa. Alloh Azza wa Jalla telah memberikan peringatan “maka apakah penduduk negeri-negeri itu,
merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu
mereka sedang tidur?, Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari
kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari naik ketika mereka
sedang bermain?” QS Al-A’raf: 97-98.
Ini artinya tidak
ada solusi guna menghadapi 'adzab dari Alloh kecuali bertaubat, menyadari
kesalahan dan kembali kepada Alloh. Ketika menjelaskan peristiwa Qarun, Alloh
menegaskan: “maka kami benamkanlah Qorun bersama rumahnya ke dalam bumi, maka
tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap adzab Alloh. Dan
tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat membela dirinya)” QS
Al-Qashash: 81. Tidak ada lagi yang paling mendesak untuk segera dilakukan agar
bangsa ini segera terlepas dari keterpurukan dan serangan bencana yang terus-menerus datang kecuali Taubat Nasional. Pemimpin negeri ini tidak cukup dengan
hanya menjelaskan telah melakukan segala upaya dan memaparkan langkah yang akan
dilakukan guna menanggulangi bencana. Lebih dari itu pemimpin sebagai manusia
yang beriman harus memberikan instruksi kepada masyarakat beriman agar bersama
bertaubat kepada Alloh. Mengagungkan dan menggemakan dzikir-dzikir pujian
atas-Nya. Memperbanyak bacaan istighfar, permohonan ampunan. Dalam kondisi
seperti ini, istighosah tidaklah cukup. Karena istighosah maknanya
adalah meminta dan meminta. Secara logika saat sang majikan marah maka
permintaan justru semakin membuatnya
marah. Hal paling efektif meredakan kemarahan adalah memohon maaf dan
pujian kepada-Nya.
Mobilisasi dari
penguasa kepada rakyat agar bertaubat dan beristighfar sebagai aksi
menanggulangi seringnya terjadi bencana (gempa) sejarahnya dapat ditilik dari
penguasa adil masa lalu, Umar bin Abdul Aziz Rodliyallohu 'Anhu. Ketika sempat terjadi gempa
maka beliau segera menulis surat kepada seluruh gubernur “Sesungguhnya gempa ini
adalah suatu siksaan Alloh. Karena itu barang siapa yang memiliki sesuatu maka
hendaknya ia bershodaqoh sebab Alloh telah berfirman “Sungguh beruntung
orang yang mau membersihkan diri (berzakat) dan menyebut nama Tuhannya, lalu
melakukan shalat” QS Al-A’la: 14-15. Selanjutnya Umar bin Abdul Aziz Rodliyallohu 'Anhu menentukan hari
di mana masyarakat harus berkumpul dan bersama membaca istighfar para Nabi
berikut ini:
- Istighfar Nabi Adam 'Alaihissalam.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا
وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ
”Keduanya berkata ‘Ya Tuhan kami kami telah
menganiaya diri kami sendiari, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan
memberi rahmat kepada kami, niscaya kamilah termasuk orang-orang yang merugi” QS Al-A’raf:23.
- Istughfar Nabi Nuh 'Alaihissalam:
وَاِلَّا تَغْفِرْلِى وَتَرْحَمْنِى أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ
“...dan sekiranya Engkau tidk memberi
ampunan kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku niscaya aku akan
termasuk orang-orang yang merugi” QS Hud: 48.
- Istighfar Nabi Yunus 'Alaihissalam.
لَآإِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ
“bahwa
tidak ada Tuhan selain Engkau, maha suci Engkau, sesungguhnya akuadalah termasuk orang-orang yang dzalim”. QS. Al-Anbiya’:87.
Blogger Comment
Facebook Comment