Oleh: Abi Ihya Ulumuddin
(Al Mu’tasim Edisi 123 Th XI 1428 H / 2007)
“ Berangkatlah kamu baik dalam
Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan
dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui”. (At-Taubah : 41)
Abudh-Dhuha Muslim bin Shubeh,
seperti diriwayatkan oleh Sufyan Ats-Tsaury dari ayahnya, mengatakan bahwa ayat
ini adalah ayat pertama yang diturunkan dari surat At-Taubah. Ayat ini tidak
lain adalah mobilisasi umum (An-Nafiirul-'Aam) dari Alloh supaya seluruh orang
beriman, tua atau muda, sulit atau mudah, atau dalam keadaan apapun, berangkat
berperang bersama Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam menuju medan Tabuk
untuk memerangi kaum kafir yaitu para tentara romawi. Ada perbedaan pendapat
dalam masalah ayat ini; "tiada dosa (lantaran tidak berjihad) atas
orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit..." QS At-Taubah: 122,
tetapi menurut Imam Al-Qurthuby, pendapat yang shohih adalah bahwa ayat ini
tidak terhapus. Abu Tholhah Al-Anshory Rodliyallohu 'Anhu menyatakan: Ayat ini
menegaskan bahwa Alloh tidak menerima alasan siapapun untuk tidak berjuang
membela dan menyebarkan agamanya, apapun keadaannya, siapapun statusnya, tua
ataupun muda. Ayat inilah yang terus menjadi pelecut semangat Abu Tholhah untuk
terus berjihad, kendati usianya sudah udzur. Anas bin Malik Rodliyallohu 'Anhu
berkisah: Abu Tholhah membaca surat At-Taubah dan sampai pada ayat seruan
berjihad ini, lalu dia segera berkata kepada anak-anaknya: Wahai anakku!
Siapkan perlengkapan perang untukku. Anak-anaknya berkata: Wahai ayah, semoga
Alloh merohmatimu, engkau telah berjihad bersama Rosululloh Shollallohu 'Alaihi
wa Sallam hingga beliau wafat, engkau juga telah berjihad bersama Abu Bakar,
bersama Umar hingga kedua beliau itu wafat, sekarang biarkanlah kami yang
berperang sebagai penggantimu! Abu Tholhah Rodliyallohu 'Anhu membantah: Tidak
anakku, tolong siapkan peralatan perang untukku! Akhirnya Abu Tholhah yang
sudah berusia senja itu berangkat menuju medan peperangan. Dalam perjalanan di
tengah lautan Abu Tholhah akhirnya meninggal dunia, tak ada pulau, tak ada
daratan untuk menguburkan jenazahnya, setelah tujuh atau sembilan hari pasukan
Islam baru menemukan daratan dan menguburkan jenazah Abu Tholhah, selama itu
pula jenazah Abu Tholhah Rodliyallohu 'Anhu tidak berubah sama sekali.
Semangat berjihad di kalangan
shohabat memang sungguh sangat luar biasa, jauh sebelum perang Tabuk, tepatnya
pada perang Uhud, seorang shohabat yang buta, Amar atau yang lebih dikenal
dengan Abdulloh bin Ummi Maktum meminta: Saya adalah lelaki buta, karenanya
serahkanlah bendera perang kepadaku, sebab jika pembawa bendera melarikan diri
maka seluruh pasukan akan melarikan diri, adapun diriku maka aku akan tetap
berada di tempat, karena aku tidak mengerti ada musuh yang menyerangku. Sayang
permintaan ini tidak diberikan dan pada perang Uhud tersebut bendera pasukan
Islam dibawa oleh Mush'ab bin Umair yang akhirnya gugur sebagai syahid dalam
perang tersebut. Semangat dan keberanian berjibaku dalam medan peperangan di
kalangan shohabat juga diwarisi oleh generasi setelahnya, Sa'I'd bin Musayyib,
seorang dari generasi Tabi'in yang juga menantu Abu Huroiroh Rodliyallohu 'Anhu
tetap semangat ikut dalam barisan pasukan Islam kendati sebelah mata beliau
telah buta, saat itu dikatakan kepada beliau: Anda orang yang tidak sehat!
Sa'I'd menjawab: Alloh telah menyerukan kepada setiap orang beriman apapun
keadaannya, jika memang aku tidak bisa berperang maka paling tidak aku bisa
memperbanyak jumlah serta bisa menjaga perlengkapan pasukan. Juga disebutkan
bahwa dalam pertempuran membebaskan Syam, dalam barisan pasukan Islam ada
seorang yang sudah tua renta dan sudah memutih alisnya, dikatakan kepadanya:
Wahai paman, bukankah anda sudah tua dan Alloh membebaskanmu dari kewajiban
jihad ini! Orang tua itu membantah: "Wahai anakku, kita sekalian
diperintahkan supaya berangkat berjihad, apapun kondisinya."
Dari kisah-kisah di atas dapat
dimaklumi bahwa memang surat At-Taubah ayat 41 tidak dihapus atau dinasakh, dan
apalagi dalam kondisi tertentu, +jihad itu wajib dilakukan oleh semua orang,
yaitu ketika musuh sudah menyerang dan memasuki negeri Islam.
Komentar ayat
Berjuang
di jalan Allah, memang beragam model dan bentuknya, ada perang, mengajarkan
ilmu agama, berdakwah dan lain sebagainya,akan tetapi perjuangan di jalan Allah
tersebut secara geris besar bervokus dengan dua hal yaitu:
- Jihad Bil Anfus.
Yaitu berjuang dengan memanfaatkan semua potensi diri yang dimiliki,baik
fisik seperti kekuatan tubuh untuk berperang atau fikiran untuk belajar dan
mengajarkan ilmu-ilmu Allah. Jihad bil Anfus ini bisa di lakukan apabila
seseorang memiliki semangat dan keberanian tinggi untuk menghadapi dan
menundukan tantangan yang pasti akan datang mengahadang, rela menderita, rela
di cela, dan rela mengahadapi segala kesusahan dan kesedihan. Jihad ini akan
sukses jika seseorang mampu menanamkan jiwa pengabdian kepada Allah, menyadari
sepenuhnya behwa segala derita yang ia dapati tidaklah sia-sia, semua ada
nilainya disisi Allah, yakin sepenuhnya bahwa kemenangan perjuangan pasti akan
akan datang, sebab “jika kalian menolong Allah maka Allah pasti menolong
kalian” QS Muhammad: 7, hanya saja seseorang tidak boleh tergesa-gesa untuk
segera mendapatkan kemenangan itu, semuana harus melalui proses dan membutuhkan
waktu, karena itu ada satu skap yang harus selalu di ambil dalam setiap saat
dan setiap kesempatan; sikap itu tidak lain adalah keberanian, yaitu berani
mengambil segala resiko, apapn bentuk dan jenisnya serta berapapun lamanya,
“apakah kalian menyangka akan masuk surga sebelum datang kepada kalian apa yang
datang kepada orang-orang sebelum kalian, mereka ditimpa kemiskinan,penyakit
serta diliputi rasa taku hingga utusan dan rang-orang beriman yang bersama
bertanya : kapankah pertolongan Allah itu?, ingatlah bahwa pertolongan Allah
itu dekat (pasti datang)” QS Al Baqoroh: 214, Khobbab bin Al Arot bercerita :
kami berkata kepada Rosululloh : wahah Rosululloh, mengapa engkau tidak berdoa
dan memohon kemenangan untuk kita? Rosululloh solallohu alaihi wasallam
menjawab : “sesunggunya orang sebelum kalian harus menerima siksaan berupa
gergaji diletakkan diatas kepalanya, lalu gergaji itu berjalan membelahnya
sampai kekaki, tetapi hal itu tidak membuatnya berpaling dari agamanya, adapula
dari mereka yang dagingnya di kelupas dari tulangnya dengan sisir-sisir dari
besi, tetapi hal itu tidak membuatnya berpaling dari agamanya” Rosululloh sholallohu
alaihi wasallam melanjutkan : “Demi Alloh, Alloh pasti memberi anugrah
kepada agama ini hingga salah seorang kalian akan berjalan dari Shon’a ke
Hadhromaut dengan aman tanpa rasa takut kecuali kepada Alloh dan takut kepada
srigala akan karena dombamu, akan tetapi sayang kalian adalah kaum yang
tergesa-gesa” HR Bukhori.
- Jihad Bil Amwal
Harta memang bukan segalnya, perjuangan di jalan Alloh juga tidak boleh
di sandarkan kepada harta, akan tetapi tanpa harta benda, perjuangan tidak akan
berjalan maksimal, pentingnya posisi harta benda dalam perjuangan ini tergambar
jelas dalam sabda Rosululloh Sholallohu alaihi wasallam :
مَا نَفَعَنِيْ مَالٌ كَمَالِ أَبِي بَكْرٍ
“tiada harta yang memberi manfaat kepada
ku seperti hartanya Abu Bakar” HR Ibnu Majah.
Karena itulah islam, dalam hal ini Al Quran, banyak memberikan bimbingan
soal harta benda, tidak hanya dari mana harta itu harus di ambil, tetapi
kemanakah harta benda itu akan di belanjakan, meski pada kenyataanya sedikit
orang yang mengikuti bimbingan Al Quran dari mana dia harus mengambil harta,
sementara dari yang sedikit itu juga banyak yang salah saat kemana dia
mambelanjakan harta benda. Salah satu bimbingan islam soal membelanjakan harta
itu adalah agar harta juga sebagian di belanjakan untuk perjuangan, perjuangan
menegakkan kebenaran, menghidupkan dan menyebarkan agama Alloh, “Dan
berinfaklah di jalan Alloh dan jangan jatuhkan diri kalian dalam kehancuran” QS
Al Baqoroh : 195. Abu Ayyub Al Anshori Rodiallohu anhu berkata : kehancuran (Tahlukah), adalah
hanya sibuk mengurusi keluarga dan harta bendanya saja serta meninggalkan
berjuang di jalan Alloh.
Setara tersirat anjuran dan bimbingan agar membelanjakan untuk
kepentingan agama Alloh, tak lain adalah ajaran supaya seorang yang beriman itu
memiliki sifat kedermawanan,
menggunakan kelebihan harta untuk bersedekah (zakat sudah maklum), membangun
masjid, membangun pesantren, menyantunu faqir miskin, memelihara anak yatim,
atau kalau tidak ada perang maka mengalirkan dananya kepada lembaga-lembaga
pendidikan islam, memperhatikan kesejahteraan para dai guru-guru ngaji dan
semacamnya. Yang perlu di perhatikan disini adalah bahwa kedermawanan, akan lebih
bermanfaat jika di arahkan kepada penbinaan daripada hanya di fokuskan kepada
sarana fisik saja. Banyak umat islam yang bersemangat dan sangat dermawan
ketika ada masjid, mushola atau pesantren di bangun, padahal yang lebih penting
dari itu semua adalah bagaimana membangun kehidupan dan kesejahteraan bangunan
tersebut.
Untuk bisa memiliki kaberanian dan kedermawanan, seseorang harus
menyingkirkan sejauhnya kedua sifat yang menjadi lawan dari dua sifat tersebut,
dua sifat itu adalah kikir dan penakut, dan untuk terhindar dari dua
sifat ini seseorang memang harus melatih diri, sebab dua sifat ini berpotensi
untuk tumbuh subur dalam diri setiap orang, karena itulah Rosululloh sholallohu
alaihi wasallam secara khusus memohon perlindungan dari kedua sifat ini
Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah dalam Al Jawabul Kafi / 66 menulis; “kikir dan
penakut itu bersamaan atau memiliki persamaan dalam sama tidak bisa memberi
manfaat kepada orang lain, jika tidak bisa memberi semangat dengan badan
(Anfus) maka itu namanya penakut, sedang jika tidak memberi manfaat dengan
harta (Amwaal) maka itu namanya kikir.”
Jika seseorang telah mampu berjihad dengan diri dan harta benda maka itu
sangat lebih baik baginya, andaikan dia mengerti dan memahami, Rosululloh Sholallohu
alaihi wasalla, bersabda yang
artinya : “Allah menjamin orang yang berjihad di jalan Alloh akan di masukkanya
kedalam surga jika orang itu meninggal dunia”.
Blogger Comment
Facebook Comment