Jadilah Manusia Yang Cerdas



Notulen : Ust. Shabieq
Untuk download audionya silahkan klil (DISINI)

عن شداد بن أوس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال الكيس من دان نفسه وعمل لما بعد الموت والعاجز من أتبع نفسه هواها وتمنى على الله الأماني



Dari Syaddad bin Aus rodliyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda:
"Orang yang cerdas adalah orang yang bisa mengintropeksi diri dan beramal untuk bekal setelah meninggal. Orang yang lemah adalah orang yang senantiasa menuruti hawa nafsunya banyak mengkhayalkan angan-angan atas Allah"

Al-Kayyis secara etimologi memiliki beberapa arti:
yang pertama adalah Seorang yang berakal (al-Aqil), dan yang kedua adalah tidak gegabah, berhati-hati dalam segala urusan (husnutta’anny fil umur)

Seorang yang kayyis dalam dirinya patut dipercaya dalam pemahaman apa saja dan mesti memberikan manfaat. Ia adalah seorang yang cerdas dan didukung sekian karakter lain yang melengkapi dirinya. Seorang yang cerdas didukung pula kesabaran yang tinggi, maka cerdas dalam otak belaka tapi pemarah belum bisa disebut cerdas dalam istilah ini.

Bahkan Rasulullah justru memiliki definisi lain untuk merepresentasikan apa itu kayyis. Seperti yang terungkap dalam hadits diatas. Bahwasanya menurut Rasululloh Sholallohu 'alaihi wasallam, orang yang cerdas adalah orang yang "dana nafsahu". Ungkapan ini memiliki sekian arti, seperti yang dipaparkan dibawah ini :
1. Kegigihan dalam melakukan ketaatan (Da-aba nafsahu alattho’ah)

Hal ini tidak semudah itu bisa dilakukan, kecuali melalui proses yang kita lakukan. Proses yang tak sebentar dan terus berkesinambungan. Sehingga hal ini pada akhirnya terbentuk menjadi sebuah kebiasaan.

Ketaatan bisa kita proses dengan senantiasa berdzikir dimulai melalui dzikir lisan. Dengan pengulangan, agar terwujud kekokohan, sehingga timbul cahaya. Wirid dan doa seharusnya terus konsisten dibaca tidak perlu gonta-ganti dalam bacaan dan jumlahnya. Ibarat menggali sumur, maka perlu terus menerus tidak pindah-pindah tempat sehingga pada akhirnya bisa mengeluarkan air.

2. Intropeksi diri (Haasaba Nafsahu)
Diceritakan bahwasanya dulu kala ada seorang sholeh melakukan muhasabah sampai orang sholeh tersebut mencatat seluruh apa yang dikatakan dan dilakukannya disepanjang hari. Jika apa yang ia lakukan itu kesalahan maka ia segera minta ampun dan bertaubat. Jika apa yang ia lakukan harus disyukuri maka ia akan bersyukur. Ia tidak akan bisa tidur sebelum bermuhasabah terlebih dahulu.

Seorang shaleh bahkan mengevaluasi bukan hanya dalam masalah perkataan dan perbuatan, akan tetapi evaluasi yang ia lakukan melainkan sampai pada lintasan-lintasan hati. Seperti contoh, Abuya sendiri melakukan muhasabah diri di setiap hari, tiap pagi hari Abuya akan memikirkan apa yang akan dibutuhkan dan akan dilakukan pada hari itu.
Contoh lain, Mbah Ma’shum Lasem dimana beliau memiliki sabuk besar, dikala ada orang yang bertamu ingin memberi beliau uang. Mbah Ma’shum akan bertanya :
"ini untuk yang kanan apa yang kiri ? yang kanan untuk saya, yang kiri untuk pondok"
berikut diatas adalah beberapa contoh dari para Alim Ulama'

3. Menghinakan nafsu (adzallaha), membuatnya sebagai budak (ista’badaha), dan mengalahkannya (qoharoha).

Seorang diciptakan dengan berbekal nafsu ammaroh bissu', nafsu yang selalu memerintah untuk melakukan kejelekan dan larangan agama. Akan tetapi jikalau kita terus mengawal nafsu ammaroh itu sehingga terjadi kesesuaian antara perkataan dan perbuatan, maka nafsu ammaroh tersebut lambat laun  akan menjadi nafsu lawwamah. Dimana Nafsu Lawwamah adalah nafsu  yang sudah bisa dikendalikan akan tetapi pada suatu saat ia juga terjerambab dalam melakukan kejelekan dan dosa. Kemudian jika nafsu lawwamah ini berlangsung terus menerus, tidak menjadi kemungkinan kalau nafsu pada akhirnya akan menjadi muthmainnah. Dimana nafsu muthmainnah adalah nafsu yang tenang dalam ketaatan.
Beberapa cara menundukkan nafsu sehingga bisa menjadi nafsu lawwamah adalah senantiasa membesarkan rasa takut kepada Allah, memahami bahwa Allah adalah Dzat yang memiliki sifat kebesaran (jalal) seperti Maha Memaksa, Maha menyiksa, Amat pedih siksanya, dll.
Sebagaimana Alloh Berfirman :

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ 40
فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ 41

Artinya :"Dan adapun orang yang takut dihadapan kebesaran Tuhannya dan menahan jiwanya dari keinginan yang rendah (hawa nafsu), maka sesungguhnya taman (sorga) tempat kediamannya".(S.An-Nazi'at, ayat 40-41)


Dan kemudian mengingat firman Allah:

(27). يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
Hai jiwa yang tenang.
(28). ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
(29). فَادْخُلِي فِي عِبَادِي
Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,
(30). وَادْخُلِي جَنَّتِي
dan masuklah ke dalam surga-Ku.

As-Syariah. Seseorang hidup mesti terikat dengan syariat, sehingga seseorang tersebut bisa sampai disebut sebagai mukallaf. Syariat ibarat sebuah pondasi yang demikian penting dalam sebuah bangunan. Meski memang setelah bangunannya berdiri, orang-orang lebih suka berbicara tentang tampilan fisiknya bukan pondasi yang telah menopangnya.

Maka orang yang cerdas, menurut Nabi bukan sekedar seorang doktor atau professor, akan tetapi lebih dari itu. Ia adalah orang yang memiliki sekian kriteria diatas, bukan sekedar cerdas secara akal pikiran belaka.

Selain itu, orang yang cerdas juga sosok yang senantiasa beramal untuk kepentingan selepas mati. Sebab telah kita ketahui bahwa seseorang siapapun itu pasti pada akhirnya akan mati. Jika hal ini disadari sepenuhnya, maka orang yang cerdas semestinya menyiapkannya sedemikian rupa. Sebab kehidupan ini akan berakhir hanya di salah satu dari dua tempat, jika tidak di surga berarti di neraka. Tidak ada opsi yang ketiga.

Akan tetapi pada umumnya orang lalai dan lupa tentang hal ini, sehingga ia baru tersadar dikala kematian menjemputnya. An-Nas niyam waidza matu intabahu, 'manusia sedang terlelap dan dikala ia mati, ia baru bangun tersadar'
.
Seseorang akan mati, disana ia akan melewati sebuah kehidupan yang amat berbeda. Dimana debu disana menjadi tempat tidurnya, ulat menjadi temannya, kuburan menjadi kediamannya, perut bumi menjadi tempat menetapnya, kiamat menjadi tempat kembalinya. Seseorang yang cerdas seharusnya memikirkan hal ini, menyiapkannya semaksimal mungkin, tidak menjuruskan perhatian kecuali dalam hal ini. Bagaimana berusaha menjadikan surga sebagai tempat kembali.


Jangan menganggap kematian masih lama. Kematian adalah sebuah hal yang pasti terjadi, maka ia adalah hal yang begitu dekat. Karena yang disebut lama hanyalah hal yang tidak akan datang.

Hati sebenarnya amat dekat sekali dengan Allah. Akan tetapi hati akan jauh dari Allah jika didalamnya terdapat hijab hati. Hijab hati yang dimiliki seorang mukmin adalah mencintai dunia dan takut mati. Seseorang yang mengidap penyakit ini telah terserang virus yang bernama wahn (cinta dunia dan takut mati). Sehingga banyak dijumpai orang yang berani menjual agama hanya demi kesenangan dunia.

Dan seorang yang bodoh, al Safih, -Akan tetapi disini Rasulillah menggunakan bahasa santun yakni al-Ajiz (orang yang lemah) bukanlah Al Safih. Mereka demikian gegabah dalam segala urusan. memperturuti nafsunya, tak menganggap dosa sebagai sebuah dosa, tak mau mempersiapkan dirinya, tak mau bertaubat, akan tetapi ia masih menganggap bahwa Allah itu Maha pengampun. Mereka masih berkhayal masuk surga. Mereka hanya mengandalkan Syahadat untuk meraih surga. Mereka berharap dengan syahadat tersebut, barangkali mereka akan dimasukkan surga. Sungguh harapan yang begitu tidak relevan dengan kenyataan yang ada. Telah kita ketahui semua bahwa sebelum masuk ke surga manusia tersebut akan di bersihkan dahulu di dalam neraka.Hal yang perlu kita ketahui disini adalah bahwasanya Surga tidak itu gratis saudara, dan dunia bukanlah gurauan belaka.

Seorang yang senantiasa melakukan peperangan dalam dirinya. Peperangan antara tiga kubu: kubu agama, kubu hawa nafsu, kubu akal pikiran. Kadang kubu nafsu berkolaborasi dengan akal, kadang berkolaborasi dengan watak buruk. Ketika kubu agama kalah setan akan menelusup masuk, menguatkan pertahanan nafsu dan watak buruk. Ya, Peperangan ini kadang dimenangkan oleh kubu agama, kadang dimenangkan oleh hawa nafsu.

Akhir dari catatan ini, semoga kita dimudahkan menjadi orang yang cerdas, cerdas menurut pandangan Rasul, tidak cerdas dari sisi akal saja. amin

Semoga bermanfaat.
Share on Google Plus

About Ma'had Al Inshof Al Islami

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment