MENETAPI PEMBELAJARAN HAJI


Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka.” (QS. Al Hajj: 27-28)

Agama islam dibangun atas lima hal dasar, 1) Syahadat, 2) Sholat. 3) Zakat, 4) Puasa, 5) Haji. Inti dari lima hal tersebut adalah Dzikrulloh, mengingat Alloh. Terdapat misi dalam pembelajaran – pembelajaran dari lima madrasah tersebut, yakni seseorang yang bertaqwa sampai pada ketaqwaan yang sesungguhnya (Ittaqulloh sampai Haqqo Tuqootih). Misi tersebut akan lulus/tercapai melalui proses masing-masing. Apa cukup dengan lulus saja? masing-masing dari kita perlu dipertanyakan jika lulus, apa nilai yang didapatkan. Apakah nilai tertinggi Saabiqun Bil Khoirot (Berlomba-lomba dalam kebaikan), atau nilai cukup Muqtashid (Pertengahan) atau jika tidak mendapat dua nilai tersebut malah mendapatkan nilai dibawah standard ketaqwaan Dhoolimun Li Nafsih (Menganiaya diri sendiri)?
MENETAPI PEMBELAJARAN HAJI
doc. AnNuha Production

Di bulan Dzulhijjah, terdapat amalan dari salah satu madrasah islam, yakni ibadah haji. Abuya Al Habib Muhammad bin Alawy Al Maliki Al Hasani dalam buku beliau Fi Rihab Al Bait Al Harom cetakan pertama tahun 1399 H / 1979 M mengatakan: “Dalam sekolah haji seorang muslim mendapatkan faidah sekian banyak hal-hal positif berupa akhlaq yang baik dan nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi dimana ia bisa mempelajari dan mempraktekannya. Hal demikian karena sesungguhnya ia mengetahui bahwa dosanya tidak akan pernah diampuni, celanya tidak akan pernah bisa tertutupi, kesalahan-kesalahannya tidak akan bisa terhapus, amalnya tidak akan diterima, dosa-dosanya akan keluar seperti saat ia dilahirkan ibunya dan ia akan menjadi termasuk ahli surga kecuali jika hajinya mabrur. Hajinya tidak akan mabrur kecuali jika ia berhaji lalu tidak berkata kotor dan tidak pula berbuat fasiq.” Pengecualian dalam perkataan Abuya Muhammad memberikan pengertian bahwa di dalam madrasah haji terdapat kurikulum akhlaq yang seorang hamba apakah bisa lulus dengan baik atau tidak di dalamnya.
Sebelum memasuki kurikulum akhlaq, di dalam madrasah haji terdapat kurikulum tidak melihat diri (‘Adamu Ri’ayatun Nafs). Seorang hamba berangkat melaksanakan ibadah dengan pengakuan diri sebagai hamba dengan semurni-murninya. Melaksanakan ibadah haji sesuai dengan perintah-perintah Alloh berkaitan apapun yang dilakukan sampai sesuatu yang dipakai. Dalam ibadah haji, seseorang yang dalam kesehariannya memakai pakaian dinas masing-masing baik berdasi, ber-jas mahal, kemeja atau gaun mewah dengan properti-properti atau aksesoris-aksesoris yang menghias diri, seluruhnya ditinggalkan dan diganti dengan dua lembar kain yang itupun tidak dijahit.
Semuanya bertemu dalam sebuah tempat dengan latar belakang berbeda-beda namun dalam kondisi yang sama. Keadaan demikian mengajarkan manusia untuk mengerti bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa. Belum lagi saat ziarah kepada Rosululloh Shollolloohu ‘Alaihi Wasallam. Semakin terlihat bahwa kita bukanlah siapa-siapa. Bagaimana tidak, setiap manusia pernah melakukan satu hal yang Rosululloh Shollolloohu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah melakukannya sama sekali, yaitu berbohong. Sebuah pembelajaran yang bisa kita ambil dari perkataan Ir. Soekarno, presiden pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia lepas dari unsur politik atau pribadinya, saat ia ziarah ke Rosululloh Shollolloohu ‘Alaihi Wasallam, ia mengatakan: Kita semua pemimpin dan semua pemimpin pasti pernah berbohong, kecuali satu orang ini (Rosululloh Shollolloohu ‘Alaihi Wasallam) yang tidak pernah berbohong. Maka saya berhak untuk menghormatinya,” dan diceritakan bahwa ia mulai dari babus salam sampai ke makam Rosululloh Shollolloohu ‘Alaihi Wasallam dengan cara merangkak. Wallohu A’lam.
Setelah kurikulum tidak melihat diri dalam madrasah haji, seperti perkataan Abuya Muhammad Al Maliki bahwa “Hajinya tidak akan mabrur kecuali jika ia berhaji lalu tidak berkata kotor dan tidak pula berbuat fasiq”. Kurikulum akhlaq adalah pelajaran selanjutnya. Tidak cukup seorang hamba merasa selesai dengan rangkaian amalan haji yang dilakukan di tanah haram. Adalah dimaklumi seseorang berharap membawa hasil dan bonus dari yang telah dilakukan dengan perjuangan baik jiwa, raga ataupun harta, untuk ia tidak kembali atau pulang dengan tangan hampa atau tidak memiliki apapun. Dalam Nashroh tausiyah Abina Ihya’ Ulumiddin, dalam Kurikulum akhlaq dalam sekolah haji, di jelaskan “jika ia mengetahui bahwa hasil dan bonus itu tidak bisa diperoleh keculi dengan akhlaq yang diridloi dan adab-adab syari’at maka pasti ia akan memantapkan dirinya guna berlatih agar bisa mempraktekkan akhlaq tersebut.”
NYENENGNO UWONG, NGUWONGNO UWONG, NGGATEKNO UWONG, ORA NGGELAKNO UWONG” (menyenangkan orang lain, menghargai orang lain, memperhatikan orang lain, tidak menyakiti / mengecewakan orang lain), sering Abina Ihya’ sampaikan dalam nasihat-nasihat beliau. Akhlaq seorang muslim kepada muslim lainnya, yang kalimat tersebut mudah terbaca ataupun terucap namun tidak semudah dalam melaksanakannya. Saat seorang hamba mampu memraktekannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan sendirinya apapun yang berkaitan dengan lisan ataupun tangan (perbuatan), tidak akan sampai terjadi saling mencaci, memusuhi, menjauhi, memotong silaturrohim, merendahkan, iri hati dan sebab-sebab fitnah. Yang tercipta adalah suasana saling mencintai, berbelas kasih, membantu, menyantuni dan bersikap toleran yang merupakan buah mulia dari perpaduan beberapa akhlaq mulia seperti sikap bijak, sabar, memafkan disaat mampu membalas, tawadlu’ (rendah hati) dan dermawan.
Demikianlah, dalam madrasah haji seseorang menjalani proses untuk mencapai Haqqo tuqootih dengan sekian banyak pembelajaran yang dapat diambil dan diharapkan lulus dengan nilai tertinggi yakni Saabiqun Bil Khoirot. Karena taqwa itu sendiri saat seseorang itu “NGERTI (mengerti) lan NGELAKONI (mengamalkan).” Saat kita mengetahui, maka kita harus menetapi, ‘Arafta Fal Zam.
Walloohu Yatawallal Jamii’ Biri’aayatih


Ummu Aisyah El MahDie
Share on Google Plus

About Ma'had Al Inshof Al Islami

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment