Hidup Mulia Atau Mati Syahid

Zaid bin Haritsah, Jafar bin Abi Tholib,  Abdullah bin Rowahah dikala melakukan pertempuran Mu'tah pada akhirnya meninggal dunia. Rasulillah memberitakan kematian ketiga tokoh ini padahal Rasulillah berada di Mekkah sementara mereka bertiga berada di Syiria.
Kejadian seperti ini biasa disebut sebagai "thoyyul ardli" (melipat bumi). Seolah Rasulillah shallallahu alaihi wasallam menyaksikan secara langsung tragedi perang Mu'tah, padahal jarak antara Mekah dan Syiria amat jauh. Ada lagi istilah yang lain yakni "thoyyul waqti" melipat waktu yang pernah di alami Rasulillah dikala Isra' Mi'raj.
Para Wali Songo dulu konon juga seringkali melakukan perkumpulan di Gua Pamijahan Tasikmalaya, padahal kebanyakan wali songo tinggal di Jawa tengah dan Jawa timur. Sayyidina Umar juga pernah mengalaminya, suatu saat beliau tiba-tiba berteriak di atas mimbar, "Wahai para prajurit, Naik Gunung!" ternyata beliau sedang memberikan komando kepada para prajurit yang sedang bertempur di tempat yang jauh.
Hidup Mulia Atau Mati Syahid
id.shabestan.ir

Sebenarnya tiga tokoh yang disaksikan gugur oleh Rasul itu, sebelum berangkat telah mendapatkan isyarat dari Rasulillah dalam Sabda beliau. "Komandan perang kalian adalah Zaid bin Haritsah, jika ia terbunuh maka Ja'far bin Abi Tholib, jika ia terbunuh maka Abdullah bin Rowahah, jika ia terbunuh maka pilihlah komandan yang kalian sepakati". Selepas mendengar seruan ini, meleleh air mata Abdullah bin Rowahah. Ia amat mengkhawatirkan bagaimana dirinya. Padahal bisa dipahami bahwa seruan semacam itu tiada mengandung makna kecuali adalah sebuah kabar gembira tentang mati syahid. Sebuah kemuliaan yang diidamkan oleh seluruh sahabat Rasul. Tapi begitu, Ibnu Rowahah masih saja mengkhawatirkan dirinya.
Kita hidup kita tak boleh merasa aman. Sehingga tak pernah bosan dikala sholat kita mohonkan kepada Allah berulang-ulang konsistensi dalam petunjuk. Ihdinasshirothol mustaqim. Berilah kami konsistensi petunjuk pada jalan yang lurus. Yakni Islam secara maknawi dan Jembatan Shiroth secara fisik. Maka manusia hidup harus berusaha mengolah hati sedemikian rupa sehingga sampai pada titik nol. Tak lagi merasa sebagai apa. Karena tak ada yang menjamin kita mendapatkan sentosa kelak di akhir masa.
Para Sahabat memang begitu mengidamkan mati Syahid. Yang menjadi visi mereka adalah hidup mulia atau mati syahid. Tapi hal itu bagi kita barangkali masih sebatas motto belaka. Sebatas bangga memakai kaos bertuliskan "isy kariman aw mut syahidan". Namun belum bisa mempraktekkan semua itu dalam ranah nyata. Perjuangan para Sahabat untuk Islam begitu luar biasa, maka apa yang kita perjuangkan demi Islam masih belum ada apa-apanya dibandingkan apa yang dipersembahkan para Sahabat dulu. Sehingga kita tak boleh merasa telah memperjuangkan sebuah hal yang mengagumkan untuk Islam.
Wallahu a'lam.
-msbk-











Share on Google Plus

About Ma'had Al Inshof Al Islami

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment