Ambisi yang Mulia

Ambisi yang Mulia


Ambisi yang MuliaKebahagian seseorang akan semakin bertambah, berkembang, dan mengakar adalah manakala ia mampu mengabaikan semua hal sepele yang tak berguna. Karena, orang yang berambisi tinggi adalah yang lebih memilih akhirat.

Syahdan, seorang ulama salaf memberi wasiat kepada saudaranya: “Bawalah ambisimu itu ke satu arah saja, yakni bertemu dengan Alloh, bahagia di akhirat, dan damai di sisi-Nya.”

“Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi bagi Alloh.” (QS. Al-Haqqah: 18)

Tidak ada ambisi yang lebih mulia selain ambisi yang demikian itu. Apalah arti sebuah ambisi yang hanya tertuju pada kepada kehidupan ini saja. Karena, semua itu hanya bermuara pada ambisi untuk meraih kedudukan, jabatan, emas, perak, anak-anak, harta benda, nama besar dan kemasyhuran, istana-istana dan rumah-rumah besar yang kesemuanya ini akan musnah dan sirna. Alloh ta’ala menggambarkan salah satu sifat musuh-musuh-Nya, yakni kaum munafik sebagaimana berikut: “Sedangkan yang segolong lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri. Mereka menyangka yang tidak benar terhadap Alloh.” (QS. Ali-Imron: 154). Begitulah, mereka hanya berambisi memuaskan hawa nafsu, perut, dan syahwat mereka. Maka, mereka pun tak memiliki ambisi yang lebih tinggi dari pada itu.

Syahdan, tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaiat para sahabat di bawah suatu pohon, ada seorang munafik yang justru meninggalkan baiat itu untuk mencari untanya yang berwarna merah. Dan orang itu berkata: “Aku akan lebih bahagia dengan menemukan untaku daripada aku ikut baiat yang kalian lakukan itu.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun berkata: “Kalian semua mendapat ampunan, kecuali pemilik unta merah ini.” Bahkan, orang munafik seringkali tak hanya ingin menyesatkan dirinya sendiri, tetapi juga acapkali mengajak para sahabat yang lain. Terbukti, mereka misalnya pernah berkata: “Tak usahlah kalian berangkat perang pada saat panas-panas begini.” Maka, Alloh pun menimpali demikian: “Katakanlah, api neraka Jahanam itu jauh lebih panas.” (QS. At-Taubah: 81). Orang munafik yang lain pernah berkata: "Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah." (QS. At-Taubah: 49). Itulah orang munafik. Dia hanya memikirkan keuntungan pribadi saja. “Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah.” (QS. At-Taubah: 49).

Baca Artikel Lainnya : Sedekah Membuat Hati Menjadi Lapang

Selain itu, orang munafik selalu mencemaskan harta dan keluarganya saja. Terbukti, mereka pernah berkata: “Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan bagi kami.” (QS. Al-Fath: 11). Demikianlah, semua ambisi dan keinginan mereka itu sangat rendah sekali dan tak bernilai. Dan, ambisi seperti itu  hanya akan dikejar oleh orang-orang bodoh yang tak berharga. Lain halnya dengan para sahabat yang agung karena mereka selalu mengharapkan keutamaan dan keridhaan dari Alloh ta’ala.

Pahamilah Harga yang Kita Sedihkan!

Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda: “Bagiku, mengucapkan ‘Subhanallah, Alhamdulillah, La ilaha illallah, Allahu akbar’, adalah lebih aku senangi daripada sesuatu yang terkena sinar matahari (dunia).”

Seseorang dari salafussalih pernah mengatakan tentang orang-orang kaya, istana-istana, rumah-rumah megah, dan harta mereka sebagaimana berikut: “Kami makan dan mereka juga makan. Kami minum dan mereka pun juga minum. Kami melihat dan mereka juga melihat. Namun kami tidak akan dihisab ketika mereka dihisab.”

"Pada malam pertamaku di alam kubur terlupakan.
Istana-istana Kharwarniq dan harta karun Anukisra."

Ketika Allah ta’ala berfirman: “Dan, sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya.” (QS. Al-An’am: 94). Orang-orang yang beriman berkata: “Dan, benarlah Alloh dan Rasul-Nya.” (QS. Al-Ahzab: 22). Sedangkan orang-orang munafik berkata: “Alloh dan rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami selain tipu muslihat.” (QS. Al-Ahzab: 12).

Kehidupan kita adalah cerminan dari apa yang kita pikirkan. Artinya, semua hal yang kita pikirkan dan kita hayati akan sangat berpengaruh pada kehidupan kita, baik ketika bahagia maupun sengsara.
Sebuah sindiran mengatakan: “Bila kita tak beralas kaki, lihatlah orang yang betis buntung, karena anda dapat mensyukuri kedua kakimu.” Seorang penyair berkata: “Kegundahan tak akan penuhi relung hatiku sebelum ia menjadi kenyataan, dan kalaupun benar terjadi, aku takkan merasa gelisah sedikit pun.”
Share on Google Plus

About tdmenha pujon

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment