Semerbak Cinta Bermahar Surga Part 1

Semerbak Cinta Bermahar Surga Part 1


Rosululloh SAW. bersabda: “Aku masuk surga lalu kudengar sebuah suara dihadapanku ternyata aku berhadapan dengan Al-Ghumaisha’ bintu Milhan.”

Al-Ghumaisa’ atau Ar-Rumaisha’ adalah panggilan untuk Ummu Sulaim. Tapi, nama sebenarnya adalah Sahlan. Sementara nama terkenalnya adalah Ummu Sulaim, suami beliau tidak berada di rumah. Namun, ketika suami Ummu Sulaim yang bernama Malik bin Nadhor pulang dan kembali bersama istrinya, amarahnya seketika memuncak. Amarah Malik sangat memuncak kepada Ummu Sulaim karena Ummu Sulaim telah beriman kepada Alloh. Iman telah masuk ke dalam hatinya dan mendarah daging dalam jiwanya. Begitu marahnya nadhor seraya berkata: “apakah engkau sudah tidak setia pada agama nenek moyangmu?” Dengan tenang dan penuh keyakinan,Ummu Sulaim menjawab: “Aku bukan tidak setia ,tapi aku telah beriman kepada Alloh dan Rosululloh.” Tak hanya sebatas perkataannya saja yang diucapkan Ummu Sulaim, tapi Ummu Sulaim juga menuntun dan menyuruh anaknya yang bernama Anas bin Malik untuk beriman kepada Alloh dan Rosululloh.

“Ucapkanlah wahai Anas, anakku. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Alloh dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Alloh.” Anas pun menurutinya dan mengucapkan syahadat. Hal ini membuat Malik semakin naik darah dan berkata: “Jangan kau rusak anakku!” Dengan bijaksana Ummu Sulaim menjawab: “Sesungguhnya aku tidak merusaknya justru aku menunjukkan kebenaran kepadanya.”


Semerbak Cinta Bermahar Surga Part 1Dengan membawa gumpalan amarah, Malik bin Nadhor kembali ke Syam. Namun, di tengah perjalanan Malik bertemu musuhnya dan dibunuh oleh musuhnya. Kala berita kematian suaminya sampai kepada Ummu Sulaim, maka Ummu Sulaim berkata: “Tidak apa-apa. Aku tidak akan menyapih Anas hingga dia sendiri yang tidak mau menetek. Dan aku tidak akan menikah lagi hingga Anas yang menyuruhku untuk menikah.”



Ummu Sulaim sangat menyanyangi Anas bin Malik. Perhatian Ummu Sulaim terfokus pada pendidikan Anas. Ummu Sulaim mengajari Anas untuk mencintai Nabi Sholallohu ‘alaihi wassalam dan Islam. Setelah Nabi Sholallohu ‘alaihi wassalam tiba di Madinah sebagai Muhajir, Ummu Sulaim mendatangi Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam sambil membawa anaknya dan berkata: “Wahai Rosululloh, ini Unais (nama kecil Anas). Aku mendatangi Engkau, agar dia mengabdi kepada Engkau. Maka berdo’alah bagi dirinya.” Rosululloh SAW. mendo’akan Anas dengan do’a: “Ya Alloh perbanyaklah harta dan anaknya.”

Saat itu Anas masih anak-anak dan belum mencapai usia baligh, namun Anas memiliki kecerdasan dan kepandaian. Anas mendapat bimbingan dan pengasuhan di rumah Rosululloh SAW. Ummu Sulaim memenuhi janji yang pernah dia ucapkan terhadap dirinya sendiri untuk memfokuskan diri pada pendidikan anaknya. Karena begitu memfokuskan diri terhadap anaknya, Ummu Sulaim mendapat julukan “Ummul Yatim Al-Waqiyyah” yang bermakna ibunya anak yatim yang setia. Dan Ummu Sulaim dido’akan oleh putranya Anas, dengan do’a: “Semoga Alloh memberikan balasan kebaikan kepada ibuku karena dia telah mengasuhku dengan baik.”

Suatu hari datanglah seorang pria bernama Abu Thalhah Al-Anshory hendak meminang Ummu Sulaim. Disinilah Ummu Sulaim membuat pertimbangan.  Ummu Sulaim berfikir, karena Abu Thalhah masih musyrik. Akhirnya, Ummu Sulaim menawarkan kepada Abu Thalhah bahwa dirinya mau dinikahi dengan syarat Abu Thalhah masuk Islam dan beriman kepada Alloh. Dan Ummu Sulaim menyuruh Abu Thalhah untuk menemui Rosululloh SAW. Abu Thalhah pun menyetujuinya dan menemui Rosululloh SAW. Ketika Rosululloh berada diantara para sahabat. Abu Thalhah memberitahukan apa yang dikatakan Ummu Sulaim. Ummu Sulaim berpesan kepada anaknya untuk menikahkan Abu Thalhah dan ibunya (Ummu Sulaim) dengan mahar keislaman Abu Thalhah. Dari pernikahan Ummu Sulaim dan Abu Thalhah inilah, Ummu Sulaim mendapat julukan “Akramun Nas Mahran” yang bermakna orang yang bermahar sangat mulia. Dengan pernikahan Ummu Sulaim dan Abu Thalhah keduanya meraih kebahagiaan. Abu Thalhah menjadi suami mukmin yang baik, mukhlis dan mulia serta senantiasa menjaga janjinya. Karena kemuliaannya sebagai seorang istri Ummu Sulaim pun dijuluki “Zaujatul Karim.”

Baca Artikel Lainnya : Dari Hati Sampai ke Hati

Betapa luar biasanya kisah Shohabiyah Ummu Sulaim diatas. Lantas pelajaran dan hikmah apakah yang bisa diteladani dari kisah diatas? Diantaranya adalah:

1. Keteguhan seorang Ummu Sulaim untuk mempertahankan dan memperjuamgkan Islam tanpa takut kehilangan apapun dalam kehidupannya. Ia berani memperjuangkan Islam didepan suaminya, bahkan ia juga menyuruh putranya untuk beriman kepada Alloh dan mengikuti ajaran Rosululloh SAW. 

2. Pendidikan Ummu Sulaim terhadap putranya (Anas bin Malik) agar teguh dan terpatri dalam hatinya akan keimanan dan kecintaan kepada Alloh dan Rosululloh.

3. Mahar yang disyaratkan kepada Abu Thalhah menjadi dakwah yang akan dikenang sepanjang zaman. Bagaimana Ummu Sulaim membuat seseorang yang musyrik menjadi Islam hingga menjadi shohabat Rosululloh SAW.

Lalu bagaimanakah dengan kita? Wahai kaum wanita pada zaman ini? Apa yang sudah kita lakukan untuk mendakwahkan Islam? Sudahkah kita teguh pada agama Islam ini? Sudahkah kita berakhlak dengan Akhlak seorang muslimah sejati? Bagaimana pula dengan pendidikan kita terhadap anak kita? Sudahkah kita mendidik anak kita untuk senantiasa memupuk rasa cintanya kepada Alloh dan Rosululloh? Bagaimana pun juga seorang ibu merupakan madrasah pertama bagi anaknya? Seorang ibu yang ditiru akhlak dan prilakunya oleh sang anak? Dan seorang ibulah yang bertanggung jawab membentuk kepribadian anak.
Di tahun baru Hijriyah 1438 H, inilah saatnya kaum wanita untuk Islah dan mendidik anak untuk senantiasa menanamkan kecintaan kepada Alloh, Rosululloh dan Islam.

Wallohu a’lam bishowab

By: Uss El-Adiba

Share on Google Plus

About tdmenha pujon

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment