Dari Hati Sampai ke Hati
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Allah azza wajalla berfirman :
وَإِنَّهُ لَتَنْزِيْلُ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَزَلَ بِهِ الرُّوْحُ اْلأَمِيْنُ عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُوْنَ مِنَ الْمُنْذِرِيْنَ
“Dan sesungguhnya Alqur’an adalah benar-benar diturunkan secara berangsur-amgsur oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar Ruh al Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan“ ( QS As Syuara’: 192-194 )

Ar Ruuh al Amin : Ar Ruuh adalah laqab atau gelar malaikat Jibril as. Adapun al Amiin adalah sifat dari Ar Ruuh. Maknanya malaikat Jibril adalah yang dipercaya Allah untuk menyampaikan wahyu kepada para nabi alaihimussalaam. Digelari Ar Ruuh karena Jibril menjadi sebab hati orang-orang mukallaf hidup dengan cahaya makrifat dan ketaatan.
Kendati zam-zam hanya air tetapi Allah telah membuatnya istimewa sehingga ia memiliki keunggulan daripada air lain yang ada di muka bumi ini. Hajar Aswad, betapapun hanya sebuah batu, akan tetapi ketika Allah sudah berkehendak memuliakan maka batu itupun menjadi mulia. Dan salah satunya kelak memberikan kesaksian yang meringankan kepada seluruh orang yang pernah mengusapnya. Ka’bah, meski hanya berbentuk bangunan sederhana akan tetapi Allah telah memuliakannya sehingga bangunan sederhana yang dibangun oleh Nabi Ibrahim as ini dijadikan kiblat kaum muslimin, menjadi begitu mulia dan dalam waktu dua puluh empat jam senantiasa dikelilingi oleh manusia yang berthawaf.
Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid al Aqsha juga dikehendaki oleh Allah sebagai masjid yang termulia di muka bumi ini dengan perbedaan pahala shalat jauh melebihi shalat di masjid-masjid lain. Shalat di Masjidil Haram seratus ribu kali lebih baik, di Masjid Nabawi seribu kali lebih baik dan di Masjid al Aqsha lima ratus kali lebih baik daripada shalat di masjid-masjid lain.
Tanah Makkkah dan Madinah juga dikehendaki oleh Allah sebagai tanah haram,tanah yang dimuliakan di mana berbuat baik di dalamnya memiliki nilai lebih tinggi daripada berbuat baik di luar tanah haram. Begitu pula sebaliknya berbuat buruk di dalamnya juga memiliki dampak dosa yang lebih berat daripada berbuat dosa di luar tanah haram. Hal inilah salah satu alasan Sayyidina Abdullah bin Abbas ra memilih tinggal di luar tanah haram dan memilih menjalani kehidupan di Tha’if.
Adalah Rasulullah Saw yang sudah dikehendaki Allah sebagai manusia dan makhluk termulia, tentu memiliki sekian banyak kemuliaan yang sungguh sangat luar biasa sehingga tiada kemampuan bagi siapapun manusia untuk bisa menulisnya secara lengkap. Kemuliaan Rasulullah Saw salah satunya adalah kesiapan beliau dalam menerima wahyu dari Allah azza wajalla. Ayat di atas menegaskan bahwa wahyu itu diturunkan oleh Allah secara bertahap (tanziil) selama kurang lebih 23 tahun melalui penghulu malaikat, Jibril Ar Ruuh al Amiin yang turun kepada Nabi Muhammad Saw 24 ribu kali atau menurut versi lain 27 ribu kali. Sementara hanya turun kepada seluruh Nabi alaihimussalaam tidak lebih dari 3000 kali.
Berbeda dengan hasil survey atau penglihatan mata yang terkadang mengandung kesalahan dan bahkan bertolak belakang dengan kenyataan, wahyu adalah sesuatu kebenaran mutlak yang tidak bisa dibantah. Ia adalah pengetahuan yang sebenarnya dan pasti (Makrifat Haqiqiyyah). Membantahnya adalah kebodohan karena wahyu datang dari Allah Maha Agung melalui malaikat Jibril yang terpercaya. Jadi membantah atau meragukan sebagian atau seluruh isi Alqur’an yang merupakan wahyu adalah kebodohan dan suatu bentuk dosa besar yang mengeluarkan pelakunya dari lingkaran keimanan.
Wahyu itupun diturunkan tidak ke dalam fikiran, tetapi ke dalam hati manusia paling utama, hati baginda Nabi Muhammad SAW yang wajib pula diyakini sebagai hati manusia yang paling bersih karena telah empat kali menjalani operasi penjernihan, yaitu; saat berusia empat tahun dan masih tinggal bersama Halimah As Sa’diyyah, ketika berumur sepuluh tahun, ketika akan diangkat menjadi nabi dan saat hendak diisra’kan.
As Sayyid Muhammad al Maliki menjelaskan: "Ketahuilah bahwa seluruh riwayat tentang pembelahan dada dan dikeluarkannya hati (jantung) Rasulullah Saw adalah sesuatu hal yang wajib diterima tanpa perlu usaha memalingkannya dari hakikat karena masih termasuk dalam kepatutan kuasa (Allah) sehingga semua itu bukanlah hal yang mustahil".
Diantara hal yang dilakukan oleh tim malaikat yang mengoperasi adalah membersihkan bagian setan dari hati Rasulullah Saw serta memenuhinya dengan ilmu dan hikmah. Jadi hati Rasulullah Saw adalah hati yang paling suci yang menerima kitab suci melalui penghulu malaikat sebagai makhluk yang suci dari Dzat Maha Suci, Allah Maha Pengasih.
Menerima dan memahami wahyu dengan hati juga merupakan salah satu keistimewaan Rasulullah Saw di antara para nabi yang seluruhnya menerima kitab dalam bentuk tertulis pada lembaran-lembaran serta hanya dalam sekali kesempatan. Inilah kesitimewaan Alqur’an yang berasal dari tradisi bacaan yang dihafalkan dalam hati dan baru kemudian beralih dalam tulisan.
Hati yang suci yang menerima kitab suci dengan perantara makhluk suci dari Dzat Maha suci, semua ini agar Rasulullah SAW tampil sebagai termasuk orang-orang yang memberikan peringatan. Di sini diambil pelajaran bahwa yang mesti dilakukan oleh seorang da’i adalah membersihkan hati. Seorang da’i harus menargetkan bisa memiliki hati yang bersih (Qalbun Salim) dari segala penyakit hati seperti riya’, hasud, sombong dan turunannya seperti marah, membenci, mendendam dsb di mana di antara upaya yang bisa dilakukan adalah mendekatkan hati dengan Alqur’an seperti halnya Alqur’an pertama kali diturunkan ke dalam hati Rasulullah Saw. Artinya seorang da’i harus memiliki wirid Alqur’an dengan membaca Alqur’an secara urut dan target khatam dalam sekian hari, minggu atau bulan. Kedekatan dengan Alqur’an secara langsung juga memperkuat keimanan sebagai modal utama dalam berdakwah ilallah.
Dari ayat di atas, selain membersihkan hati juga diambil pelajaran bahwa seorang da’i mesti belajar secara terus menerus berdakwah, memberikan peringatan, dan menyampaikan nasehat dengan hati seperti dikatakan dalam hikmah:
مَا خَرَجَ مِنَ الْقَلْبِ وَصَلَ إِلَى الْقَلْبِ وَمَا خَرَجَ مِنَ اللِّسَانِ كَانَ حَدُّهُ اْلآذَانَ
"apa yang keluar dari hati akan sampai ke hati dan apa yang hanya keluar dari lidah maka hanya akan sampai di telinga."
Baca Artikel Lainnya : Sedekah Pintu Surga
Jadi jika selama ini kita semua telah mengetahui bahwa memberikan nasehat harus dengan hati maka ayat di atas adalah dasar dari prinsip yang telah sekian lama kita mengenalnya. Untuk bisa berdakwah dengan menyampaikan nasehat yang baik (al mau’izhah al hasanah) maka perlu memperhatikan hal berikut :
- Seorang da’i harus senantiasa menjaga kehidupan, kesehatan dan kekuatan hati yang bisa diraih dengan kekuatan hubungan dengan Allah (shilah qawiyyah billaah) berupa shalat malam yang berkesinambungan dan intensitas dzikir yang tinggi sebagaimana pesan Allah kepada Nabi Musa dan Nabi Harun alaihimassalam: “Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayatKu, dan janganlah kalian berdua kendor dalam mengingatKu” .
- Seorang da’i harus berusaha sekuat tenaga menjadi yang terdepan dalam kebaikan yang diserukan sekaligus menjadi manusia yang paling menjauh dari kemungkaran yang dilarangnya.
وَاجْعَلْـنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا
“Dan jadikanlah kami sebagai yang terdepan dari orang-orang yang bertaqwa (ahli melakukan kebaikan) “
=والله يتولي الجميع برعايته=
Blogger Comment
Facebook Comment