Hidup Bersama dan Memuliakan Orang Mulia
Jalan Kelapangan Tangga Kemuliaan
Allah ta’ala berfirman:
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا إِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
“Wahai orang-orang yang beriman jika dikatakan kepada kalian: “Berikanlah kelapangan dalam majlis-majlis!” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan kepada kalian. Dan jika dikatakan: “Bangkitlah kalian maka bangkitlah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberikan ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan” (QS al Mujadilah: 11)

Adalah para sahabat radhiyallahu anhum. Mereka sangat mencintai Rasulullah Saw dan senantiasa berebut untuk berada dekat dengan beliau, terutama di saat majlis-majlis ilmu dan dzikir. Tentu saja pada suatu saat orang-orang yang semestinya berada di depan terpaksa di belakang atau bahkan tidak kebagian tempat. Sementara di lain pihak Rasulullah Saw juga mengajarkan supaya memuliakan orang-orang mulia, para tokoh, dan orang-orang pandai cendikiawan yang di antara wujud nyatanya adalah memberikan kesempatan mereka untuk duduk dekat dengan beliau Saw sebagaimana beliau bersabda:
لِيَلِيَنِيْ مِنْكُمْ أُولُو الْأَحْلَامِ وَالنُّهَي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمُ...
“Agar berada di sampingku dari kalian orang-orang yang pandai dan berakal, kemudian orang yang mendekati mereka, kemudian orang yang mendekati mereka…”
Ketika para sahabat duduk bersama Rasulullah Saw sesuai dengan tingkatan mereka. Rasulullah Saw biasanya mempersilahkan Abu Bakar ra duduk di sebelah kanan dan Umar ra duduk di sebelah kiri beliau Saw. Sedang Utsman ra dan Ali ra biasanya duduk di depan beliau karena keduanya juga sekaligus sebagai penulis wahyu.
Selain para sahabat empat tersebut, termasuk kelompok yang mendapat prioritas untuk duduk dekat dengan Rasulullah Saw dalam majlis adalah para sahabat yang turut hadir dalam perang Badar. Imam Muqatil mengatakan:
Saat itu hari jum’at, Nabi Saw sedang berada di Shuffah (emperan Masjid Nabawi) dalam kondisi tempat yang sempit (karena banyak orang.). Beberapa orang yang ikut ambil bagian dalam perang Badar (asshhaabu badr), termasuk di antara mereka adalah Tsabit bin Qoes bin Syammas, hadir. Sayang sekali mereka harus tetap berdiri di belakang lurus dengan (tempat di mana) Nabi Saw sedang duduk). Mereka terus menerus berdiri karena tidak ada seorang pun yang telah hadir terlebih dahulu memberikan tempat kepada mereka. Nabi Saw sendiri yang senantiasa memuliakan orang-orang yang ikut ambil bagian dalam perang Badar pun akhirnya merasa berat hati sehingga beliau Saw bersabda kepada beberapa orang yang duduk: “Bangkitlah wahai fulan, bangkitlah wahai fulan!” beberapa orang sesuai dengan jumlah asshhaabu badr yang hadir dan masih berdiri karena tidak kebagian tempat. Tentu tidak bisa dihindari orang-orang yang diperintahkan agar berdiri untuk memberi tempat asshhaabu badr merasa berat hati di mana oleh Nabi Saw itu bisa dilihat dari wajah-wajah mereka. Kejadian inilah yang kemudian menjadi sebab diturunkannya firman Allah di atas.
Kisah ini bukan lantas bisa difahami bahwa setiap orang boleh diminta berdiri untuk kemudian tempat duduknya ditempati orang lain. Tetap tidak demikian halnya karena Rasulullah Saw telah menegaskan bahwa orang yang duduk terlebih dahulu lebih berhak dengan tempat duduknya daripada orang lain. Beliau Saw bersabda:
لَا يُقِيْمُ الرَّجُلُ الرَّجُلَ مِنْ مَـجْلِسِه ثُمَّ يَجْلِسُ فِيْهِ وَلكِنِ افْسَحُوْا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ
“Janganlah seseorang menyuruh orang lain berdiri dari tempat duduknya kemudian ia duduk di tempat tersebut, tetapi berikanlah kelapangan niscaya Allah melapangkan kalian”
Akan tetapi sebagaimana teks hadits ini dan ayat di atas; “…Berikanlah kelapangan dalam majlis-majlis!...”, orang yang terlebih dahulu duduk itu hanya diminta untuk bergeser dan memberikan ruang duduk bagi orang yang baru datang. Terutama jika orang yang baru datang tersebut adalah para tokoh dan orang-orang yang seharusnya dimuliakan seperti para ulama ahli ilmu dan ahli keutamaan. Maka jika memang tidak mungkin meluaskan, akan sangat baik melakukan aksi sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw di atas untuk menyambut kedatangan para sahabat yang ikut ambil bagian dalam perang badar. Dan kiranya aksi ini dengan sangat jelas diajarkan pada tekstual ayat di atas, “…jika dikatakan kepada kalian: “Berikanlah kelapangan dalam majlis-majlis!” maka lapangkanlah…. Dan jika dikatakan: “Bangkitlah kalian maka bangkitlah… “
1. Bahasa tafassahu memiliki makna usaha sebisanya agar memberikan tempat kosong agar orang yang baru datang bisa mendapati ruang untuk duduk , meski dengan harus saling berhimpitan satu sama lain.
2. Agar memuliakan orang-orang mulia dari orang-orang shaleh, para ulama, dan para tokoh mulia atau orang-orang tua yang datang, hadir dan atau tinggal di antara kita. Rasulullah Saw bersabda:
لَيْسَ مِنْ أُمَّتِى مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيْرَنَا وَ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
“Bukanlah termasuk dari ummatku orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak mengasihi yang lebih muda dan tidak tahu hak orang alim”
إِذَا أَتَاكُمْ كَرِيْمُ قَوْمٍ فَأَكْرِمُوْهُ
“Bila datang kepada kalian orang mulia suatu kaum maka muliakanlah!”
3. Jika bisa memberikan keluasan kepada orang lain niscaya Allah akan memberikan keluasan di dunia berupa rumah yang luas atau rizki yang luas (banyak) dan keluasan di akhirat berupa surga yang seluas langit dan bumi. Atau Allah akan melapangkan hatinya serta juga melapangkan kuburnya.
Baca Artikel lainnya :"Bisik-Bisik Sedekah"
4. Melihat salah satu versi sebab turunnya ayat yang terkait dengan ajaran memuliakan orang-orang yang hadir dalam perang Badar serta mengamati redaksi ayat,”…maka Allah akan meninggikan orang-orang beriman dan orang-orang yang diberikan ilmu pengetahuan beberapa derajat…” yang maksdunya adalah orang-orang beriman yang mau dengan rela hati memberikan ruang atau memberikan tempatnya untuk ditempati orang-orang yang dimuliakan oleh Allah, bisa diambil pelajaran bahwa hidup bersama, bergaul secara baik dan memuliakan orang-orang shaleh memberikan manfaat bagi kehidupan dunia yang lapang, semua masalah akan dibereskan oleh Allah serta juga akan meraih ketinggian derajat di dunia dan di akhirat.
5. Selain itu, ayat ini juga mengingatkan bahwa termasuk orang yang dimuliakan dan diangkat derajatnya beberapa derajat oleh Allah azza wajalla adalah orang yang berilmu. Oleh karena itu pula dalam kehidupan ini yang harus dipelajari adalah menghargai dan memuliakan orang-orang yang berilmu, terutama ilmu-ilmu yang menjadikan kita mengenal Allah azza wajalla. Bila dengan bershalawat kita berhak mendapatkan syafaat Rasulullah Saw, maka dengan memuliakan orang yang berilmu sewaktu di dunia, maka kita berhak mendapatkan syafaatnya kelak di hari kiamat. Rasulullah Saw bersabda:
يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلَاثَةٌ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ
“Tiga orang yang kelak memberikan syafaat pada hari kiamat; para nabi, ulama dan orang-orang yang mati syahid”
Blogger Comment
Facebook Comment