Dzikir Sebagai Sumber Energi

Dzikir, Sumber Energy Da’i


Allah azza wajalla  berfirman:

يَآأَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا لَقِيْتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوْا وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ


"Wahai orang-orang yang beriman jika kalian berjumpa (berperang) dengan kelompok (kaum kafir) maka berteguh hatilah dan banyaklah berdzikir kepada Allah agar kalian senantiasa meraih kemenangan”(QS al Anfaal: 45)

Analisa Ayat

Dzikir Sebagai Sumber EnergiMelihat sejarah peperangan antara kaum muslimin dan kaum kafir masa silam, pasti lebih banyak ditemukan data bahwa jumlah pasukan kaum muslimin seringkali jauh lebih sedikit daripada jumlah kaum kafir. Di samping jumlah lebih sedikit, pasukan islam juga tidak memiliki peralatan dan persenjataan secanggih yang dimiliki kaum kafir. Meski begitu ternyata pasukan islam tercatat lebih banyak meraih kemenangan. Salah satu contoh adalah perang Badar di mana jumlah pasukan islam hanya 314 dengan menaiki 80 unta secara bergantian dan 3 kuda masing-masing milik Miqdad bin Aswad, Zuber bin Awam serta Abu Martsad al Ghanawi. Sementara pasukan berhala berjumlah kurang lebih seribu orang di mana 80 di antaranya adalah pasukan berkuda.

Ia, kekuatan pasukan islam zaman dahulu bukan semata dari segi fisik, jumlah pasukan dan fasilitas, akan tetapi justru yang paling dominan adalah kekuatan hubungan hati dengan Allah atau bisa kita menyebutnya kekuatan Ruhiyyah sehingga dengan kekuatan ini seorang pasukan islam sebanding dengan sepuluh pasukan kafir.“...Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh.  Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir...” .

Dan sebagaimana ditunjukkan ayat di atas bahwa hal ini, karena pasukan islam memiliki sumber energi yang sangat dahsyat yaitu dzikrullah, yang berarti menyebut dan mengingat Allah, dengan intensitas yang tinggi sehingga menjadikan peluang meraih kemenangan terbuka lebar.” dan banyaklah berdzikir kepada Allah agar kalian senantiasa meraih kemenangan” Rasulullah Saw bersabda:

يَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِنَّ عَبْدِيْ كُلَّ عَبْدِيْ الَّذِي يَذْكُرُنِي وَهُوَ مُلاَقٍ قِرْنَهُ

“Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman: “Sesungguhnya hambaKu yang sebenarnya adalah orang yang berdzikir kepadaKu saat ia sedang bertempur dengan musuhnya yang seimbang” 

Jika pasukan islam yang berada dalam sengit peperangan dengan musuh diberikan bimbingan supaya banyak berdzikir maka tentunya seorang da’i yang pasti menghadapi banyak tantangan dan fitnah justru harus lebih banyak lagi berdzikir kepada Allah daripada orang yang berperang karena fitnah lebih berat daripada pembunuhan. Alqur’an menegaskan: “...Dan adalah fitnah itu lebih berat daripada pembunuhan...”  “...dan adalah fitnah itu lebih besar daripada pembunuhan...”.

Dorongan supaya memperbanyak dzikir kepada para da’i secara tegas dan jelas disebutkan pula dalam pesan Allah kepada Nabi Musa as dan Nabi Harun as ketika Allah memerintahkan keduanya supaya datang kepada Fir’aun untuk menyampaikan pesan dakwah.Kepada mereka Allah mewahyukan:

اذْهَبْ أَنْتَ وَأَخُوْكَ بآيَاتِيْ وَلاَ تَنِيَا فِى ذِكْرِيْ

“Pergilah kamu dan saudaramu dengan (membawa) ayat-ayatKu dan jangan kalian berdua kendor dalam berdzikir kepadaku!”

Baca Artikel Lainnya : "Orang-orang yang Terperdaya"


Menafsirkan ayat ini Imam Ibnu Katsir menulis:

Menurut Ibnu Abbas maksudnya; “Janganlah kalian lambat dan jangan pula kalian merasa lemah” maksudnya bahwa keduanya (Nabi Musa as dan Nabi Harun as) tidak pernah kendor berdzikir kepada Allah. Akan tetapi mereka senantiasa berdzikir kepadaNya di saat berhadapan dengan Fir’aun agar dzikrullah menjadi penolong dan sumber kekuatan bagi keduanya.

Memperbanyak dzikir sebagai usaha meneguhkan dan menguatkan hati ketika menghadapi tantangan dalam berdakwah bisa dilakukan dengan berbagai macam dan cara dzikir yang begitu banyak dan luas. Meski demikian perlu diingatkan kembali di sini bahwa di antara dzikir-dzikir yang memiliki manfaat hebat meneguhkan hati seorang da’i adalah:

1. Menjalankan shalat dengan baik dan sesempurna mungkin di mana ini bisa dilakukan dengan memperhatikan etika-etika shalat, bukan sekedar syarat dan rukun saja. Lalu berusaha sebisa mungkin melanggengkan shalat wajib secara berjama’ah. Para ulama mengatakan bahwa kebaikan shalat seseorang sangat tergantung dengan kebaikan wudhu. Semakin baik wudhu seseorang maka semakin baik pula kwalitas shalatnya. Ketika shalat bisa dijalankan dengan baik dan sempurna maka saat itulah seseorang, dalam hal ini seorang da’i, akan menemukan kelezatan shalat yang pada akhirnya bisa merasakan shalat sebagai terapi dan aktivitas rileksasi dari kelemahan fisik dan psikologis sebagaimana dirasakan oleh panutan dan junjungan kita Rasulullah Saw. Beliau bersabda:

يَا بِلاَلُ أَقِمِ الصَّلاَةَ أَرِحْنَا بِهَا

“Wahai Bilal, suarakan iqamat shalat, istirahatkan kami dengan nya” 

Artinya agar shalat betul-betul efektif sebagai peneguh jiwa maka hendaknya memperhatikan empat konsekuensinya yaitu mendirikan, menjaga, melanggengkan dan melakukannya dengan khusyu’.

2. Do’a, karena ia adalah senjata orang beriman. Pada suatu saat masalah di medan dakwah bisa jadi membuat hati lemah. Dalam suasana seperti inilah hati harus belajar untuk bertawakkal, berpasrah sepenuhnya kepada Allah di mana salah satu wujudnya adalah berdo’a dan mengadu kepadaNya.Kondisi demikian pernah pula dialami oleh Baginda Rasulullah Saw ketika penduduk Tha’if menolak, mengusir dan bahkan melempari beliau dengan batu sehingga membuat kaki beliau yang mulia berdarah. Kaitannya dengan keteguhan hati ini, ternyata Rasulullah Saw juga telah mengajarkan do’a keteguhan yang dibaca setiap selesai tasyahhud.Maka bagi da’i do’a ini menjadi suatu yang pasti harus selalu dibaca.

3. Istighfar yang dibarengi dengan taubat sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah: “...dan memohonlah ampunan kepadaNya karena sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat”  Ini dilakukan demi menghilangkan noda-noda hitam dalam hati akibat dosa-dosa sehingga akhirnya ia mendapatkan peneguhan. Allah Maha Mengampuni dosa yang telah lampau, Maha Pengampun akan dosa-dosa meski berulang (ghaffaar) dan Maha Pengampun meski dosa besar (ghafuur).

4. Membaca Alqur’an untuk menjernihkan karat hati karena sebagaimana besi, hati juga  bisa berkarat.  Artinya demi mendapatkan keteguhan hati seorang da’i harus menjadi seorang da’i rabbani.

Demikianlah dzikir-dzikir yang berupa amalan atau bacaan yang mesti menjadi tradisi harian seorang da’i yang pada  akhirnya agar menjadi pribadi yang banyak berdzikir guna menguatkan dan meneguhkan hati, paling tidak harus memiliki wirid berupa bacaan tertentu yang dibacanya secara istiqamah di mana dalam jamaah ini telah ditetapkan bahwa anggota jamaah wajib membaca wirid Hasbanah, Lathifiyyah,Ratibul Haddad, Ratibul Atthas, Al Asmaul Husna, Al Wirdul lathif dsb. Semoga semuanya mendapatkan perlindungan Allah.

=والله يتولي الجميع برعايته=






Share on Google Plus

About tdmenha pujon

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment