Istiqamah Menuju Istizadah dan Tajammu’
Allah azza wa jalla berfirman:
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah rahmat kepada kami (hanya) dari sisiMu karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi karunia” (QS Ali Imran:8).
Analisa Ayat
Hati kita secara alami diciptakan oleh Allah mudah sekali berubah yang digambarkan oleh Rasulullah Saw dalam salah satu hadits sebagai laksana sebuah bulu di tanah lapang sehingga mudah sekali dibolak balikkan oleh angin. Demikian pula hati yang gampang sekali terwarnai oleh suasana. Berduka jika ada derita dan bahagia jika berada dalam suasana gembira ria. Ini terkecuali hati para kekasih Allah yang tidak pernah berubah dan hanya satu warna yaitu selalu berbahagia. Allah berfirman: “Ingatlah bahwa sesungguhnya para kekasih Allah, tak ada sama sekali ketakutan atas mereka dan mereka juga tidak merasa susah”
Oleh karena hati yang mudah berubah inilah kemudian kita menyaksikan kapan seseorang pada mulanya baik bisa menjadi jahat. Kapan jahat bisa berubah menjadi baik. Dulu dia muslim dan sekarang ia kafir sebagaimana Bal’am bin Baura’ yang dikisahkan oleh Allah dalam firmanNya: “Dan bacakanlah kepada mereka tentang orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), Kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau kami menghendaki, sesungguhnya kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya...”
Baca Artikel Lainnya : Hukum Memakai Cincin Perak
Atau dulu ia kafir dan kini telah menjadi seorang muslim yang baik bahkan seorang pejuang islam sebagaimana Cat Steven penyanyi Inggris yang setelah masuk islam berganti nama menjadi Yusuf Islam.
Fenomena seperti ini bagi seorang yang dalam hatinya telah tumbuh rasa takut kepada Allah yang begitu hebat merasa khawatir sehingga senantiasa memohon keteguhan hati, sebagaimana Nabi Yusuf as berdo’a:
تَوَفَّنِيْ مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِيْنَ
“...wafatkanlah daku dalam keadaan berserah diri (kepadaMu) dan gabungkanlah diriku dengan orang-orang shaleh”
Nabi Ibrahim as juga memohon kepada Allah:
...وَاجْنُبْنِيْ وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“...dan jauhkanlah diriku dan anak keturunanku dari menyembah berhala-berhala”
Agar hati kita teguh dalam kebaikan maka perlu kiranya melakukan usaha-usaha berikut ini:
- Banyak berdzikir kepada Allah karena dzikir menjadikan hati kita tentram. Salah satu syarat dari banyak berdzikir adalah memiliki amalan dzikir yang rutin seperti membaca surat Yasin, al Waqi’ah dan al Mulk setiap malam, surat al Kahfi setiap malam atau hari jum’at, membaca al wirdul lathif setiap pagi setelah subuh dan juga membaca ratib al Haddad setiap malam.
- Konsentrasi penuh saat membaca surat al Fatihah dalam shalat terutama saat membaca ayat Ihdinas shirathal mustaqim yang di antara maknanya adalah teguhkanlah kami di jalan yang lurus.
- Setiap kali selesai tahiyyat dan sebelum salam maka membaca do’a keteguhan:
يَامُثَبِّتَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ
“Wahai Dzat yang meneguhkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamaMu!”
- Harus senantiasa menjadikan Allah sebagai fokus, dan jangan pernah berpaling sehingga dunia (harta, tahta dan wanita) menjadi tujuan sebagaimana dalam kasus Bal’am di atas, karena ini semua adalah pahala dunia yang sudah pasti diberikan bagi para pencari akhirat.
- Melatih diri memiliki komitmen tinggi untuk terus mengaji dan berkhidmah kepada sebuah komunitas dakwah karena dengan ini kita akan senantiasa berada dalam pantauan dan nasehat guru dan anggota jamaah.
- Memperbanyak do’a sebagaimana dalam QS Ali Imran:08 di atas.
Hati yang sudah teguh menetapi sebuah kebenaran memiliki makna secara nyata bahwa pemilik hati menjadi orang yang istiqamah, kontinyu, rutin, konsisten, dan ajeg dalam menjalani aktivitas kebaikan. Apapun situasi dan kondisi maka tidak pernah meninggalkan kebaikan tersebut. Ini karena kebaikan yang sudah lama dijalani itu bukan lagi sebuah beban, melainkan sebuah hobi yang di dalamnya terdapat kemanisan dan kelezatan. Inilah wujud dari do’a; “….jangan jadikan hati kami berpaling kepada kesesatan…” yang selanjutnya jika bisa istiqamah dalam kebaikan niscaya akan mendatangkan fenomena yang disebut Istizadah, semuanya bertambah. Kebahagiaan bertambah, pengalaman bertambah, harta bertambah dan semua yang dimiliki pasti bertambah seperti isyarat dalam lanjutan do’a; “…dan karuniakanlah rahmat kepada kami (hanya) dari sisiMu karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi karunia”. Dalam hikmah dikatakan:
مَلِكُ الْمُلُوْكِ إِذَا وَهَبْ فَلَا تَسْأَلَنَّ عَنِ السَّبَبْ
Raja diraja jika memberi anugerah maka jangan pernah bertanya tentang sebab
Dan ketika istiqamah yang menjadi syarat Istizadah sudah terwujud, maka juga diberikan bonus lain oleh Allah berupa fenomena Tajammu’, manusia yang membutuhkan datang berbondong-bondong guna mengambil berkah dan manfaat untuk kebaikan dunia dan akhirat mereka. Ini adalah janji pasti dan Allah tiada pernah mengingkari, sebagaimana isyarat dalam lanjutan ayat:
رَبَّنَا إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لَا رَيْبَ فِيْهِ, إِنَّ اللهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيْعَادَ
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang sama sekali tidak ada keraguan di dalamnya. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji”
Blogger Comment
Facebook Comment