Sedekah Menuju
Akhlak Mulia
Setelah mendapatkan anugerah besar keimanan, hal sangat penting yang perlu diwujudkan dalam diri seorang beriman adalah akhlak mulia. Ini karena kesempurnaan iman sangat ditentukan oleh kebaikan akhlak. Rasulullah Saw bersabda yang artinya: “Orang-orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya...” . Dengan memiliki akhlaq yang mulia maka kelak seorang mukmin akan mendapatkan derajat tinggi di sisi Allah. Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
“Sesungguhnya seorang mukmin benar-benar akan mendapatkan, sebab kebaikan akhlaknya, derajat seorang yang berpuasa (di siang hari) serta melakukan shalat (di malam hari)”
Ketinggian derajat orang yang baik akhlaknya di dunia kiranya sudah bisa kita maklumi. Sementara kelak di akhirat maka kita perlu merujuk kepada berita dari Rasulullah Saw. Beliau mengabarkan bahwa kebaikan akhlak berguna untuk:
1) Mendapatkan Naungan Arasy AllahRasulullah Saw bersabda:
أَوْحَي اللهُ إِلَى إِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ: يَا خَلِيْلِيْ حَسِّنْ خُلُقَكَ وَلَوْ مَعَ الْكُفَّارِ تَدْخُلْ مَدَاخِلَ الْأَبْرَارِ وَإِنَّ كَلِمَتِيْ سَبَقَتْ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ أَنْ أُظِلَّهُ تَحْتَ عَرْشِيْ...
"Allah mewahyukan kepada Ibrahim alaihissalam: “Wahai kekasihku, perbaikilah akhlak mu meski kepada orang-orang kafir, maka engkau akan memasuki tempat orang-orang yang baik (al Abrar), dan sesungguhnya kalimatKu telah memastikan kepada orang yang memperbaiki akhlaknya bahwa sesungguhnya Aku akan menaunginya di bawah arasyKu…”."
2) Memperberat Timbangan (Kebaikan)
Di antara proses hisab pada hari kiamat kelak adalah timbangan amal. Akhlak mulia menjadikan sesuatu yang ditimbang menjadi berat. Rasulullah Saw bersabda:
مَا شَيْءٌ أَثْقَلَ فِى مِيْزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada hari kiamat nanti melebihi akhlak yang baik”
3) Memperoleh Isteri
Di dunia ini, jika seorang isteri menjadi janda karena suaminya wafat, maka setelah melewati masa iddah selama empat bulan, ia diperbolehkan menikah lagi dengan lelaki lain. Apabila hal ini terjadi maka kelak di akhirat wanita tersebut akan menjadi isteri suaminya yang paling baik akhlaknya. Anas bin Malik ra meriwayatkan:
Ummu Habibah ra bertanya: “Wahai Rasulullah, seorang wanita memiliki dua orang suami, kemudian ia meninggal dunia. (kelak) ia dan kedua suaminya masuk surga. Lalu untuk siapakah dirinya? Untuk suami pertama atau suami yang terakhir (yang kedua)?" Rasulullah Saw bersabda:
تَخَيَّرُ أَحْسَنَهُمَا خُلُقًا كَانَ مَعَهَا فِى الدُّنْيَا يَكُوْنُ زَوْجَهَا يَا أُمَّ حَبِيْبَةَ ذَهَبَ حُسْنُ الْخُلُقِ بِخَيْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Ia bisa memilih yang terbaik akhlak di antara mereka berdua (ketika) hidup bersamanya sewaktu di dunia, (yang terbaik itulah) yang akan menjadi suaminya. Wahai Ummu Habibah, akhlak yang baik membawa kebaikan dunia dan akhirat”
Demikianlah akhlak yang baik, begitu bermanfaat bagi pemiliknya di dunia serta di akhirat. Lantas bagaimanakah usaha yang bisa dilakukan agar bisa menjadi seorang yang baik akhlaknya? Apabila ilmu diperoleh dengan belajar, maka akhlak didapatkan dari berusaha dan terus berusaha mempraktekkan akhlak mulia di mana hal ini secara cepat bisa dilakukan jika hidup dalam komunitas yang baik sekaligus berada dalam naungan seorang guru murabbi, guru pembimbing yang bukan hanya sekedar mengajarkan ilmu-ilmu, akan tetapi sekaligus memberikan teladan dan arahan bagaimana menampilkan akhlak yang baik dalam tindakan ataupun ucapan. Sungguh manusia adalah anak lingkungannya. Sungguh pergaulan dan kebersamaan itu bisa memberikan efek sangat luar biasa.
Baca Artikel Lainnya : "Menamakan Sholat Isya dengan Nama Attamah"
Apabila kedua hal tersebut; lingkungan yang baik dan guru pembimbing, tidak didapatkan maka seseorang bisa melatih dirinya sendiri agar memiliki akhlak yang baik seraya memohon pertolongan dari Allah dengan cara memperbanyak dzikir dan berusaha menjadi seorang yang dermawan. Sungguh kedermawanan memiliki daya sangat hebat untuk menjadikan seorang yang baik akhlaknya semakin bertambah baik dan yang tidak baik menjadi baik akhlaknya. Isyarat ini bisa kita tangkap dari sabda Rasulullah Saw:
جَاءَنِى جِبْرِيْلُ فَقَالَ : إِنَّ اللهَ ارْتَضَى هَذَا الدِّيْنَ لِنَفْسِـهِ وَلاَ يُصْلِحُـهُ إِلاَّ السَّخَاءُ وَحُسْنُ الْخُلُقِ فَأَكْرِمُـوْهُ بِهِمَا مَا صَحِبْتُمُوْهُ
“Jibril datang kepadaku dan berkata, Sesungguhnya Allah rela dengan agama ini untuk diriNya. Dan agama ini tidak akan baik kecuali dengan kedermawanan dan moral yang baik. Karena itulah muliakan agama ini dengan keduanya selama kalian memeluknya”
Kedermawan menjadi sangat nyata bila dimunculkan dalam bentuk rajin bersedekah. Sementara di antara akhlak mulia yang sudah pasti didapat oleh orang yang rajib bersedekah adalah sikap tawadhu’, merendah dan tidak bangga diri.
إِنَّ صَدَقَةَ الْمُسْلِمِ تَزِيْدُ فِى الْعُمْرِ وَتَمْنَعُ مِيْتَةَ السُّوْءِ وَيُذْهِبُ اللهُ بِهَا الْكِبْرَ وَالْفَخْرَ
Kedermawanan (sedekah) sebagai media melatih diri memiliki akhlak mulia juga bisa kita fahami dari keyakinan yang dibangun oleh Rasulullah Saw bahwa sifat kikir (medit, pelit dll) adalah pembuka peluang bagi munculnya sifat–sifat buruk lain. Beliau bersabda:
خَصْلَتَانِ لاَ يَجْتَمِعَانِ فِى مُؤْمِنٍ الْبُخْلُ وُسُـوْءُ الْخُلُقِ
“Dua pekerti yang tidak berkumpul dalam diri orang beriman; pelit dan moral yang buruk”
Inilah salah satu hikmah dari sebuah kisah yang disampaikan oleh Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin bahwa setan pernah berterus terang mengaku kepada seorang nabi (Nabi Yahya as) bahwa ia lebih membenci pendosa yang dermawan daripada orang ahli ibadah yang pelit. “Mengapa demikian?” Tanya Nabi Yahya. Setan menjawab: “Karena dengan jiwa dermawan, seorang pendosa dengan kedermawanannya bisa jadi suatu saat mendapatkan rahmat Allah sehingga ia pun bertaubat dan menjadi orang baik yang berhias kedermawanan (orang baik sekaligus dermawan). Sementara seorang ahli ibadah akan terus menerus berada dalam sifat kikirnya”
Blogger Comment
Facebook Comment