Sedekah Pembersih Dosa

Sedekah Pembersih Dosa


Sebagai manusia biasa, secara sengaja maupun tidak, seringkali berbuat dosa, baik dengan ucapan atau perbuatan. Oleh karena itulah ketika sadar telah berbuat salah (dosa), maka kita harus segera melakukan kebaikan agar kesalahan dan dosa kita dihapuskan oleh Allah. Rasulullah Saw berpesan:

...وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا...

“...dan ikutilah keburukan dengan kebaikan, maka kebaikan itu akan menghapusnya...” 

Kepada Muadz ra, Rasulullah Saw berpesan:

إِذَا أَسَأْتَ فَأَحْسِنْ

“Jika berbuat buruk maka berbuatlah baik!”

Nurul HaromainMeski segala jenis kebaikan bisa menghapus dosa dan kesalahan. “...sesungguhnya kebaikan-kebaikan bisa menghapus kesalahan-kesalahan...” , akan tetapi dalam kesempatan ini kami mengingatkan kepada diri pribadi dan para pembaca sekalian bahwa di antara kebaikan yang diajarkan agar dilakukan supaya dosa dan kesalahan bisa terhapus adalah sedekah. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

... وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ

“….sedekah bisa memadamkan kesalahan seperti air memadamkan api”

Juga sebagaimana kisah Rasulullah Saw:

Seorang ahli ibadah dari Bani Israel telah berfokus ibadah di biaranya selama 60 tahun. (dalam sebuah kesempatan musim semi) ia melihat bumi menghijau.Dilihatnya  pemandangan di luar biara, dan ia bergumam: “Andaikan saja aku turun dan berdzikir kepada Allah maka kebaikanku tentu semakin bertambah”.

Iapun turun dari biara dengan membawa bekal sepotong atau dua potong roti. Saat sedang berada di jalanan ia bertemu dengan seorang wanita. Mereka saling bertegur sapa dan berbicara hingga (terjadilah apa yang terjadi), ahli ibadah itu menzinahi si wanita. Menyesali kesalahannya, si ahli ibadah itu pingsan. Beberapa saat kemudian ia tersadar dan menuju sebuah kolam air untuk mandi. Lalu datanglah seorang peminta. Si ahli ibadah yang sedang asyik mandi memberi isyarat kepada si peminta agar mengambil dua roti bekalnya. Tidak lama sesudah kejadian tersebut, si ahli ibadah meninggal dunia. Ibadah 60 tahun  ditimbang dengan sekali berzina, ternyata sekali zina itu sudah cukup mengalahkan kebaikan-kebaikannya. Kemudian sepotong atau dua potong roti diletakkan bersama kebaikan-kebaikannya sampai akhirnya bisa mengalahkan keburukan (dosa zinanya) hingga ia pun mendapatkan pengampunan.

Isyarat agar sedekah dilakukan usai melakukan kesalahan (dosa) juga bisa didapatkan dalam studi hukum islam. Dalam puasa misalnya, apabila seseorang dengan sengaja melakukan senggama pada siang hari bulan ramadhan, maka ia wajib membayar kafarat berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika batal sehari saja, maka mengulang dari awal. Bila hal ini tidak bisa dilakukan maka memerdekakan seorang budak. Bila tidak ditemukan budak yang bisa dimerdekakan, maka memberi makan enam puluh orang miskin. Kedua model hukuman yang terakhir ini jelas menunjukkan pentingnya bersedekah usai melakukan kesalahan. Selain itu seseorang yang memiliki hutang puasa dan belum sempat diqadha’ hingga datang ramadhan berikutnya, maka selain kewajiban mengqadha’ juga ada kewajiban membayar fidyah.

Baca Artikel Lainnya : "Dua Mata Rantai I'tiba' dan Tazhim"

Dalam haji, ketika seseorang berhaji tamattu’, yaitu mendahulukan umrah lalu bertahallul baru kemudian ihram untuk haji, maka ia dihukum agar membayar dam dengan menyembelih seekor kambing. Begitu pula halnya jika ia melanggar larangan ihram atau meninggalkan salah satu kewajiban-kewajiban haji, maka di antara hukumannya adalah bersedekah sesuai jenis pelanggaran.
Seorang suami yang melanggar dengan menggauli isterinya saat dalam masa datang bulan juga disunnahkan bersedekah dengan angka yang cukup lumayan. Satu dinar bila di awal datang bulan dan setengah dinar pada masa-masa akhir datang bulan.

Mengeluarkan sedekah bila terjadi kesalahan juga diajarkan dalam dua fenomena:

1) Orang yang bertaubat

Taubat yang dimaksudkan di sini adalah secara umum. Yaitu ketika seseorang kembali kepada Allah dari jurang kekafiran sebagaimana dalam kisah seorang Yahudi bernama Zaid bin Sa’nah,  seorang Yahudi yang ketika mendapat hidayah dan masuk islam kemudian menyedakahkan separuh aset kekayaannya kepada umat islam .

Atau seperti kisah Kaab bin Malik ra yang menyesal ketinggalan berangkat menuju perang Tabuk sehingga dihukum tidak disapa oleh Rasulullah Saw dan para sahabat. Sampai akhirnya ketika taubatnya diterima oleh Allah, maka ia bersimpuh di hadapan Rasulullah Saw dan berkata:

إِنَّ مِنْ تَوْبَتِيْ أَنِّي أَنْخَلِعُ مِنْ مَالِيْ صَدَقَةً إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ". فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَمْسِكْ عَلَيْكَ بَعْضَ مَالِكَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ

“Wahai Rasulullah. Sesungguhnya termasuk bukti taubatku, maka saya berlepas diri dari (seluruh) harta bendaku sebagai sedekah kepada Allah dan RasulNya” Rasulullah Saw lalu bersabda: “Tahan sebagian hartamu untuk keperluanmu. Itu lebih baik bagimu!”. Ka’ab pun menyisakan harta benda bagian miliknya di tanah Khaibar dan meyedekahkan semua aset yang lain.

2) Orang yang berdagang

Di antara hal yang sangat mungkin terjadi dan hampir mustahil dihindari oleh para pedagang adalah basa basi untuk menawarkan produck kepada pembeli. Seringkali kata-kata tidak berguna atau bahkan kebohongan terlontar begitu saja untuk bisa mempengaruhi calon pembeli agar segera membeli prodak yang ditawarkan. Gambaran sederhana dari kesimpulan ini bisa disaksikan lewat tv berupa banyaknya iklan-iklan yang penuh dengan hal-hal yang berlebihan dan bahkan sebuah kebohongan. Oleh karena itulah selain berzakat, oleh Rasulullah Saw para pedagang diajarkan supaya memperbanyak sedekah demi menjernihkan harta benda. Beliau bersabda:

يَامَعْشَرَ التُّجَّارِ, إِنَّ الْبَيْعَ يَحْضُرُهُ اللَّغْوُ وَالْحَلْفُ فَشُوْبُوْهُ بِالصَّدَقَةِ

“Wahai sekalian para pedagang, sesungguhnya jual beli dimasuki oleh kata-kata tidak berguna dan sumpah (yang terkadang palsu), maka campurlah jual beli itu dengan sedekah!”

Dalam prinsip islam, seorang guru diperbolehkan membentak atau bahkan memberikan hukuman fisik kepada anak didik. Tentu saja jika memang situasi dan kondisi menuntut hal demikian. Meski begitu, akan sangat bijaksana jika prinsip di atas juga dijalankan; yaitu memberikan hadiah atau hal yang menyenangkan kepada anak didik usai menerima hukuman. Seringkali guru kami KH M Ihya’ Ulumiddin menceritakan kebiasaan Guru Besar Abuya As Sayyid Muhammad al Maliki berupa pukulan yang pasti disusul dengan pemberian. Ia, setiap kali memukul santri karena sebuah kesalahan, maka selanjutnya santri tersebut pasti diberi uang dengan jumlah yang cukup lumayan untuk ukuran saku santri.

= والله يتولي الجميع برعايته =


Share on Google Plus

About tdmenha pujon

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment