Islam, di antara Ifroth dan Tafrith

Islam, di antara Ifroth dan Tafrith


Allah azza wajalla berfirman:

وَكذَلِكَ جَعَلْنـَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا

“Dan begitulah Kami menjadikan kalian sebagai umat Wasath, agar kalian menjadi saksi atas semua manusia dan Rosul ( Nabi Muhammad Saw) menjadi saksi atas kalian”. (QS al Baqoroh :  143)

Analisa Bahasa

Ammah  :   Kata ini secara Etimologi berarti segolongan manusia, akan tetapi ia juga terpakai sebagai ungkapan dari:

  • Manusia dan Risalah, seperti dalam firman Alloh yang artinya: “Sesungguhnya sebelumnya Ibrohim adalah seorang Ummat yang tunduk kepada Alloh…dan dia tidak pernah menjadi manusia yang menyekutukan Alloh" (QS an Nahl : 130). Bahasa Ummat yang terpakai untuk menyebut seseorang juga bisa ditemukan dalam sabda Nabi Saw tentang Zaid bin Amar bin Nufel: “Dia ( Zaid ) akan dibangkitkan sebagai satu umat, karena dia tidak pernah menyekutukan Alloh” (Lihat al Qurthubi 2 no 127).
  • Ummah juga diartikan sebagai jalan hidup (Minhaajul Hayat) yang berupa keyakinan, nilai – nilai, tradisi dan budaya serta aktifitas bekerja, seperti bantahan orang-orang kafir yang dikisahkan oleh Alloh dalam firmanNya:  “Sesungguhnya Kami menemukan para orang tua kami menetapi suatu Ummah (cara hidup) dan kami hanya mengikuti jejak langkah mereka” (QS az Zukhruf: 22).

Wasatha  :   Garis tengah atau jalan yang lurus, artinya jauh dari dua pinggir Ifroth (Terlalu) dan Tafrith (Teledor).

Syuhada'  :   Bentuk Jamak dari kata Syahiid, artinya umat Nabi Saw akan menjadi saksi bagi para nabi bahwa mereka telah menyampaikan Risalah kepada umat mereka, sementara Rosululloh Saw menjadi saksi bagi umat Beliau Saw sendiri.

Uraian Ayat

Nurul HaromainAyat ini secara jelas menyebut salah satu ciri khas umat islam (Umat Nabi Muhammad Saw) yang menjadikan mereka berbeda dengan umat-umat terdahulu. Hal ini karena kelak pada hari kiamat nanti umat ini akan menjadi saksi bagi para nabi. Hal ini terjadi saat umat-umat terdahulu membantah bahwa para nabi telah datang kepada mereka. Akhirnya  para nabi dituntut agar mendatangkan saksi yang menguatkan bahwa mereka telah menyampaikan Risalah. Dalam kondisi itulah umat Nabi Muhammad Saw didatangkan untuk memberikan kesaksian. Tentu saja hal ini membuat umat terdahulu terkejut dan bertanya: "Bagaimana bisa kalian menjadi saksi atas kami, padahal kita tidak pernah berjumpa?" Umat Nabi Muhammad Saw menjawab: "Kami bersaksi karena kabar dari Alloh melalui Rosul-Nya". Ketika inilah Nabi Saw datang dan menguatkan kesaksian umatnya. Dalam sebuah hadits disebutkan:

يُدْعَى نُوْحٌ عَلَيْهِ السَّلاَمُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُوْلُ : لَبَّـيْكَ وَسَعْدَيْكَ يَا رَبُّ . فَيَقُوْلُ : هَلْ بَلَّغْـتَ ؟ فَيَقُوْلُ نَعَمْ : . فَيُقَالُ ِلأُمَّـتِهِ : هَلَ بَلَّـغَكُمْ ؟ فَيَقُوْلُوْنَ : مَا جَاءَنَا مِنْ نَذِيْرٍ !! فَيَقُوْلُ : مَنْ شَهِدَ لَكَ ؟ فَيَقُوْلُ : مُحَمَّدٌ وَ أُمَّتُهُ . فَيَشْهَدُوْنَ  أَنَّهُ قَدْ بَلَغَ  .

“Pada hari kiamat, Nuh dipanggil, dia berkata: "Saya penuhi panggilanMu wahai Tuhanku". Alloh berfirman: “Apakah kamu telah menyampaikan (Risalah)?” Nuh menjawab: "Ia". Lalu ditanyakan kepada umatnya: "Apakah (benar) bahwa Nuh telah menyampaikan kepada kalian?" Mereka menjawab: "Tak ada pembawa peringatan yang pernah datang kepada kami".  Alloh berfirman: “Siapa yang akan bersaksi untukmu?” Nuh menjawab: "Muhammad dan umatnya". Umat Muhammad lalu memberi kesaksian bahwa Nuh telah menyampaikan Risalah”. (HR Bukhori).

Dari sini bisa dimengerti salah satu hikmah kenapa umat ini menjadi umat yang paling akhir. Sebab umat ini dipersiapkan oleh Alloh menjadi umat terbaik yang kelak akan menjadi saksi atas umat yang lain. Dan sebagai saksi tentunya harus mengerti betul apa yang dulu pernah dilakukan oleh umat terdahulu. Dan umat ini bisa mencapai hal itu berkat kabar valid yang dibawa oleh Nabi Saw al Amiin. Selain itu posisi sebagai saksi juga sangat layak ditempati umat ini karena keberadaan umat ini yang memang dipersiapkan secara khusus oleh Alloh menjadi umat terbaik sebagai pendamping Rosul Alloh terbaik, “Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia…” (QS Ali Imron : 11).

Selain menjadi saksi, nilai umat ini juga didapatkan dari Moderasi (Wasathiyyah) yang menjadi karakter utama dalam segala lini; baik Aqidah, Ibadah maupun Mu’amalah. Jadi umat ini berada di tengah antara sikap Ifroth (Terlalu) dan Tafrith (Teledor) yang dilakukan oleh Yahudi dan Nashroni sebagaimana rincian berikut ini:

1) Aqidah

Umat Islam meyakini Alloh sebagai Dzat Pencipta, Dia tidak beranak juga tidak diperanakkan (al Ikhlash : 3). Hal ini berbeda dengan kaum Nashroni yang meyakini Alloh tetapi juga meyakini bahwa Isa adalah anakNya, atau Yahudi yang meyakini Alloh tetapi juga meyakini Uzair sebagai anak Alloh, “Orang Yahudi berkata: “Uzair putera Alloh” dan orang Nashroni berkata: “Isa itu putera Maryam…”." (QS at Taubah : 30). Tentang Nabi Isa as, umat islam mempercayai bahwa Beliau dan ibundanya adalah manusia biasa yang dipilih Alloh, akan tetapi Nashroni bertindak terlalu dengan mengangkat mereka sebagai Tuhan selain Alloh dalam konsep Trinitas mereka. Sebaliknya Yahudi  La’anahumulloh sama sekali tidak mempercayai Isa sebagai utusan Alloh, sangat merendahkan dan menghinakan Maryam al Batuul dengan mengatakan bahwa Beliau adalah wanita pezina, “Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa) serta tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan yang besar (Zina) “ (QS an Nisa’: 156). Bahkan Yahudi pernah bertindak lebih jauh dari itu, mereka juga melakukan pembunuhan terhadap para utusan  Alloh yang tidak mereka sukai, “… apakah setiap datang kepadamu rosul yang membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu angkuh, lalu beberapa orang dari mereka kamu dustakan dan beberapa yang lain kamu bunuh?” (QS al Baqoroh : 87). dalam sejarah Yahudi tercatat telah membunuh Nabi Zakariyya dan Yahya, bahkan mereka beberapa kali melakukan percobaan pembunuhan terhadap Rosululloh Muhammad Saw. Dan sampai sekarang pun mereka tetap aktif melakukan berbagai usaha untuk melakukan pembunuhan kepada para pewaris Nabi (ulama) yang getol memperjuangkan agama Alloh.

Islam juga beraqidah bahwa Alloh memiliki otoritas yang mutlak dan sempurna, ini berbeda dengan Yahudi yang mengatakan bahwa Alloh miskin. Abu Bakar ra pernah datang ke suatu perkumpulan Yahudi yang sedang asyik mendengarkan cerama pendeta mereka yang bernama Fanhash. Abu Bakar lalu berkata: “ Celakalah kamu wahai Fanhash, takutlah kepada Alloh dan peluklah islam. Demi Alloh kamu telah mengerti bahwa Muhammad adalah utusan Alloh yang datang dari-Nya dengan membawa kebenaran dan kalian sungguh telah menemukan hal ini dalam kitab Taurot dan Injil”  Fanhash menjawab: "Demi Alloh wahai Abu Bakar, kami sama sekali tidak butuh kepada Alloh, justru Dia butuh kepada kami…”, mendengar ini Abu Bakar sangat marah dan memukul Fanhash dengan keras. Selanjutnya Abu Bakar berkata: “Andai saja antara kita tak ada perjanjian aman maka aku pasti memenggal lehermu”. Fanhash kemudian datang kepada Nabi Saw dan mengadukan perlakuan Abu Bakar, di hadapan Beliau, Fanhash  sama sekali  tidak mengakui apa yang dia ucapkan mengenai Alloh hingga turunlah firmanNya: “Sungguh Alloh telah mendengar ucapan orang – orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya Alloh fakir dan kami ini orang-orang yang kaya…” (QS Ali Imron : 181).

Tindakan dan ucapan yang berangkat dari keyakinan salah kaum Nashroni dan Yahudi ini mendapat respon sangat keras dari Alloh Swt dalam firmanNya: “Wahai Ahli Kitab, janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian, dan jangan kalian mengucapkan kepada Alloh selain yang benar…” (QS an Nisa’: 171). “Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih – lebihan dengan cara tidak benar dalam agama kalian…” (QS al Ma’idah : 77). Imam Ibnu Jarir berkata:  Sesungguhnya kaum muslimin tidak terlalu seperti Yahudi yang membunuh para nabi dan merubah kitab Alloh dan syariat-Nya, dan juga tidak seperti Nashroni yang tersesat dengan menuhankan Isa.

2) Ibadah

Dalam hal beribadah, islam menempatkannya dalam posisi yang sangat tepat dan sesuai dengan fitroh asli manusia. Islam mencela orang yang melupakan tujuan Esensial dia diciptakan yaitu untuk beribadah kepada Alloh. Di sisi lain islam juga memperingatkan sangat keras kepada orang yang berlaku terlalu dalam menjalankan ibadah sehingga melalaikan fitroh aslinya yang lain yang berupa keinginan menikmati makanan dan indahnya bersama pasangan. Islam menyebut prilaku terlalu dalam hal ibadah ini sebagai sebuah prilaku Tanatthu’ atau Tasyaddud  seperti disinggung dalam sabda Nabi Saw:

هَلَكَ الْمُتَـنِّطعُوْنَ

“Rusaklah orang-orang yang berbuat terlalu” (HR Muslim).

Fenomena Tanatthu’ atau terlalu memaksakan diri dalam beribadah sempat muncul pada masa Rosululloh Saw seperti diriwayatkan oleh Bukhori dari Anas bin Malik ra bahwa ada tiga orang yang datang ke rumah Aisyah ra dan bertanya tentang ibadah Nabi Saw. Setelah mendapat jawaban mereka seolah menganggapnya sedikit, tetapi mereka memaklumi karena Nabi Saw telah diampuni segala yang telah dan akan dilakukan oleh Beliau Saw. Dari sini akhirnya masing-masing dari mereka berjanji: "Yang pertama berjanji selamanya akan Qiyamullail semalam suntuk, yang kedua berjanji akan berpuasa setahun penuh, dan yang ketiga berjanji tak akan menikah selamanya." Rosululloh Saw datang dan bersabda: “Apakah kalian yang berkata begini begitu? Ingat aku adalah yang paling takut dan yang paling bertaqwa kepada Alloh, tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku sholat dan tidur dan aku juga menikah dengan wanita…” Imam Hasan al Bashri mengatakan bahwa agama ini berada di tengah – tengah antara orang yang menjauh darinya (al Jaafii) dan orang yang terlalu di dalamnya (al Ghoolii).

Keindahan prinsip  berada di tengah ini (Tawassuth),  sama sekali tidak dimiliki oleh Yahudi ataupun Nashroni. Yahudi misalnya, mereka tidak sah melakukan ibadah kecuali di dalam Sinagog dan bila terkena najis maka air tak bisa mensucikan. Sementara Nashroni justru sebaliknya, mereka sama sekali tidak mengenal najis serta tak ada apapun yang haram bagi mereka. Mereka juga memunculkan konsep Rohbaaniyyah (mengharamkan perkawinan) seperti disebutkan oleh Alqur’an:

 ...وَرَهْبَانِيَّةَ نِابْـتَدَعُوْهَا مَا كَتَبْـنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلاَّ ابْـتِغَاءَ رِضْوَانِ اللهِ فَمَا رَعَوْهَا حَقَّ رِعَايَـتِهَا

“… dan mereka mengada-adakan Rohbaaniyyah, padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka, (tetapi mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhoan Alloh, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya” (QS al Hadid : 27).

3) Mu’malah

Di medan pergaulan dan bersikap, Islam juga menunjukkan prinsip Tawassuthnya.  Dalam hal memperlakukan wanita yang sedang menstruasi misalnya, Islam tetap memperbolehkan suami tinggal serumah dan tidur serangjang dengan isteri. Mereka berdua juga tetap diperbolehkan bercumbu rayu asal jangan sampai melakukan Coitus. Ini berbeda dengan Yahudi yang begitu ekstrim dalam memperlakukan wanita yang sedang datang bulan dengan menjauhkan mereka dari keluarga serta menempatkan mereka di tempat khusus. Di lain pihak kaum Nashroni justru sebaliknya, mereka tidak peduli apakah wanita sedang haid atau tidak, yang jelas kapanpun mereka mau maka hubungan suami isteri bisa dilakukan.

Dalam mencari harta benda juga demikian halnya; islam memberi dorongan supaya harta benda itu dicari, tetapi islam juga tidak lupa memberikan pendidikan agar dalam mencari harta benda tidak terlalu sehingga menghalalkan segala cara seperti yang dilakukan oleh Yahudi yang menghalalkan Riba dan bahkan menyulap Riba dengan berbagai macam bentuk. Dalam bersikap dengan harta benda juga demikian, islam mengarahkan supaya harta benda tidak hanya dinikmati sendiri, tetapi hendaknya juga ditularkan kepada orang lain yang membutuhkan. Meski demikian, islam juga berpesan agar jangan seluruhnya ditularkan kepada orang lain, firman Alloh:

وَلاَ تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُوْلَةً إِلىَ عُنُـقِكَ وَلاَ تَبْـسُطْهَا كُلَّ الْبَسْـطِ فَتَقْعُدَ مَلُوْمًا مَحْسُـوْرًا

“ Dan jangan jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan pula kamu terlalu menjulurkannya karena hal itu akan membuatmu tercela dan menyesal “ (QS al isro’ : 29).

Singkat cerita, jika diteliti maka pasti ditemukan sebuah kesimpulan bahwa seluruh ajaran islam dari yang paling besar sampai yang terkecil seluruhnya berintikan prinsip Tawassuth sebagaimana dalam hikmah disebutkan: Khoirul Umuur Ausathuhaa (sebaik-baik perkata adalah yang tengah-tengah).

Share on Google Plus

About tdmenha pujon

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment