Menyampaikan Kebaikan Namun Ditolak?

Ketika Tradisi Menolak Dakwah


Allah azza wajalla berfirman:

وَإِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مآأَنْزَلَ اللهُ قَالُوْا بَلْ نَتَّبِعُ مَآأَلْفَيْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَا, أَوَلَوْ كَانَءَابآءُهُمْ لاَيَعْقِلُوْنَ شَيْئًا وَلاَ يَهْتَدُوْنَ

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah! Mereka menjawab: (tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. (apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun dan tidak pula mendapatkan petunjuk?!” (QS al Baqarah:170)

Analisa Ayat

Nurul HaromainKetika orang-orang musyrik  mendapatkan seruan dan arahan berupa nasehat agar mengikuti Alqur’an yang telah diturunkan Allah kepada Rasulullah Saw dan meninggalkan kesesatan dan moral buruk, maka mereka langsung menyatakan menolak karena apa yang mereka lakukan hanyalah sekedar menjalankan kepercayaan dan tradisi yang sudah secara turun temurun mereka warisi dari nenek moyang. “…tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami…”

Begitulah kiranya sejarah dakwah mulai umat-umat terdahulu. Ketika mereka diajak beranjak dari kepercayaan yang salah tentang Sang Pencipta, maka menolak dengan alasan bahwa keyakinan mereka adalah sama seperti keyakinan nenek moyang. Seperti umat Nabi Ibrahim as yang ketika dilarang dari menyembah berhala dan agar menyembah Allah, maka menjawab:“(bukan karena itu) tetapi kami telah mendapati nenek moyang kami berbuat demikian”

Atau bangsa Mesir yang ketika diserukan oleh Nabi Musa as dan Nabi Harun as supaya meninggalkan tradisi paganisme maka justru menuduh:“Mereka mengatakan; apakah kamu datang kepada kami hanya untuk memalingkan kami dari apa yang telah kami dapati dari nenek moyang kami,dan lalu kalian berdua akan memperoleh kekuasaan di muka bumi, dan (sungguh) kami tidak akan pernah beriman kepada kalian berdua”

Selain kepercayaan yang salah, para da’i pasti pula akan menemui di kalangan masyarakat tradisi dan budaya yang salah dan berlawanan dengan prinsip-prinsip islam di mana ketika dakwah disampaikan supaya tradisi dan budaya tersebut ditinggalkan niscaya mereka akan enggan dan menyampaikan alasan yang sama sekali tidak menggunakan nalar dan akal sehat, “Tradisi ini sudah turun temurun. Artinya ini sesuatu yang baik dan tidak perlu dipermasalahkan” sebagaimana difirmankan Allah azza wajalla:

وَإِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً قَالُوْا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللهُ أَمَرَنَا بِهَا...

“Dan ketika melakukan perbuatan yang buruk maka mereka mengatakan: Kami telah mendapati nenek moyang kami menetapinya (yang berarti) Allah juga memerintahkannya kepada kami…”

Jadi salah satu hal yang menyebabkan  obyek dakwah menolak dakwah adalah kepercayaan, pemikiran dan tradisi yang sudah berurat berakar yang mereka warisi dari nenek moyang mereka yang pada akhirnya membuat mereka bersikap tertutup, tidak mau menerima kepercayaan baru, membuat mereka berlaku kolot, ogah menerima masukan dan penjelasan, dan membuat mereka bersikap fanatik, tidak sudi menerima hal baru yang berbeda dengan tradisi mereka.

Para da’i adalah pewaris para nabi alihimussalaam. Dakwah adalah menjalankan aktivitas dan tugas mereka. Maka  para da’i harus terus belajar memiliki rasa optimisme yang tinggi dan sikap kesabaran yang tangguh bahwa tradisi yang menolak dakwah suatu saat dan dengan cara yang tepat dan bijaksana pasti akan bisa dikalahkan. Syekh Abdurrahman Hasan Habannakah al Maidani dalam Ghozwun fis shomim hal 147-148 menyebutkan cara-cara dakwah merubah tradisi yang ringkasan dan kesimpulannya adalah sebagaimana berikut:

Dan termasuk halangan yang merintangi dakwah adalah tradisi dan budaya di mana hal demikian ini dimaklumi sangat susah membebaskan jiwa-jiwa yang telah terkungkung di dalamnya. Karena itulah diperlukan metode-metode yang bijaksana dan efektif yang menurutku di antara yang terpenting ialah:

  1. Menggunakan cara-cara yang bisa membuat obyek dakwah mempercayai bahwa apa yang didakwahkan kepadanya adalah lebih baik, lebih banyak menguntungkan dan lebih menentramkan jiwanya di dunia dan akhirat daripada tradisi dan budaya dalam lingkungannya atau ia mewarisi dari nenek moyangnya.
  2. Menggunakan cara-cara tidak langsung di mana yang paling utama dilakukan adalah dengan memberikan keteladanan yang baik. Hal ini bisa terjadi jika seorang da’i berada dekat dengan obyek dakwah, hidup dan berinteraksi bersama mereka dan tidak mengambil jarak dari mereka yang pada akhirnya tanpa sadar obyek dakwah telah mengambil pelajaran dan arahan darinya secara langsung dalam kehidupan umum tanpa mereka merasa bahwa pelajaran dan arahan tersebut didapatkan oleh mereka dari seorang guru, penasehat atau orang yang memerintah dan melarang.
  3. Berusaha menyenangkan hati obyek dakwah dengan sarana-sarana yang diperbolehkan yang bisa menjadi pelipur atau pengganti dari kesenangan dan hobi obyek dakwah sebelumnya.
  4. Terus berusaha mendesak dan menggeser tradisi dan budaya lama obyek dakwah dengan tradisi  dan budaya baru yang selaras dengan dakwah sehingga mencapai tingkat obyek dakwah menjadi akrab dan menyenangi tradisi dan budaya baru tersebut. Sekali lagi hal ini terjadi apabila da’i dan obyek dakwah memiliki hubungan dekat pertemanan dan kebersamaan.
  5. Memindahkan atau menjauhkan obyek dakwah dari lingkungan mereka semula menuju lingkungan dan suasana lain sehingga mereka kemudian melupakan secara total tradisi dan budaya lama mereka.


=والله يتولي الجميع برعايته=

Share on Google Plus

About tdmenha pujon

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment