Semua Orang Tersesat Kecuali yang Mendapat Petunjuk

Semua Orang Tersesat Kecuali yang Mendapat Petunjuk


Menceritakan kepadaku Hannad, menceritakan padaku Abul Ahwash, dari Laits dari Syahr bin Haisyab, dari Abdirrahman bin Ghonm, dari Abi Dzar, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Allah ta'ala berfirman: "Wahai hamba-hamba-Ku, setiap kalian adalah orang yang tersesat, kecuali orang yang Aku beri petunjuk. Mintalah petunjuk pada-Ku, Aku akan beri kalian petunjuk. Setiap kalian adalah orang yang butuh, kecuali orang yang Aku cukupi. Mintalah kepada-Ku, Aku akan beri rezeki kepada kalian. Setiap kalian adalah pendosa kecuali orang yang aku beri ampunan. Maka sesiapa yang mengerti bahwa sesungguhnya Aku memiliki kekuasaan untuk memberikan ampunan, mintalah ampunan pada-Ku, Aku ampuni ia dan Aku tak peduli. Jika saja kalian yang awal, yang akhir, yang hidup, yang mati, yang basah, yang kering berkumpul pada hati seorang hamba yang paling bertaqwa dari hamba-hamba-Ku. Hal itu tiada akan menambah seseyap nyamuk pun pada kerajaan-Ku. Jika saja kalian yang awal, yang akhir, yang hidup, yang mati, yang basah, yang kering berkumpul pada hati seorang hamba yang paling durhaka dari hamba-hamba-Ku. Hal itu tiada mengurangi sesayap nyamuk pun dari kerajaan-Ku. Jika saja kalian yang awal, yang akhir, yang hidup, yang mati, yang basah, yang kering berkumpul pada satu tempat lantas setiap orang dari kalian memohonkan keinginannya lalu Aku berikan kepada masing-masing pemohon apa yang ia mohon. Hal itu tidak sama sekali mengurangi kerajaan-Ku melainkan layaknya seseorang melewati samudra lantas menyelupkan jarum kemudian, mengangkatnya. Hal tersebut sebab ke-Maha dermawanan-Ku dan ke-Maha Agungan-Ku. Aku melakukan apa yang Aku kehendaki. Aku memberi dengan sekedar berfirman, mengadzab (juga) tinggal berfirman.  Sesungguhnya urusan-Ku terhadap sesuatu dikala aku menghendakinya, Aku berfirman padanya: "ada!", maka sesuatu itu ada". Imam Tirmidzi berkata, Hadits ini hasan, sebagian ulama meriwayatkan hadits ini dari Syahr bin Hausyab dari Ma'di Yakrib dari Abi Dzar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seperti hadits yang telah disebutkan.

Penjelasan

Nurul Haromain
Yang dimaksud dengan ungkapan "setiap kalian adalah tersesat" (kullukum dlol) adalah sebelum di utusnya Rasulullah ke muka bumi. Sebab kita terlahir dalam kondisi suci. Selaras dengan apa yang pernah disabdakan oleh  Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: "Setiap bayi yang lahir, terlahir dalam kondisi suci" (Hadits disepakati Bukhori dan Muslim). Sesat yang dimaksud dalam hal ini adalah ketika seseorang belum mendapatkan petunjuk melalui jalur iman, meskipun barangkali ia sudah mendapatkan petunjuk melalui jalur wijdan (penemuan personal). Atau ia belum mengerti secara detail hukum-hukum iman serta batasan-batasan Islam. 

Dalam surat ad-Dluha ayat 7, Allah ta'ala berfirman: "Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk". Memahami ayat ini hanya melalui terjemah akan menyebabkan kesalahan yang sangat fatal, hingga muncul anggapan bahwa Rasul sebelumnya juga dalam kondisi tersesat atau bingung. Apalagi hal ini di afirmasi dengan statement Rasul, yang berbunyi: Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia seperti kamu, yang mendapatkan wahyu.".

Padahal, sebenarnya ayat ini adalah jawaban Rasul atas pelecehan yang dilancarkan Orang-orang kafir kepada beliau. Dan jika kita lihat terdapat perbedaan yang sangat fundamental dalam ungkapan "yuha ilayya" yang memastikan semua orang tidak akan mendapatkan predikat seperti ini sampai kapanpun.  Rasulullah memang sosok manusia, tapi manusia yang luar biasa. Kecerdasannya tidak bisa diragukan, kesempurnaannya dari sisi fisik maupun budi tidak lagi bisa dipertanyakan.

Kebenaran adalah hak Allah, sebab jika barometer kebenaran adalah manusia maka akan ditemukan banyak versi kebenaran.  Seseorang masuk dalam sebuah tempat yang baru, kadang orang itu punya anggapan pada satu mata angin yang sebenarnya barat, namun ia punya keyakinan bahwa itu bukan barat tapi utara, penemuan seperti ini disebut sebagai wijdan. Maka mengikhtiarkan petunjuk harus melalui jalur keimanan, bukan wijdan.

Allah ta'ala berfirman: "Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu". (Surat Al-Baqarah 147)

Sebenarnya untuk menentukan ukuran baik dan buruk sebuah sikap dan perbuatan yang kita lakukan demikian mudah. Jika kita melakukan satu hal, lalu kita merasa tidak senang jika sesuatu itu diketahui oleh orang lain. Maka berarti hal itu adalah buruk. Sebaliknya jika kita melakukan satu hal, lalu kita merasa senang jika itu diketahui orang lain. Berarti sesuatu itu baik.

Allah ta'ala yang memberikan rezeki kepada kita. Sementara seseorang tidak akan pernah merasa puas dengan rezeki yang ia peroleh. Nabi bersabda: "Jika saja seseorang memiliki  dua lembah dari emas maka ia akan sangat suka jika ia memiliki yang ketiga". Maka dari itu, Allah tidak pernah menutup kesempatan bagi para hamba-Nya untuk mengajukan permintaan. Terlepas yang diminta apakah kekayaan, keberkahan, atau kelapangan rezeki. Namun yang lebih baik dimohonkan adalah kelapangan dan keberkahan, ...wawasshi' li firizqi wa barikli fima rozaqtani.

Seseorang jika suratan taqdirnya faqir lalu ia mengajukan permintaan menjadi kaya kepada Allah, maka Allah-lah yang lebih tahu. Bisa jadi orang tadi jika dikayakan Allah justru durhaka sama Allah, sehingga permintaannya diganti dengan kondisi yang lebih baik baginya.

Terkait dengan rezeki, pada prinsipnya semua itu adalah urusan Allah ta'ala. Ialah yang berkehendak melapangkan, menyempitkan, dan mencukupkan rezeki seseorang. Seseorang ada yang bekerja hanya dua jam tiap hari tapi ternyata ia mendapat rezeki yang lapang, sementara orang lain sehari semalam banting tulang sedemikian rupa, namun masih saja ia miskin. 

Seseorang berhasil menempuh sebuah kesuksesan, lantas menuliskan pengalaman suksesnya dalam sebuah buku. Ia pikir orang lain bisa jadi kaya jika usaha yang ia lakukan mereka lakukan. Dimana-mana mengadakan seminar cepat kaya, entah peserta berhasil kaya atau tidak, padahal menjadi kaya adalah melalui kehendak Allah. Justru dalam hal ini yang jelas-jelas akan semakin kaya adalah ia sendiri.

Ada seseorang menempuh pendidikan sampai ke tingkat tinggi, dikira jika sekolah dan terpelajar mereka akan kaya, nyatanya tidak ada satupun yang kaya, yang lebih mengenaskan, sisi agamanya tidak seperti yang dimiliki oleh ayahnya.

Ada juga sebuah keluarga yang memasukkan anak-anaknya semuanya ke pendidikan umum di berbagai fakultas keilmuan. Yang mengherankan setelah mereka lulus, ternyata pekerjaan yang mereka tekuni tidak seperti bidang studi yang pernah mereka tempuh.

Rezeki cukup (Kafaf ) merupakan kondisi yang tidak sampai membuat orang meminta-minta, pas saat ia butuh pas rezeki itu ada, Rasulullah bersabda: "Beruntung orang yang masuk Islam dan diberi rizki pas-pasan".

Rizqi ada yang perolehannya secara iktisab (bekerja) dan ada pula yang ihtisab ( tanpa di prediksi) Seseorang yang masuk dalam dunia Pesantren berarti arah rezekinya adalah ihtisab. Maka semestinya hal itu kita tekuni, dengan cara menyampaikan ilmu, dan Allah yang akan menjamin. Namun, memang tuntutannya berat, yakni antara ilmu dan amal. Tak hanya sekedar menyampaikan apa yang tidak ia lakukan. Sementara batas minimal mengamalkan ilmu adalah sepuluh persen dari ilmu yang diberikan Allah kepada kita. Jangan sampai oper  perseneleng. Jangan bingung ketika sampai rumah. Meski memang biasanya rezeki melalui jalur ihtisab sifatnya adalah kafaf, namun tetap dengan apa yang dikehendaki oleh Allah. 

Kafaf merupakan keindahan yang patut disyukuri. Barangkali orang lain stres, namun kita akan tetap bahagia, sebab telah berpasrah kepada Allah. Simak sabda Rasul yang indah dalam salah satu haditsnya, berikut:  "Barang siapa dari kalian memasuki waktu shubuh dalam kondisi aman berada dirumah, sehat wal afiyat tubuhnya, memiliki makanan pokok untuk hari itu, seolah dunia seisinya diperolehkan kepadanya".

Siapa yang tidak berdosa, kullu bani adam khottoun illa man aafait. Afiyah yang dimiliki Nabi bentuknya adalah al ishmah (penjagaan dari berbuat dosa), sementara yang dimiliki Wali adalah al hifizh (penjagaan yang sifatnya kala melakukan kesalahan segera bertaubat dan memperbaiki). Ada juga yang memaknai afiyah dengan maghfirah, rahmat, dan taubat. atau dalam istilah jawa akrab dengan istilah seger kewarasan.

Rasulallah pernah ditanya sebuah hal apa yang mesti di mintakan sama Allah. Maka Rasul menjawab dengan singkat, mintalah Afiyah. Sampai ditanya tiga kali Rasul tetap menjawab dengan jawaban yang sama, afiyah.

Janganlah sampai salah satu kalian meninggal kecuali ia berprasangka baik kepada Allah. Ada seseorang yang tidak pernah terlihat melakukan kebaikan sama sekali, disaat sekarat ia tersadar ingat sama Allah dan membaikkan prasangka kepadaNya, ia berkata: "Ya Allah saya adalah seorang pendosa namun aku tahu Engkau Maha Pengampun". Akhirnya ia berhasil masuk surga. Dan memang pada hidupnya ternyata orang itu masih punya kebaikan yang ia rahasiakan, yakni kala ada orang berhutang, ia tidak pernah menolak, dan setelah itu ia tidak pernah menagih.

Manusia itu sangat bermacam-macam, ada yang kaya ada yang miskin, ada yang muda ada yang tua, ada yang baik ada yang buruk, maka ungkapan basah dan kering adalah untuk meliputi seluruh jenis manusia yang ada.

Rasulullah manusia paling bertaqwa, maka jika saja seluruh manusia yang ada dimuka bumi ini memiliki kualitas ketaqwaan seperti Rasulullah semua, hal itu tiada sama sekali menambah sesayap nyamuk pun keagungan kerajaan Allah.
Iblis adalah makhluk paling durhaka sama Allah, maka jika saja seluruh manusia yang ada seantero jagat memiliki kualitas kedurhakaan yang mengerikan seperti Iblis, hal itu sama sekali tiada mengurangi sesayap nyamukpun keagungan kerajaan Allah.

Segala puji bagi Allah yang tiada bermanfaat suatu ketaatan bagi-Nya dan tidak berbahaya suatu kemaksiatan bagi-Nya. Seluruh manusia, jika saja berdoa dan dikabulkan semua permintaanya, hal itu tidak sama sekali mengurangi kerajaan Allah melainkan hanya seperti satu tetes air yang menetes dari ujung jarum yang baru saja kita celupkan ditengah samudra yang begitu luas.

Ia-lah Allah, yang dikala menginginkan sesuatu tidak perlu susah payah, cukup berfirman: "kun!". Maka secara otomatis sesuatu itu akan langsung ada. "Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia." (Surat Ya-Seen 82).

Oleh sebab itu, merenungi ciptaan Allah melalui tafakkur dengan melihat dan mencermati ciptaan-Nya merupakan aktivitas yang perlu kita lakukan. Dengan begitu keimanan kita akan meningkat, rasa khosyah semakin menguat. "Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?". (Surat Al-Anbiya' 30)

Allah juga berfirman yang artinya: "Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun." (QS. Al Fathir:28).

Ulama yang disebut dalam ayat diatas, sebenarnya lebih tepat jika dialamatkan kepada pakar sains dan ilmu pengetahuan. Sebab merekalah yang berkecimpung secara langsung kepada obyek ciptaan Allah. Sayangnya yang banyak menguasainya justru orang-orang Barat yang non muslim. Padahal yang seperti ayat diatas sebutkan, bahwa ilmu itulah yang akan mengantarkan seseorang meraih rasa khosyah yang tinggi kepada Allah. Maka sungguh beruntung seorang guru IPA yang dikala menjelaskan pelajaran mengembalikan keanehan dan luar biasanya ciptaan Allah kepada ke-Maha besaran Allah azza wajalla.

Ya Allah tunjukkanlah akan aku sebagaimana mereka yang telah Engkau tunjukkan
Dan berilah kesehatan kepadaku sebagaimana mereka yang Engkau telah berikan kesehatan
Dan peliharalah aku sebagaimana orang yang telah Engkau peliharakan
Dan berilah keberkahan bagiku pada apa-apa yang telah Engkau kurniakan
Dan selamatkan aku dari bahaya kejahatan yang Engkau telah tentukan
Maka sesungguhnya Engkaulah yang menghukum dan bukan kena hukum
Maka sesungguhnya tidak hina orang yang Engkau pimpin
Dan tidak mulia orang yang Engkau memusuhinya
Maha Suci Engkau dan Maha tinggi Engkau
Dan semoga Allah mencurahkan rahmat ke atas junjungan kami yakni an-Nabi (Muhammad).

Wallahu ta'ala A'lam.
Semoga bermanfaat

Share on Google Plus

About tdmenha pujon

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment