Kesalahan Fatal Salafi Dalam Memaknai Term Thoifah
ﻻ ﻳﺰاﻝ ﻃﺎﺋﻔﺔ ﻣﻦ ﺃﻣﺘﻲ ﻇﺎﻫﺮﻳﻦ، ﺣﺘﻰ ﻳﺄﺗﻴﻬﻢ
ﺃﻣﺮ اﻟﻠﻪ ﻭﻫﻢ ﻇﺎﻫﺮﻭﻥ
Masih akan tetap ada kelompok ummatku yang menunjukkan
(kebenaran), sampai dekat hari kiamat dan mereka terus saja menampakkannya
Dalam tubuh kaum muslimin, sampai kapanpun akan kita temukan
sekelompok orang yang terus konsisten untuk tolong menolong dalam mengalahkan
musuh-musuh agama dan berusaha meluhurkan kalimat Allah. Hal ini adalah suatu
kabar yang telah dijanjikan Rasulillah.
Sekelompok ini bukanlah kelompok yang fanatik kepada
golongannya. Menepis jauh-jauh sikap fanatisme semacam ini. Sekelompok yang
terus maju berjuang secara konsisten untuk berjuang atas nama Islam bukan kelompoknya, tak peduli apakah
mereka menemukan pihak pendukung atau justru malah ditentang.
Sekian carut marut yang terjadi sekarang ini, sekian banyak
kemunduran dan pergeseran nilai terjadi di dalam tubuh kaum muslimin. Seseorang
dimana-mana menderita penyakit wahn. Betapa kini kebaikan sengaja dicampur
dengan keburukan. Akan tetapi, akan tetap terus hadir ditengah-tengah kita
orang-orang yang selalu konsisten memegang agama, memperjuangkan agama dengan
konsistensi tinggi.
Ilmu adalah kehidupan Islam. Sementara kini kita temukan
sekian banyak Para Ulama meninggal dunia. Padahal di hati-hati merekalah
ilmu-ilmu yang indah bersemayam. Akan tetapi meski begitu, Islam akan terus
eksis dengan Imdad Para Ulama yang akan terus meregenerasi.
Salafi memaknai hadits semacam ini sebagai sebuah pernyataan
bahwa hanya satu kelompok yang mendapatkan kebenaran. Al Haqqu min Robbik, fama
ba'dal haqqi illa dlolal. Kebenaran dari Tuhanmu, dan tiada selepas kebenaran
melainkan kesesatan. Di dukung lagi dengan hadits tentang perpecahan ummat, 73
kelompok masuk neraka kecuali hanya satu kelompok saja. Yakni Ma ana alaihi wa
ashaby. Yang dipahami oleh Salafi sebagai kelompoknya.
Inilah doktrin yang dijejalkan para Salafi. Salafi begitu
berbangga dengan kelompoknya. Mereka tidak lagi berfikir seperti kita tentang
apakah amal kita di terima atau tidak. Yang ada dipikiran mereka adalah merasa
diri menjadi seorang satu-satunya pengikut Salaf yang berhak masuk surga.
Coba kita memahami hal ini dengan benar, bahwa ungkapan thoifah adalah memakai isim nakiroh. Sehingga
lafalnya memiliki cakupan umum. Maka yang dimaksud bukan sekelompok secara
khusus akan tetapi umum.
Dulu Islam merupakan Ummat yang tak bercerai-berai. Setelah
bercerai-berai Islam menjadi Thoifah. Sehingga kini Islam dipahami tidak
seuniversal dulu, akan tetapi sesuai dengan pemahaman masing-masing kelompok.
Di dalam Islam ada kelompok yang konsisten dalam berdzikir maka jangan sampai
di remehkan. Ada lagi kelompok yang fokus dalam mempelajari politik Islam juga
jangan di remehkan, dan lain sebagainya. Yang penting jangan sampai merasa
paling benar sehingga meremehkan kelompok lain.
Kelompok-kelompok itu ibarat bagian-bagian tubuh yang sedang
bercerai berai. Suatu saat ketika Islam kembali merengkuh kekuatan yang besar,
kelompok itu akan bersatu padu menjadi satu tubuh kembali.
Para ulama memahami maksud Thoifah dengan sekian ragam
makna:
1.
Al Mujtahidun
Merekalah orang yang memiliki kapabilitas keilmuan yang
sangat tinggi sehingga berperan besar dalam menyelamatkan ummatnya.
Bahwa ada yang berpendapat bahwa pintu Ijtihad terus terbuka
akan tetapi kita lihat tidak ada orang yang masuk. Maka Mujtahid tak senantiasa
hadir, sebab Allah mengambil ilmu tidak dicabut dengan hilang begitu saja akan
tetapi dengan wafatnya ulama.
2.
Al Murobitun Fi tsughur wal
mujahidun li i’lai kalimatillah.
Ada kelompok tertentu yang memperjuangkan Islam dengan
kemampuannya secara konsisten. Termasuk yang berperan disini adalah pondok
pesantren. Sebenarnya makna asal dari Murobithun adalah tentara yang siaga di
pos jaga perang akan tetapi sekarang bisa juga dimaknai sebagai pondok
pesantren yakni sebagai pos perjuangan. Maka selepas pulang ke rumah kita mesti
mengambil bagian dalam hal ini, dengan memperjuangkan Islam dan berdakwah.
Murobithun adalah mereka yang mengambil bagian dalam
perjuangan Islam dengan menghalau sisi ekstrimisme, liberalisme, dan
interpretasi yang digemborkan oleh orang-orang bodoh.
3.
ﻗﺎﻝ اﻟﻨﻮﻭﻱ: ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ اﻟﻄﺎﺋﻔﺔ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﺘﻌﺪﺩﺓ ﻣﻦ ﺃﻧﻮاﻉ اﻷﻣﺔ ﻣﺎ ﺑﻴﻦ
ﺷﺠﺎﻉ ﻭﺑﺼﻴﺮ ﺑﺎﻟﺤﺮﺏ ﻭﻓﻘﻴﻪ ﻭﻣﻔﺴﺮ ﻭﻣﺤﺪﺙ ﻭﻗﺎﺋﻢ ﺑﺎﻷﻣﺮ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﻭاﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ اﻟﻤﻨﻜﺮ ﻭﺯاﻫﺪ
ﻭﻋﺎﺑﺪ ﻭﻻ ﻳﻠﺰﻡ اﺟﺘﻤﺎﻋﻬﻢ ﺑﺒﻠﺪ ﻭاﺣﺪ
Kesimpulannya yang di maksud dengan Thoifah menurut Imam
Nawawi adalah Jamaah yang beragam yang konsisten dengan Islam dengan kapasitas
pribadinya masing-masing. Ada pihak yang fokus dalam politik Islam, ada yang
spesialis Hadits, ada yang Zahid, ada yang menggeluti ekonomi, ada pula yang
menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, dll. Yang terpenting semuanya berusaha
untuk memperjuangkan Islam dengan cara dan kapasitasnya masing-masing. Tidak
mesti kumpul dalam satu kelompok atau sebuah negara. Dan tidak merasa sebagai
kelompok yang paling benar dan menyalahkan dan menganggap remeh kelompok lain.
Wallahu ta'ala a'lam.
Blogger Comment
Facebook Comment