Wejangan Sang Kinasih Terhadap Ibnu Abbas

Suatu saat Sayyidina Ibnu Abbas, sepupu Rasulillah -kala itu ia baru berusia belasan tahun- membonceng Rasulullah dikala beliau menaiki onta. Sebuah ketawadluan yang teramat tinggi ditunjukkan Rasulillah terhadap sahabatnya itu. Rasulullah justru memboncengkan Ibn Abbas, bukan yang dibonceng. Ternyata memang bukan hanya Ibn Abbas yang pernah dibonceng Rasulillah, dalam kitab shiroh disebutkan ada kira-kira 30 sahabat Rasulillah yang pernah dibonceng Rasulillah.
Ibnu Abbas memang seorang figur sahabat yang amat tekun dalam belajar. Ia tak pernah melewatkan waktu untuk hal-hal yang tiada berguna. Seluruh waktunya digunakan untuk belajar dan belajar. Selepas ia menjadi dewasa akhirnya ia menjadi orang yang begitu alim.
Dikala itu, dikala Ibnu Abbas dibonceng itu, Rasulullah menyampaikan:
“Nak, aku ajarkan sebuah hal untukmu: Jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu. Jagalah Allah kau akan menemukan bawa Allah membersamaimu...”
Menjaga Allah berarti menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Merasa bahwa kita terikat dengan aturan yang diterapkan oleh Allah. Maka Allah akan menjagamu diduniamu dan akhiratmu.
Dikala kita mendapatkan predikat sebagai santri, sebenarnya kita telah mengantongi taufiq dan barokah. Maka selepas pulang tinggal bagaimana menjaga taufiq kesantrian itu jangan sampai melenyapkannya, menjaga barokah itu, jangan sampai melemparkannya. Sehingga Allah akan menjaga kita.
Wejangan Sang Kinasih Terhadap Ibnu Abbas
nurisfm.blogspot.com

Renungkan kembali apa yang pernah disampaikan Abuya: “Sampai kapanpun kau adalah seorang santri.” Sehingga jangan sampai predikat ini tercerabut dari dalam diri kita.
“..Bila kau mau meminta, mintalah sama Allah. Dikala kau mau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah...”
Seseorang dikala meminta tolong memang seharusnya hanya meminta kepada Allah. Akan tetapi hal ini tiada berdampak pada larangan bertawassul. Jika ada kelompok yang gebyah uyah melarang bertawassul, maka sebenarnya mereka teramat masih dangkal dalam mengaji. Sebab yang ditawassuli hanyalah washilah, sementara ghoyah tiada lain melainkan kepada Allah.
“Tiada tempat berlindung dan tiada tempat untuk mencari keselamatan dari Allah kecuali hanya kepada Allah, La malja'a wala manja minallohi illa ilaik.”
Allahumma la mani'a lima a'thoita wala mu'thiya lima mana'ta wala yanfa'u dzaljaddi minkal jadd. Ya Allah tiada penghalang bagi apa yang Engkau berikan dan tiada pemberi bagi apa yang Engkau halangi, dan tidak memberi manfaat kekayaan dan kemuliaan kepada pemiliknya, dari-Mulah segala kekayaan dan kemuliaan.”
“..Ketahuilah bahwa sungguh jika saja semua orang berpadu untuk memberikan manfaat kepadamu dengan sebuah hal, mereka takkan memberimu manfaat sama sekali kecuali sebuah hal yang telah ditentukan Allah kepadamu. Dan jika saja semua orang berpadu untuk membahayakanmu dengan sebuah hal, mereka takkan membahayakanmu kecuali dengan sebuah hal yang telah ditentukan Allah atasmu. Pena telah terangkat, dan lembaran telah menjadi kering.”
Kita tiada pernah terlepas dari Allah. Maka jalan terbaik adalah mengembalikan semuanya kepada Allah. Sebuah hal yang tidak dikehendaki Allah takkan pernah terwujud. Meskipun kita mengusahakan apapun. Teruslah bertawakkal kepada Allah. Meski tentu saja kita harus “akhdzul asbab” dalam apa saja. Sebab ada hukum kausalitas yang diterapkan oleh Allah. Teruslah berikhtiar tanpa meninggalkan ketawakkalan.
Bertawakkal semestinya dengan totalitas. Akan tetapi tawakkal bukan berarti membuat seseorang melanggar prosedur akhdzul asbab. “I'qilha fatawakkal. Ikatlah onta itu lantas tawakkallah.”
Jika seseorang ingin mendapatkan rizqi. Maka seharusnya kita mengambil sebab dengan melakukan sebuah hal. Jangan hanya diam saja menunggu rizqi Allah jatuh dari langit. “Khudzil asbab wala ta’tamid alal asbab. Ambillah sebab dan jangan kau berpegangan dengan sebab.”
Bertawakkal bukan tentang kepintaran orang membaca kitab gundul. Sebab banyak orang yang amat lihai dalam membaca kitab gundul akan tetapi masih sering mengeluh. Maka siapapun kita, bertawakkal adalah tentang proses belajar untuk menerapkannya tanpa henti.
“Sesungguhnya manusia itu diciptakan memiliki sifat berkeluh kesah. Apabila ia tertimpa keburukan ia akan berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan (harta) ia menjadi kikir”. (QS. Al Ma'arij: 19-20)
Kadang seseorang mengalami putus harapan, dikala ia telah berusaha berpeluh-peluh menggapai yang terdamba akan tetapi ia tak juga mendapatkannya. Maka jangan putus harapan, akan ada saat dimana harapan kita diberikan-Nya, dan bertawakkallah.
فاذا تأخر مطلب فلربما # من ذلك التأخير كل مطلب
Jika seseorang tak menggapai-gapai apa yang ia damba, maka barangkali selepas itu akan tergapai semua yang terdamba.
Jika kita sedang hendak mencari jodoh. Maka berusahalah tanpa henti dan bertawakkallah, meski harus mengalami penolakan berkali-kali. Jika kita ingin menjadi alim maka belajarlah, meski mengharuskan gagal berkali-kali, jangan pernah putus harapan. Dan apa saja asa dan cita-cita kita berikhtiarlah tanpa henti dan bertawakkallah.
يا قلب ثق بالله # فهو المعطي المانع
وارض بقضاء الله # انك لله راجع
Duhai hati, percayalah kepada Allah. Ialah yang Maha memberi yang Maha menghalangi.
Legawalah dengan ketentuan Allah, sungguh kau kepada Allah akan kembali.
_Wallahu ta'ala a'lam_

Penulis : Ust Shabieq  
Share on Google Plus

About Ma'had Al Inshof Al Islami

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment