Ketika turun surat An Nashr banyak orang
merasa gembira sebab Allah memberikan berita akan hadirnya sebuah kemenangan
yang diidam-idamkan. Setelah sekian banyak peperangan dan segala macam ujian
yang dilalui, setelah sekian perjuangan terus saja dikobarkan, setelah demikian
banyak pengorbanan dikerahkan oleh para sahabat. Maka pantas saja, demi
mendengar berita ini, mereka demikian gembira.
Namun tidak dengan yang dialami oleh
Sayyidina Abu Bakar dan Umar. Sayyiduna Abu Bakar selepas mendengar ayat ini,
justru ia menangis sesenggukan. Sayyidina Umar juga tidak menerima ayat itu
dengan pemahaman pada umunya begitu saja. Justru ia mencari seorang anak kecil
yang memiliki kecerdasan luar biasa dalam memahami ayat, yang biasanya memiliki
pengertian yang sama sekali berbeda dengan apa yang dipahami oleh sahabat pada
umumnya. Ialah Sayyidina Abbas. Seorang anak kecil yang pada usia 15 tahun
sudah diangkat sebagai seorang mufti. Seorang anak kecil yang pada akhirnya
mendapatkan predikat dari Rasulullah sebagai Tarjumanul Qur’an.
www.pondok-yatim.org |
Maka
Sayyidina Umar bin Khottob berangkat hendak mendekatkan dirinya kepada
Ibnu Abbas. Akan tetapi mendengar kabar akan berangkatnya Sayyidina Umar, Sayyidina Abdurrahman bin Auf menawarkan “Kalau
cuma anak kecil saja, kami juga punya banyak anak yang seperti dia”. Sayyidina
Umar menjawab: “Sungguh ia adalah seorang Ibnu Abbas seperti yang telah kau
tahu keilmuannya”
Akhirnya Sayyidina Umar mendatangi
Sayyidina Ibnu Abbas, menanyakan tentang makna ayat itu, idza ja’a Nashrullohi wal fath. Sayyidina Ibnu Abbas menjawab, “Ayat
ini adalah sebuah isyarat akan tibanya ajal kewafatan Rasulillah yang diberitahukan
secara langsung oleh Allah kepada Rasulullah”. Sayyidina Umar berkata, “ Aku
tiada memahami ayat ini kecuali persis seperti apa yang kau pahami”. Sebab
kalau kemenangan telah diraih umat Islam, berarti tugas Rasulullah selesai.
Sehingga berarti pula Rasulullah akan
segera dikembalikan kepada Allah.
Ibnu Abbas, seorang anak yang padahal
masih berusia belasan tahun. Namun ia memiliki pehamaman yang demikian luar
biasa tentang ayat-ayat al-Qur’an. Sebuah bukti dari dikabulkannya sebuah doa
yang pernah dipanjatkan Rasulullah untuknya semenjak bayi. Allahumma faqqihhu
fiddin wa ‘allimhutta’wil. Ya Allah faqihkan Ibnu Abbas dan agama dan alimkan
dalam penakwilan (interpretasi). Pada akhirnya Ibnu Abbas menjadi seseorang
sahabat yang semenjak kecil demikian
cerdas. Seorang yang semenjak kecil yang amat pandai menafsirkan makna
al-Qur’an.
Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah,
ada sebuah kitab yang mengatasnamakan Ibnu Abbas. Padahal bukan merupakan kitab yang bersumber
darinya. Sebuah kitab yang bernama Tanwirul miqbas fi tafsiri Ibni Abbas. Di
kala salah seorang santri Abuya al Maliki terlanjur membeli kitab tersebut, tanpa
banyak komentar Abuya justru menyuruh untuk membakarnya.
Penafsiran yang dinyatakan Ibnu Abbas,
dalam menafsiri Surat An-Nashr itu. semestinya bukan sebuah penafsiran yang
diperoleh hanya mengandalkan akal pikiran semata, tapi lebih dari itu bahwa hal
itu lebih bersumber dari bashiroh.
Seperti yang dipahami pula oleh Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar.
Ibnu Abbas adalah seorang anak kecil yang
memiliki najabah, yakni sebuah kecerdasan disertai kedewasaan. Betapa senang
orang tua yang memiliki anak kecil yang memiliki karakter Najabah, cerdas dan
dewasa. Tidak sekedar cerdas semata, namun di dukung pula oleh kedewasaan.
Kalau hanya cerdas saja istilahnya adalah
‘uromah. Seorang yang memiliki anak berkarakter ‘uromah seharusnya ia tidak
banyak melarangnya. Yang perlu dilakukan adalah membatasi tidak melarang. Yang
penting apa yang ia lakukan tidak membahayakan tidak masalah. Sebab anak kecil
yang memiliki ‘Uromah biasanya setelah dewasa akal pikirannya akan bertambah
cerdas. Uromatusshoby fi shighorih ziyadatun fi aqlihi fi kibarih. Disamping
itu, orang tua juga mesti sabar dengan seorang anak yang cerdas, uromah. Sebab
biasanya mereka sering menggoda.
Sebuah doa yang mesti diistiqomahkan orang
tua agar mendapatkan seorang anak idaman adalah, Allahummarzuq lahum assholaha wannajaabata waddzaka’a wa hifzhoka lahum
fih. Ya Allah rizqikan bagi mereka (anak-anak kami) keshalehan, kecerdasan
disertai kedewasaan, kecerdasan yang lain, serta penjagaan-Mu bagi mereka dalam
hal itu.
DIbalik berumah tangga ada hubungan erat
dengan populasi manusia, dari semula hanya Nabi Adam dan Hawa, sampai hari ini populasi
manusia berjumlah 7 miliyar.
Falamma taghossyaha hamalathu hamlan
khofifan famarrot bih
Penantian selama 9 bulan semestinya dibuat
untuk memperbanyak doa-doa, seperti doa-doa yang ma’tsur dari Al-Qur’an,
tabarukan dengan al-Qur’an, dengan redaksi al-Qur’an:
Robbi Habli minassholihin. Ya Tuhanku,
Anugerahkan padaku anak yang shaleh.
Lain ataitana sholihan lanakunanna
minassyakirin. Jika saja Engkau hadirkan untukku anak yang shaleh pastilah aku
akan menjadi hamba yang bersyukur.
Hamlan khofifan famarrot bih.
Akhir-akhir kehamilan memperbanyak doa:
Tsummassabila yassaroh
Juga seperti banyak yang dilakukan oleh
orang-orang yakni dengan meletakkan kitab al-muwattho’ di ibu yang hamil dengan
sebelumnya membaca alfatihah untuk Imam Malik.
Dan ketika istri sedang proses melahirkan,
seorang suami yang menemaninya memperbanyak membaca doa:
Hannah waladat Maryam Maryam waladat Isa
Ukhruj Ayyuhal Maulud biqudrotil Malikil Ma’bud, Allahumma sholli ala Sayyidina
Muhammad Sahhil wayassir maa ta’assar.
Blogger Comment
Facebook Comment