Talim 28 Maret 2017
Kitab Al-Mukhtar min Balighi kalamihi Shollallohu 'Alaihi wa
Sallam
Bab Ciri Mukmin yang sempurna
“Seorang Mukmin, Tidak akan pernah jatuh dua kali"
(Muttafaq Alaihi)
Dalam sebuah riwayat (yang lain) dikatakan, "Seorang
mukmin jangan sampai tersengat untuk kedua kalinya".
2 hadits yang disebutkan oleh Rosululloh memberikan beberapa
pengertian penting bagi kita.
1. Manusia, sesuai dengan bentuk penciptaannya, pasti akan
mengalami sebuah kelalaian dan kelupaan. Yang mungkin saja, dengan kelalaiannya
itu dia akan jatuh terjerembab dan terluka.
2. Peringatan bagi kita, bahwa sebagai seorang mukmin yang
tanggap, tangguh dan terbina -sebagai ciri Mukmin yang sempurna-, untuk
senantiasa berhati-hati dan waspada terhadap segala sesuatu yang mungkin bisa
menjatuhkan kembali ke dalam lubang yang sama. Yang tidak menutup kemungkinan
kita akan dihadapkan lagi pada hal yang sama.
3. Mengambil pelajaran (ibroh) dan mencari hikmah di dalam
sebuah peristiwa, sudah seharusnya dilakukan seorang Mukmin sebagai bahan
pengembangan bagi diri, dan kemanfaatan (sebagai sebuah peringatan) bagi Mukmin
yang lain.
Hadits pertama merupakan sebuah bentuk motivasi, bahwa
gambaran seorang Mukmin sejati yang memiliki keimanan sempurna, adalah mereka
yang tidak akan pernah mau jatuh pada kesalahan dan kelalaian yang sama untuk
kedua kalinya.
Sedang hadits kedua memberikan pada kita peringatan dan
teguran langsung untuk meninggikan perhatian dan kewaspadaan agar tidak
terjatuh pada suatu hal yang merugikan pada kesempatan kedua.
Bukan sebuah ungkapan kosong jika dikatakan bahwa semakin
cepat bergulirnya masa, maka semakin cepat pula kemunduran yang akan dialami
suatu bangsa. Islam dan penganutnya, kaum Mukminin juga tengah mengalami masa
tersebut. Tak mungkin lagi kita pungkiri, bahwa segala yang terjadi dewasa ini,
tidak semakin membuat Islam jaya dan mulia. Beragam hal buruk yang muncul di
permukaan, hal jelek yang terjadi di berbagai kesempatan, serta segala bentuk
kejahatan yang terpatri dalam hati setiap masyarakat desa maupun perkotaan,
selalu diarahkan pada Islam. Hanya karena ulah oknum penganutnya yang melakukan
beragam pelanggaran yang tentu saja, hal tersebut juga dilarang dalam Islam.
Maka benarlah prediksi Rosululloh akan keadaan umat akhir
zaman. Bahwa kelak, kaum Mukminin sangat banyak dan besar, dari segi kuantitas.
Namun lemah dan hancur dari segi kualitas. Perumpamaan mereka saat itu bagaikan
buih di lautan, sangat banyak namun hanya diombang-ambing oleh gelombang, tidak
memiliki sebuah kekuatan dalam prinsip dan keyakinan.
Benarlah jika Rosululloh memberikan sebuah pesan pada kaum
Mukmin, jauh sebelum mereka mengetahui apa yang akan terjadi dan menimpa mereka
di kemudian hari. Pesan beliau,
"Janganlah jadi orang yang ikut-ikutan" -Makna
Hadits-
Pesan singkat namun mendalam. Memberikan penjelasan pada
kita untuk selalu berpegang teguh pada ajaran agama kita yang sempurna dan
tidak mengekor pada paham lainnya yang belum tentu jelas kebenarannya.
Para ulama ahli Hadits menjelaskan pada kita bahwa maksud
dari hadits "Seorang mukmin tidak akan pernah jatuh dua kali"
bermakna, bahwa sebuah perbaikan akan adanya kesalahan atau kelalaian yang
tidak disengaja, sudah seharusnya untuk selalu dilakukan. Atau evaluasi dan
perhatian terhadap segala peristiwa tak diinginkan yang terjadi di luar nalar
perkiraan kita harus selalu dikerjakan. Tidak ada hal kecil apapun di dunia ini
yang bisa kita sepelekan. Karena bisa jadi, hal tersebut akan menjadi hal besar
dan menimpa kita jauh lebih merugikan dan membahayakan. Hal ini telah
ditegaskan Rosululloh pada kita,
"Tidak ada suatu hal kecil yang disertai dengan
pengulangan, dan tak ada hal besar yang disertai dengan Istghfar" -Makna
hadits-
Dalam pengertian, hadits tersebut mungkin mengajarkan pada
kita akan sebuah dosa yang tidak boleh kita sepelekan. Dosa kecil maupun dosa
besar. Tidak lagi disebut dosa kecil bila terjadi berulang kali, bermakna bahwa
tidak ada kesalahan kecil yang boleh kita remehkan, karena bisa jadi hal
tersebut akan mejerumuskan kita pada jurang kenistaan jauh lebih dalam. Dan
tidak pula dikatakan dosa besar bila diikuti dengan istighfar, bermakna bahwa
tidak ada kesalahan besar dan luar biasa yang mungkin saja bisa menjatuhkan
kita, bila diikuti dengan rasa penyesalan, evaluasi dan perbaikan. Karena bisa
jadi dari jatuh tersebut, kita akan menemukan sebuah ilmu, hikmah dan
pencerahan. Sehingga dengannya kita akan mampu bangkit lagi dan melangkah ke
depan dengan penuh kehati-hatian.
Inilah bentuk prinsip ketegasan seorang Mukmin. Bolehlah
dalam sebuah kesempatan, seorang Mukmin tertipu dan dirugikan. Yang tentunya,
hal tersebut terjadi karena adanya ketinggian husnuddhon (prasangka baik) yang
menjadi kebiasaannya. Namun, cukuplah hal tersebut terjadi sekali dalam
hidupnya. Karena untuk langkah berikutnya, dia harus bisa bertindak tegas
terhadap segala hal yang mungkin bisa membuat dirinya dan orang lain terugikan.
Jika memang mengharuskan untuk marah, maka ia juga diperbolehkan untuk hal itu.
Karena jika ia dibuat marah akan sesuatu yang sudah seharusnya ia wajib marah
namun tidak dilakukannya, menunjukkan bahwa keimanan dalam hatinya tidak lagi
bisa dikatakan sempurna.
Sebagai sebuah contoh, seseorang menghina Alloh dan RosulNya
sedemikian rupa, namun Mukmin di dekatnya hanya menanggapi biasa-biasa saja,
tidak peduli, bahkan seolah mendukung penghina tersebut dengan sebuah ungkapan
"Dia tidak tahu, biarkan saja”, dan tidak berusaha memperbaiki atau
menegurnya. Maka mukmin ini memiliki ciri keimanan yang lemah. Dan masuk pada
ungkapan seorang ulama yang berbunyi,
“Barangsiapa yang dibuat marah akan sesuatu, namun dia tetap
tidak marah, maka dia (sama dengan) keledai".
Diumpamakan dengan keledai, karena tidak ada hewan yang paling
bodoh di dunia ini kecuali hewan tersebut.
Makna yang kedua dari hadits Seorang mukmin tidak akan
pernah jatuh dua kali, para ulama memberikan penjelasan bahwa kesalahan seorang
Mukmin dan dosa-dosa yang dilakukannya di dunia, seharusnya tidak membuatnya
terjatuh kedua kalinya kelak di akhirat. Yang tentunya hal tersebut akan
membuatnya rugi selama-lamanya. Untuk itulah dalam Islam, terdapat hukuman
Qishosh yang menimbulkan sebuah efek jera. Dan hal ini bisa membantu seorang
Mukmin menyelesaikan segala dosa-dosanya cukup di dunia saja. Hukuman mencuri
dengan potong tangan, sebagai sebuah bentuk kaffarot (penghapus) dosa
mencurinya di akhirat kelak. Zina muhshon dengan rajam, yang bisa membuatnya
aman dan tenang tanpa dosa yang memberatkan saat masuk alam akhirat.
-KH. M. Ihya Ulumiddin-
Blogger Comment
Facebook Comment