Diriwayatkan dari Ubadah bin Shamit
radliyallahu anhu nahwa Rasulillah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Bukanlah termasuk dari ummatku orang yang
tidak menghormati yang lebih tua, tidak mengasihi yang lebih muda, dan tidak
tahu hak orang lain.”
Memaknai hadits di atas jangan sampai serampangan,
sebab ada saja sekte ekstrim yang menganggap makna dari redaksi “Laisa min
ummati” dengan makna, “bukan bagian dari ummat muslim”, sehingga mengklaim
orang lain sebagai orang kafir. Maka perlu dipahami terlebih dahulu, sekian
makna dari redaksi “Laisa min ummati” sebagai berikut, agar tidak gampang
su’uzhon dengan orang muslim yang lain:
-
Bukan termasuk pelaku sunnah kami menurut cara
kami.
-
Bukan termasuk orang yang mendapatkan petunjuk
dengan petunjuk kami.
-
Bukan termasuk bagian agama kami, berarti dia
keluar dari sebuah cabang dari sekian cabang agama.
-
Bukan termasuk bagian orang muslimin, hanya saja
sebutan dan bentuknya tetap.
-
Bukan termasuk orang yang melakukan kesempurnaan.
-
Bukan seperti kami.
-
Bukan termasuk mukmin yang sempurna imannya.
-
Bukan termasuk orang yang tersambung dengan kami.
-
Bukan termasuk bagian orang pilihan dan orang yang
berakhlaq dengan akhlaq kami.
Jadi redaksi “laisa min ummati” masih
dalam wilayah makna yang wajar, artinya tidak sampai mengeluarkan seseorang
dari status muslim.
Seseorang ada yang masih berada dalam
level hal, ada yang sudah berada dalam level maqam. Seseorang ada yang
konsisten dalam menjalankan agama, selalu terdepan dalam melakukan kebaikan.
Adapula yang masih setengah hati menjalankannya. Ada pula yang bahkan sampai
melakukan kezhaliman kepada dirinya sendiri. Dan seorang yang bisa konsisten
menjalankan agama, maka ia pun tidak boleh merasa bahwa apa yang ia lakukan
merupakan usahanya sendiri, akan tetapi murni bahwa ia bisa seperti itu sebab
taufiq dari Allah ta’ala.
Hadits ini senada dengan hadits-hadits
yang redaksinya: “La yu’minu ahadukum” tidak beriman salah satu dari kalian,
maknanya : Imanan kamila”, dengan keimanan yang sempurna, dan redaksi
“Layadkhulul jannah” tidak masuk surga, maksudnya adalah “ma’assabiqin, al
awwalin”, bersama rombongan para pendahulu.
Seorang yang lebih tua dari kita berhak
dihormati karena beberapa alasan:
-
Keberadaannya lebih dahulu dari kita dan telah
berpengalaman merasakan pahit getirnya kehidupan dalam banyak hal.
-
Sayyidina Ali karromallahu wajhah suatu
saat berjalan menuju masjid. Ditengah jalan ia bertemu dengan orang tua yang
berjalan ke arah yang sama demi menghormati orang tua itu, ia tidak berani
mendahuluinya, sampai ia telat berjamaah, akan tetapi ternyata selepas sampai
dimuka masjid orang tua itu tidak ikut berbelok, maka ia tahu bahwa orang itu
adalah seorang Yahudi.
Ma min syabin akroma syaikhon lisinniihi
illa qoyyadlolloh lahu man yukrimuhu inda sinnihi
Dari sini ulama ada yang berpendapat bahwa
orang tua di hormati karena sebab status tuanya dalam umurnya, akan tetapi ada
juga ulama yang berpendapat bahwa penghormatan itu sebab kepribadiannya yang
baik. Rasulillah bersabda:
Khoirunnas man thola umruh wa hasuna
amaluhu wa syarrunnas man thola umruhu wa sa’a amaluhu
Berbicara masalah kasih sayang maka
semestinya hal itu kita berikan kepada siapa saja. Bahkan binatang saja berhak
untuk dikasihi, apalagi terhadap orang lain. Dan kasih sayang ini akan membuat
hidup kita lancar dan berkah. Usaha kita akan beruntung, dan sebutan kita akan
tinggi. Seseorang yang berkasih sayang, akan dikasihi oleh Allah, Rasulillah
bersabda:
Arrohimuna yarhamuhum arrohman…
Ada beberapa alasan yang menjadi motivasi
seseorang berkasih sayang dengan yang lebih muda:
-
Anak kecil masih lemah, memerlukan bantuan orang
yang lebih tua. Mereka seringkali masih bersifat kekanak-kanakan.
-
Anak atau orang yang sudah dewasa akan tetapi dia
menjadi “kecil” secara makna, seperti sebab idiot, tua renta, dll.
-
Menyamai Allah sebab dari semenjak lahir seorang
anak telah dikasih sayangi oleh Allah.
Dan tentunya kasih sayang ini, tidak hanya
kita berikan kepada Muslim saja. Bahkan kepada non muslim ada hak-hak semestinya
kita tunaikan. Seperti dikala kita melihat seorang tua renta di bis tak
mendapatkan tempat duduk, maka kalau bisa kita beri ia tempat duduk. Meski dia
seorang non muslim. Jangan sampai kita tidak peduli dan acuh hanya karena tahu
dia seorang non muslim.
Banyak cara menyayangi seseorang, salah
satunya adalah dengan cara menjenguknya dikala ia sedang sakit, dan
mengunjunginya dalam kondisi sehat. Orang yang mau melakukannya akan dipanggil
oleh sesosok dan sosok itu berucap: “Bagus kau, jalanmu juga bagus, dan kau
siapkan bagian surga bagimu”
Seseorang juga harus mengerti hak-hak
orang alim. Dan tentunya hal ini akan menghasilkan keberkahan. Idza atakum karimu qoumin fa akrimuh, jika
seorang mulia kaummu datang maka hormati ia. Mereka berhak untuk dihormati.
Sebab ilmu yang mereka miliki.
Yarfaillahulladzi na amanu minkum…
Sababun Nuzul ayat ini adalah, dikala hari
jum’at Rasulillah mengadakan kajian di serambi Masjid Nabawy, disana telah
banyak orang yang hadir. Selepas itu rombongan Ahlu Badar datang. Demi ingin
menghormati mereka, Rasulillah mempersilahkan mereka untuk kedepan. Akan tetapi
karena kondisi tidak memungkinkan ……
Cara menghormati dan memuliakan mereka
beragam dan relatif, seperti dikala mereka datang disebuah majlis, kita silakan
mereka untuk duduk di depan. Yang terpenting tidak sampai sujud. Jangan seperti
sekte sebelah yang mengklaim berdiri sebab menghormati orang alim merupakan
barang terlarang, mencium tangan orang shaleh dianggap mengkultuskan. Jika kita
cermati sepertinya ada agenda terselubung yang diterapkan musuh Islam untuk
memisahkan dan menjauhkan kaum muslimin dengan ulama’nya. Sehingga jika ini
terjadi, maka kaum muslimin akan bertambah lemah dan rapuh.
Dan yang dimaksud dengan ulama disini,
bukan hanya seorang yang cerdas dan paham betul masalah agama, akan tetapi
ulama yang sebenarnya adalah seorang yang lebih mengedepankan rasa takutnya
kepada Allah (khosyah) dari pada ilmunya. Ulama yang memiliki karakter low
profil (tawadlu) dalam bersikap. Sebab banyak ulama yang alim secara keilmuan
akan tetapi kosong dalam pengamalan. Mereka bahkan hobi mengotak-atik hukum
sehingga menghasilkan hukum yang sama sekali berbeda.
Ulama merupakan pewaris Nabi, dan keilmuan
kedudukannya berada satu tingkat dibawah predikat kenabian. Mereka akan
mendapatkan kedudukan yang tinggi kelak di surga. Dan dari sekian ulama, rumah
yang paling tinggi kelak di surga adalah rumahnya Sayyidina Muadz bin Jabal.
Saking tinggi derajatnya, seorang yang shaleh dan alim bahkan juga memiliki
kesempatan untuk memberikan syafaat kepada orang-orang lain kelak di hari
kiamat.
Blogger Comment
Facebook Comment