Dari Abu
Musa al-Asy’ari rodliyallohu anhu, dari Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam, beliau bersabda:
“Sesungguhnya perumpamaan teman yang sholeh dan teman yang buruk seperti penjual
minyak wangi dan pande besi. Penjual minyak wangi ada kalanya memberikan
sedikit minyak wanginya kepadamu, atau bisa jadi kamu membeli minyak wangi
darinya, atau (paling tidak) kamu mencium harum wangi darinya. Sedangkan
seorang pande besi ada kalanya ia bisa membuat bajumu terbakar atau kamu
mendapatkan bau tidak sedap darinya.”
artidarimimpi.com |
Manusia adalah makhluk yang tidak bisa
hidup sendirian, secara fitrah ia merupakan makhluk sosial yang mesti hidup
bersama. Antara satu dengan yang lain saling membutuhkan. Maka Islam
mengarahkan bagaimana bergaul agar hidup kita senantiasa berada dalam keadaan lurus
dan positif.
Disamping itu, seseorang pasti memiliki
tujuan dalam hidup. Seperti yang tertera dalam ungkapan: “Anta Robby wa ridloka
mathluby”.Engkau Tuhanku dan Ridlo-Mulah tujuanku. Keridloan Allah menjadi
tujuan utama hidup kita. Maka dalam pergaulan, kita butuh teman yang bisa
mendukung tujuan utama kita hidup ini. Bagaimana memilih teman yang sholeh dan
menghindari teman yang buruk.
Rasulillah dalam hadits ini menyampaikan
dengan menggunakan bahasa perumpamaan. Sebuah metode penyampaian yang pas dan
seharusnya kita tiru sehingga memudahkan pendengar dalam memahami apa yang
disampaikan. Teman yang sholeh di ibaratkan seperti penjual minyak wangi
sementara teman yang buruk di ibaratkan seperti seorang pande besi. Jika kita
bersama teman yang shaleh berarti kita masuk dalam kebaikan. Jika kita bersama
teman yang buruk maka kita akan mendapatkan keburukan. Kita akan terpengaruh
dengan siapa kita berteman.
Rasulillah dalam hadits yang lain
menyampaikan:
Al mar’u ala dini kholilih, fal yanzhur
ahadukum man yukholil.
Seseorang itu atas agama karibnya, maka
lihatlah dengan siapa kalian berkarib.
Senada dengan hadits ini, terdapat hadits
yang lain yang berbunyi:
Al mukmin mir’atul mukmin.
Sayyidina Ali Karromallahu wajhah
menyampaikan:
Fala tash hab akhol jahli waiyyaka
waiyyahu
Wakam min jahilin arda haliman hina akhohu
Yuqoshul mar’u bil mar’i idza mal mar’u
masyahu
Walissyai minassyai maqoyisu wa asybahu
Walil qolbi alal qolbi dalilun hina
yalqohu
Cara untuk mengukur apakah seseorang itu
baik atau buruk amat mudah, jika temannya baik maka ia bisa dipastikan baik,
dan jika temannya jelek maka ia pun bisa dipastikan jelek. Karena orang-orang
pada umumnya akan menganggap seseorang dengan kumpulannya. Jika kumpulannya
baik, ia akan dianggap sebagai orang yang baik. Dan jika kumpulannya jelek, ia
akan dianggap sebagai orang yang jelek.
Seseorang yang baik cenderung berkumpul
dengan orang baik, dan orang yang jelek cenderung berkumpul dengan orang baik. Kecenderungan
seseorang ini sudah ada semenjak kita masih berada di alam ruh. Disana dikala
kita bertemu seseorang dan berkenalan, maka akan ada pertautan dan
kecenderungan dikala di dunia. Ia akan cenderung senang bergaul dengan mereka,
bahkan sampai ada yang menjadi sepasang kekasih. Dan dikala kita bertemu
seseorang dialam ruh lantas kita saling menjauh, maka aka nada ketidak cocokan
dikala di dunia. Ia enggan bergaul dengan mereka.
Al arwahu junudun mujannadah…
Lebih jauh dari itu, bahwa manusia
memerlukan teman sholeh yang bisa membimbingnya menuju Allah ta’ala. Seperti
yang didawuhkan Abuya, “Kullu insan yahtaju ila mursyidin murobbin qoidin”,
setiap manusia membutuhkan seorang mursyid, murobby, dan penuntun. Sosok yang
hadir untuk membimbing hati kita menuju keselamatan, terhindar dari sekian
penyakit hati. Sosok mursyid yang membimbing kita meraih maqam rusyd, sebab
dari semenjak kecil saja kita sudah didoakan supaya meraih “rusyd”melalui doa “..wabulligta
rusydahu”.
“Mursyid murobby adalah seseorang yang
mendidik hatimu, membersihkannya dari akhlaq tercela, dan menuntunmu menuju Allah,
seseorang yang dikala kamu bersahabat dengannya, Allah ta’ala akan menjagamu
dari sekian keburukan, kemaksiatan, dan hawa nafsu.” (Abuya al-Maliki)
Idza kunta fi qoumin fa shohib khiyarohum…
Syabihussyai’ munjadibun ilaih
Wa qoilun kaifa tafaroqtuma faqultu qoulan
fihi inshofu
Lam yaku min syakli fa faroqtuhu, wannasu
asykalun wa ashnafu.
Seseorang dikala hidup juga seharusnya
memiliki seorang figur shaleh yang didambakan. Sebab seperti yang disampaikan
Nabi, kelak kita akan di kumpulkan dengan siapa yang kita cintai dan kita
dambakan. Meski kita memiliki amal yang terbatas, tapi dengan modal kecintaan
kita bisa dikumpulkan dengan orang yang kita cintai itu.
Dalam hidup kita juga harus berusaha
mencari karib karena Allah (Akhun fillah), bukan semata karib dalam masalah
bisnis atau hal duniawi saja. Apalagi pada zaman sekarang, demikian sulit
mencari saudara karena Allah. Bahkan krisis ini termasuk bagian tanda telah
dekatnya kiamat. Karib karena Allah bisa didapat dari majlis-majlis dzikir dan pengajian,
masjid-masjid, dan tempat-tempat lain. Majlis pengajian yang sebenarnya, bukan
majlis pengajian yang hanya sebagai kedok dalam penjualan agama.
Laisa bihakim man lam yusyair bil ma’ruf man
labudda lahu min muasyarotih hatta yaj’alullahu lahu min dzalika makhroja. (HR
Baihaqi)
Ida tafassahu fil majalisi…
Blogger Comment
Facebook Comment