Berfokus Kepada Alloh

Berfokus Kepada Alloh



وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ

“Dan hanyalah kepada Tuhanmu, maka berfokuslah”

Seringkali baginda Rasulullah SAW. memberikan pemahaman yang sama sekali berbeda dari pemahaman mayoritas umat manusia.  Kekayaan yang sebenarnya bukanlah harta benda, tetapi kekayaan hati.  Harta kita bukanlah yang kita simpan di brangkas atau rekening tetapi yang telah kita suguhkan demi kepentingan makhluk dan agama Alloh Ta'ala.  Orang yang kuat bukanlah yang perkasa dalam fisiknya tetapi ia adalah yang mampu menahan amarah.  Kita pun sebenarnya harus kembali mengingat bahwa esensi dari indahnya kehidupan ini adalah kedamaian dan ketentraman yang didapatkan dari adanya hubungan yang erat dengan Alloh Ta'ala. Ia, jika tidak menginginkan ketenangan pergi maka hati harus terus belajar agar hanya menjadikan Alloh sebagai fokus tunggal dari segala macam aktivitas, meninggalkan larangan, menjalankan perintah, motif dan tujuan berbagai macam aktivitas dan formalitas, yang pada intinya hati mesti terus belajar menghilangkan segala kepentingan selain Alloh Ta'ala dari aktivitas dan formalitas apapun yang dijalankan oleh anggota tubuh. 

Berfokus Kepada AllohMencermati bahasa farghab, biasanya kalimat ini disambung dengan huruf jerr fii yang memberikan makna keinginan mencapai hal yang disukai atau dengan huruf jerr An untuk maksud usaha menghindari hal yang tidak disukai di mana huruf jerr tersebut biasanya jatuh setelahnya. Akan tetapi dalam ayat ini digunakan sambungan huruf jerr ilaa yang mendahului farghab. Ini agar redaksi ayat di atas memberikan makna Iqbaal dan Tawajjuh, fokus dan menghadap total kepada Alloh seperti kita datang menuju tanpa menoleh ke kanan kiri kepada seseorang untuk mendapatkan kebutuhan kita.

Ini sama dengan firman Alloh SWT. tentang Nabi Ibrahim as:

إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّيْ

"Sesungguhnya aku pergi menuju Tuhanku." 

Menjadikan Alloh sebagai fokus adalah langkah antisipasi supaya hati tidak kecewa, tidak terjebak dalam kesedihan berkepanjangan dan akhirnya merasa lemah ketika merespon hal-hal yang tidak menyenangkan yang dipastikan siapapun manusia pasti akan mengalami dan merasakan. Apalagi sebagai seorang da’i yang mesti harus bertarung melawan kekafiran, kemaksiatan dan kemungkaran. Selain makna tersebut, ayat di atas juga difahami perlunya setiap orang untuk terhubung dengan Alloh Ta'ala melalui media do’a sebagaimana penjelasan Syekh Ismail Haqqi dalam Ruuhul Bayan: "Maka berfokuslah kepada Tuhanmu dengan meminta. Jangan meminta kepada selain-Nya karena sesungguhnya Dia Maha Kuasa untuk bisa membantu kebutuhanmu, bukan selain-Nya."

Dalam konteks dakwah maka ini merupakan arahan agar selain menyeru, para da’i juga harus meluangkan waktu guna berdo’a untuk umat sebagaimana do’a Rasulullah SAW. berdo’a:  

أَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِى فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ

“Ya Allah, tunjukkanlah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengerti” 

Ayat di atas juga menjadi dasar bahwa ketika Alloh sudah menjadi fokus, maka dengan selanjutnya akan memunculkan: 

1. Hubban Lillaah

Ini terkait hubungan seorang muslim dengan diri sendiri yang berupa kewajiban membangun Kepribadian Islam yang mencakup:

  • Pola pikir islami yang berfikir dengan logika Islam ketika memberikan penilaian terhadap segala sesuatu, kejadian–kejadian, pribadi–pribadi dan aneka ragam sikap.
  • Pola jiwa islami yang memberikan gambaran bagaimana berinteraksi dengan orang sekitar dan segala yang ada di kanan kirinya sesuai manhaj Islam.


Ini berarti tidak ada pilihan kecuali melakukan pembinaan kepada generasi muslim yang kelak akan mengemban risalah Islam dengan pemikiran yang jelas di kepalanya, aqidah kuat menancap dalam hatinya, ibadah yang murni untuk Tuhannya dan amal shaleh yang membersihkan dirinya sekaligus memberikan manfaat kepada selainnya. 

2. Hubban fillaah

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara." Ini terkait hubungan seorang muslim dengan saudaranya yang berupa kewajiban mewujudkan ikatan Islam seperti yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabat yang disebutkan oleh Alloh dalam firman-Nya: "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Alloh. Muhammad itu adalah utusan Alloh dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka."

Sikap keras mereka terhadap orang-orang kafir adalah sebagai buah dari tindakan melarang kemungkaran dalam makna luas. Sementara berkasih sayang di antara mereka merupakan buah aktivitas memerintahkan yang baik dalam makna yang luas pula seperti terkandung dalam sabda Rasulullah SAW: "Setiap kebaikan adalah sedekah." (HR Ahmad Muslim Abu Dawud), sementara sedekah bisa menolak bencana. Dan Rasulullah SAW. bersabda yang artinya: "Orang-orang yang pengasih akan selalu dikasihi Dzat Maha Pengasih tabaaraka wata’aalaa. Kasihanilah orang yang ada di bumi niscaya orang yang ada di langit akan selalu mengasihi kalian!" (HR Ahmad Abu Dawud Turmudzi Hakim). Beliau juga bersabda: 

صَنَائِعُ الْمَعْرُوْفِ تَقِي مَصَارِعَ السُّـوْءِ وَاْلآفَاتِ وَالْهَلَكَاتِ

“Perlakuan-perlakuan baik akan menjaga dari kematian-kematian buruk, bencana-bencana dan kerusakan-kerusakan.”

Dan kemudian akan bisa menghindari Hubban Ma’allah seperti difirmankan oleh Allah: "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya." Ini terkait hubungan seorang muslim dengan amalnya. Ia menyangka telah beramal karena Alloh, padahal dalam dirinya ada syirik yang tidak menampak baginya meski ia tahu itu termasuk hal-hal yang merusak amal.

Baca Artikel Lainnya : Semerbak Cinta Bermahar Surga Part 2

Ibnu Taimiyyah berkata: 

"Orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya memiliki kecintaan sebagaimana kaum musyrikin mencintai tuhan-tuhan mereka dan sebagaimana kecintaan para penyembah kepada anak sapi emas. Inilah Hubban Ma’allah Alloh, bukan Hubban Lillaah. Dan inilah kecintaan para ahli syirik. Hawa nafsu terkadang mengaku mencintai Alloh, meski pada kenyataannya itu adalah kecintaan syirik. Ia hanya cinta kepada sesuatu yang disukainya yang terbungkus dalam Hubban Ma’allah. Dan memang keinginan itu sendiri terkadang tidak jelas bagi nafsu sebab sesungguhnya kecintaan anda akan sesuatu bisa menjadikan buta dan menyebabkan tuli. Begitulah amal yang oleh manusia disangka bahwa telah menjalankannya karena Alloh, padahal di sana ada syirik terselubung yang sebenarnya ia mengetahuinya. Hal itu karena kecintaan akan kekuasaan (Riyasah), atau kecintaan akan harta benda, atau kecintaan akan sebuah figur. Karena inilah para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, seseoang berperang karena keberanian, dorongan emosional dan karena pamer. Manakah yang berada di jalan Alloh?" Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam menjawab: “Barangsiapa yang berperang agar kalimat Alloh menjadi mulia maka dialah yang berada di jalan Alloh.” Dan inilah yang dinamakan Syirik Khafi yang harus diwaspadai oleh seorang muslim yang terbina."


=والله يتولي الجميع برعايته=

Share on Google Plus

About tdmenha pujon

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment