Memuliakan Tamu

Memuliakan Tamu

 Allah azza wajalla berfirman:

وَلَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَى قَالُوا سَلامًا قَالَ سَلامٌ فَمَا لَبِثَ أَنْ جَاءَ بِعِجْلٍ حَنِيذٍ

“Dan para utusan Kami (para malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan, "Selamat." Dia (Ibrahim) menjawab, "Selamat (atas kamu)," Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang”

Nurul HaromainAyat ini berkisah ketika Jibril, Mikail dan Israfil datang bertamu ke rumah Nabi Ibrahim as dalam wujud para lelaki tampan. Nabi Ibrahim as yang kebetulan memang memiliki banyak harta benda berupa sapi  segera menyuguhkan kepada mereka daging sapi panggang. Setelah disuguhkan maka Nabi Ibrahim as mempersilahkan mereka agar menikmatinya. Ibrahim berkata: "Silahkan kamu makan"

Selain memberi makna agar tuan rumah menghidangkan suguhan seadanya, ayat ini juga memberikan pelajaran agar suguhan itu disegerakan dan tidak ditunda-tunda, terutama bagi tamu yang kelihatan capek, kehausan dan lapar karena habis melakukan perjalanan jauh dan melelahkan. Ini artinya menyediakan makanan baik camilan maupun makanan berat secara khusus untuk tamu adalah hal yang sah dan bahkan dianjurkan. Lebih dari itu, jika ada kemampuan, maka tuan rumah bisa memberikan suguhan istimewa pada hari pertama menerima tamunya. Abu Syureh al Ka’bi ra meriwayatkan sabda Rasulullah Saw:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ وَالضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ فَمَا بَعْدَ ذلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ...

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia memuliakan tamunya. Bonus tamu itu adalah sehari semalam. Suguhan tamu adalah selama tiga hari. Lalu hari setelah itu adalah sedekah…”

Siapapun tamu yang datang memiliki hak untuk disambut dan mendapatkan suguhan. Termasuk barangkali tamu itu seorang non islam. Diceritakan bahwa suatu saat seorang musyrik datang bertamu kepada Nabi Ibrahim as. Nabi Ibrahim as membiarkannya dan tidak memberinya suguhan sehingga pada pagi hari tamu itu segera pergi. Malaikat Jibril as lalu turun dan berkata: “Sesungguhnya Tuhanmu mengirim salam kepadamu dan berfirman: “Mengapa kamu membiarkan hambaKu?!” Nabi Ibrahim as menjawab: “Karena dia seorang musyrik” Jibril berkata: “Tuhanmu berfirman: “Apakah kamu yang menciptakannya atau Aku?” Nabi Ibrahim as menjawab: “Engkau yang menciptakan” Jibril as berkata: “Sesungguhnya Dia berfirman: “Ia kufur kepadamu atau kepadaKu?” Nabi Ibrahim as menjawab: “Ia kufur kepadaMu” Jibril as berkata: “Sesungguhnya Dia berfirman kepadamu: “Apakah kamu yang selama ini memberikan rizki kepadanya atau Aku?” Nabi Ibrahim as menjawab: “Engkaulah yang memberi rizki kepadaku dan kepadanya” Jibril as berkata: “Sesungguhnya Dia berfirman kepadamu: “Apakah Dia yang menciptakan kekafiran dalam hatinya atau kamu yang menciptakan?” Nabi Ibrahim as menjawab: “Engkaulah yang menciptakan” Jibril as berkata: “Dia berfirman: “Apakah kekafirannya membahayakan dirinya sendiri atau dirimu?” Nabi Ibrahim as menjawab: “Membahayakan dirinya sendiri”

Jibril as berkata:

“Sesungguhnya Dia berfirman: Jika demikian halnya mengapa kamu tidak mempedulikannya sementara ia adalah hambaKu dan saudaramu.Sungguh ia pasti berada di antara dua kondisi; Pertama Aku membuatnya celaka dan menjadikannya sebagai makanan nerakaKu dan tempat berlakunya kemarahanKu, atau Kedua Aku menerima taubatnya dan menjadikannya termasuk salah satu di antara para kekasihKu dan Aku lalu menempatkannya di rumah kasih sayang dan anugerahKu”

Sampai di sini Nabi Ibrahim as segera menyusul tamu tersebut dengan tergopoh penuh rasa takut. Ketika berhasil menyusul maka beliau membujuk dan merayu agar tamu itu mau kembali supaya dia bisa memberinya makan. Orang musyrik yang keheranan itu berkata: “Sungguh anda ini aneh. Tadi menolakku dan kini jsutru merayu seakan anda lah yang membutuhkan diriku” Nabi Ibrahim as menjelaskan: “Sesungguhnya Tuhanku menegurku karena dirimu” orang musyrik itu berkata: “Sungguh luar biasa Tuhanmu yang menegur kekasihNya karena musuhNya” selanjutnya orang musyrik itupun beriman kepada Allah dan bergabung beribadah bersama Nabi Ibrahim as sampai ia meninggal dunia.

Baca Artikel Lainnya : "Solusi Setiap Permasalahan"

Jadi siapapun tamu  yang datang berhak mendapatkan haknya berupa sambutan dan suguhan makanan sehingga bila suatu saat terjadi tuan rumah tidak menyuguhkan apapun kepada tamunya maka tamu berhak mengambil secukup kebutuhannya. Rasulullah Saw bersabda:

أَيُّمَا ضَيْفٍ نَزَلَ بِقَوْمٍ فَأَصْبَحَ الضَّيْفُ مَحْرُوْمًا فَلَهُ أَنْ يَأْخُذَ بِقَدْرِ قِرَاهُ وَلَا حَرَجَ عَلَيْهِ

“Mana-mana tamu yang berada di suatu kaum lalu hingga pagi hari ia terhalang (tidak mendapatkan suguhan makanan secukupnya) maka ia boleh mengambil sekedar suguhannya, dan tidak ada dosa sama sekali baginya”

Meski tamu memiliki hak, tetapi hak ini terbatas oleh waktu tiga hari sebagaimana dalam lanjutan hadits riwayat Abu Syureh al Ka’bi ra di atas:

...وَلَا يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَثْوِيَ عِنْدَهُ حَتَّي يُحْرِجَه

“…dan tidak halal baginya (bagi tamu) tinggal di sisi (tuan rumah) sehingga membuatnya merasa susah (membuatnya berbuat dosa)”

Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda:

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berbuat baik dalam menyuguh tamunya” ditanyakan: “Wahai Rasulullah, apakah menyuguh tamu itu?” beliau Saw bersabda: “Tiga hari, lalu setelah itu adalah sedekah”

Menyuguh tamu, terutama yang sedang membutuhkan makanan, menjadi sesuatu yang sangat penting diperhatikan oleh Rasulullah Saw. Abu Hurairah ra meriwayatkan: Seseorang datang (bertamu) kepada Nabi Saw. Ia berkata: “Sungguh saya sangat lapar” Nabi Saw lalu mengirim orang untuk datang kepada salah seorang isteri. Isteri beliau memberikan jawaban: “Demi Tuhan yang mengutusmu dengan benar, tidak ada yang saya miliki kecuali air” kembali beliau mengirim orang untuk bertanya kepada isteri beliau yang lain..dan semua mengatakan hal yang sama. Nabi Saw lalu bersabda: “Siapakah orang yang mau menyuguh tamuku ini? Semoga Allah merahmatinya” salah seorang dari Anshar bangkit (dan menyatakan kesediaan): “Saya wahai Rasulullah”.

Lelaki Anshar itu kemudian mengajak tamu Rasulullah Saw tersebut pulang ke rumahnya. Ia berkata kepada isterinya: “Apakah di sisimu ada sesuatu (makanan)?” isterinya menjawab: “Tidak, kecuali hanya makanan untuk anak-anakku” ia berkata: “Kalau begitu bujuk mereka dengan sesuatu (hingga lupa makan. Pent), dan ketika tamu kita masuk maka segera padamkan lampu, perlihatkanlah kepadanya bahwa kita sedang makan….!” Mereka pun duduk bersama tamu yang sedang makan.
Keesokan harinya mereka datang kepada Nabi Saw, dan beliau bersabda: “Sungguh Allah bangga dengan perlakuan kalian berdua kepada tamu kalian tadi malam”. Tamu perlu dimuliakan selain karena memang diajarkan oleh Allah dan RasulNya, juga karena kedatangan tamu adalah berkah bagi tuan rumah. Rasulullah Saw bersabda:

إِذَا نَزَلَ الضَّيْفُ نَزَلَ بِرِزْقِه وَإِذَا ارْتَحَلَ ارْتَحَلَ بِذُنُوْبِ أَهْلِ الْبَيْتِ

“Jika tamu singgah maka ia singgah dengan membawa rizkinya dan jika pergi maka pergi dengan membawa dosa-dosa pemilik rumah”

Pentingnya memuliakan tamu karena terkait dengan akhlak islam, peleburan dosa dan keluasan rizki tuan rumah, inilah yang barangkali menjadi penghayatan tersendiri bagi orang-orang shaleh yang di antara mereka adalah KH Makshum Lasem Jawa Tengah. Bersumber dari beberapa santri beliau yang kebanyakan adalah para ulama dan tokoh, didapatkan cerita bahwa tidak boleh ada tamu yang keluar dari rumah beliau kecuali harus makan terlebih dahulu.


Share on Google Plus

About tdmenha pujon

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment