Rahasia Puasa Bagian Kedua
Menahan pendengaran dari mendengarkan hal-hal yang di makruhkan. Karena segala sesuatau yang di haramkan untuk di ucapakan, haram juga untuk di dengarkan. Karena itu Alloh –subhanahu- menyamakan antara orang-orang yang mendengarkan kebohongan dan orang-orang yang memakan makanan terlarang. Alloh –ta’ala- berfirman :
سَمَّاعُوْنَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُوْنَ لِلسُّحْتِ
"Mereka adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong dan banyak memakan yang haram”. (Al-Ma’idah : 42).
Alloh –‘azza wa jalla- berirman lagi :
لَوْلَا يَنْهَاهُمُ الرًّبَّانِيُّوْنَ وَ الْأَخْبَارُعَنْ قَوْلِهِمُ الْاِثْمَ وَ أَكْلِهِمُ السُّحْتَ
“Mengapa orang-orang alim dan pendeta-pendeta tidak melarang mereka dari ucapan mereka yang menimbulkan dosa dan memakan yang haram?” (Al-Ma’idah : 63).
Diam terhadap pergunjingan adalah harom. Alloh juga berfirman :
فَلَا تَقْعُدُوْا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوْضُوْا فِي حَدِيْثٍ غَيْرِهِ. إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ
“Maka janganlah kalian duduk bersama mereka, hingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Sungguh, (kalau kalian bersama mereka dalam pembicaraan itu) tentulah kalian serupa dengan mereka”. (An-Nisa’ : 140). Karena itu Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
الْمُغْتَابُ وَالْمُسْتَمِعُ شَرِيْكَانِ فِي الْإثْمِ

“Orang yang mempergunjingkan dan orang yang mendengarkan adalah sama di dalam dosanya”.
Selanjutnya Menahan anggotan badan yang lain yaitu tangan dan kaki dari hal-hal yang tidak di sukai, serta perut dari makanan-makanan subhat saat berbuka. Maka tidak ada artinya bagi puasa yang itu menahan dari makan-makanan halal, namun di tutup dengan berbuka dengan makanan yang haram. Makanan halal itu bisa membahayakan karena terlalu banyak, bukan karena jenisnya. Dan puasa itu berfungsi untuk menyedikitkan makanan. Orang yang tidak berlebihan dalam makan termasuk obat yang bisa menghindarkannya dari sakit. Lalu ketika pada akhirnya dia memakan racun, maka itu merupakan tindakan yang sangat bodoh. Makanan haram merupakan racun yang bisa merusakkan agama. Dan makanan halal itu adalah obat yang bisa bermanfaat ketika sedikit. Dan ketika terlalu banyak, bisa membahayakan. Sedang tujuan dari puasa adalah untuk menyedikitkan makan. Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda :
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ اِلَّا الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ
“Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan dari puasanya selain rasa lapar dan dahaga”. Ada yang mengatakan itu adalah orang yang berbuka puasa dengan makanan yang haram. Dan ada pula yang mengatakan bahwa itu adalah orang-orang yang tidak menjaga anggota badannya dari melakukan dosa.
Hendaknya orang yang berpuasa tidak terlalu banyak makan saat berbuka, hingga memenuhi perutnya, walaupun dengan makanan halal. Tidak ada wadah yang lebih dimurkai Alloh -‘azza wa jalla-, dari pada perut yang dipenuhi dengan makanan halal. Bagaimana mungkin bisa diambil manfaat dari puasa, untuk memaksa musuh Alloh –‘azza wa jalla- dan meredam luapan syahwat, jika kemudian saat berbuka semua keinginan yang tertunda pada siang hari bisa disalurkan?. Bahkan tidak jarang pemuasan itu bisa berlebihan dengan aneka macam makanan, hingga sudah berlaku kebiasaan untuk menyimpan semua jenis makanan untuk persiapan Romadhon. Sehingga pada bulan mulia ini bisa dimakan, makanan yang tidak bisa dimakan pada bulan-bulan yang lain.
Baca Juga : Rahasia Puasa Bagian Pertama
Sudah dimaklumi bahwa tujuan dari puasa adalah untuk melaparkan dan meredam hawa nafsu, agar jiwa menjadi kuat untuk melakukan taqwa. Ketika perut ini dihalangi pada siang hari hingga malam hari, lalu pada malamnya diberi makanan-makanan yang lezat hingga kenyang, maka semakin bertambahlah kelezatannya dan semakin kuatlah syahwat terhadapnya, dan bangkit pulalah syahwat-syahwat lain yang bisa jadi sebenarnya reda, saat dibiarkan sebagaimana biasanya.
Ruh dan rahasia puasa adalah untuk melemahkan kekuatan yang menjadi sarana bagi setan untuk mendorong seseorang kepada keburukan. Dan itu tidak bisa tercapai kecuali dengan menyedikitkan makan, yaitu bahwa dia tidak makan sebagaimana biasanya dia makan setiap malam, ketika tidak berpuasa.
Lalu ketika seseorang mengumpulkan semua makanan yang biasanya dimakan sejak pagi hari, hingga menghabiskannya pada malam hari, maka dia tidak akan mendapatkan manfaat dari puasanya.
Bahkan termasuk di antara adab puasa adalah tidak memperbanyak tidur pada siang hari, sehingga dia bisa merasakan lapar dan dahaga, serta merasakan melemahnya kekuatannya, hingga pada saat itu hatinya menjadi jernih. Dan pada malam harinyapun, sisa rasa lemah itu masih ada, sehingga dia merasa ringan untuk sholat Tahajjud dan membaca wirid-wiridnya. Maka semoga saja setan tidak melingkupi hatinya, sehingga dia bisa menyaksikan alam malakat langit.
Malam Lailatul Qodr adalah nama untuk suatu malam yang pada saat itu sebagian alam malakut tersingkap. Dan itulah yang dimaksud dengan firman Alloh ta’ala :
اِنَّا اَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sungguh, Kami telah menurunkan Al-Qur’an itu pada malam kemuliaan”. (Al-Qodr : 1).
Barang siapa yang memasukkan sekeranjang makanan di antara hati dan dadanya, maka dia terhalang dari menyaksikan alam malakat langit. Bahkan orang yang sudah mengosongkan perutnya pun, masih belum cukup untuk menyingkapkan hijab, selama keinginannya masih belum terkosongkan dari selain Alloh –‘azza wa jalla-. Itulah kesempurnaan akhirnya. Dan permulaannya adalah menyedikitkan makan.
Blogger Comment
Facebook Comment