Kerjasama Sedekah

Kerjasama Sedekah


Dalam Islam, riba dinyatakan sebagai sebuah penyakit sosial dan akar masalah ketimpangan ekonomi yang sangat serius sehingga harus betul-betul dijauhi sebagai bukti keimanan bagi orang yang hatinya masih memiliki keimanan kepada Allah. “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan tinggalkanlah segala yang tersisa dari riba jika kalian (benar-benar) beriman”.  Bila masih tetap melakukan riba, maka Allah memaklumkan perang sebagaimana dalam lanjutan ayat: 

فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ...

“Jika kalian tidak mau melakukannya (meninggalkan riba) maka yakinlah akan adanya perang (permusuhan) dari Allah dan RasulNya…” 

Orang yang mendapatkan ancaman di sini bukan hanya satu orang saja. Akan tetapi semua orang yang terlibat dalam perbuatan riba. Jabir bin Abdillah ra meriwayatkan:

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ

"Rasulullah Saw melaknat orang yang memakan riba, orang yang mewakilkannya, orang yang menulisnya dan kedua saksinya. Selanjutnya beliau Saw bersabda: “Mereka semua sama saja”."

Nurul HaromainDalam Islam, seorang muslim yaitu orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat sangat dihormati dan dilindungi nyawa, kehormatan dan harta bendanya. Ia tidak halal dibunuh kecuali telah melakukan salah satu tiga kesalahan besar yang disebutkan dalam sabda Rasulullah Saw: “Darah seorang muslim tidak halal kecuali sebab tiga hal; seorang yang pernah sah menikah dan lalu melakukan zina, melakukan pembunuhan dan orang yang meninggalkan agamanya yang memisahkan diri dari jamaah”  “Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan salah satu tiga perkara; seorang yang kafir setelah islam, berzina setelah sah menikah, dan membunuh jiwa yang berharga”

Jika ada seorang muslim dibunuh selain karena tiga hal ini, maka sungguh hal demikian bagi Allah merupakan sebuah peristiwa sangat besar yang dalam bahasa kita manusia, sebuah tragedi sangat memilukan dan berat dirasakan. Gambaran ini disampaikan oleh Rasulullah Saw: “Sungguh sirnanya dunia ini lebih ringan bagi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim (tanpa hak)” . Oleh karena itulah Allah mengancam siapapun yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan seorang muslim tanpa hak sebagaimana disabdakan Rasulullah Saw:

لَوْ أَنَّ أَهْلَ السَّمَاءِ وَأَهْلَ اْلأَرْضِ اشْتَرَكُوْا فِى دَمِ مُؤْمِنٍ لَأَكَبَّهُمُ اللهُ فِى النَّارِ

“Andai penduduk langit dan penduduk bumi terlibat dalam pembunuhan seorang mukmin, niscaya Allah akan membenamkan mereka semua di neraka “

Semua orang yang terlibat dalam riba atau pembunuhan mendapatkan ancaman dan jatah hukuman dari Allah. Hal ini karena memang Allah azza wajalla adalah Dzat yang pencemburu. Saad bin Ubadah ra berkata: “Jika aku mendapati seseorang bersama isteriku maka pasti aku akan menebasnya dengan pedang tanpa terlebih dahulu membenarkan posisinya (tanpa harus menebas dengan bagian yang tajam)”. Hal itu sampai kepada Rasulullah Saw sehingga beliau bersabda: “Apakah kalian heran dengan kecemburuan Saad? Demi Allah aku lebih pencemburu daripada dirinya. Dan Allah lebih pencemburu daripada diriku. Dan karena kecemburuan Allah maka Dia mengharamkan hal-hal yang buruk; baik yang tampak maupun yang tersembunyi…”

Selain bersifat sebagai Dzat Pencemburu, Allah azza wajalla juga memiliki sifat Syakuur. Dia berfirman:

...إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ شَكُوْرٌ

“…sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha mensyukuri”

Maha mensyukuri artinya Allah memberi banyak pahala meski sedikit amal yang dilakukan. Maha mensyukuri karena Allah tidak membiarkan suatu amal kebaikan apa adanya. Akan tetapi Dia melipatgandakan menjadi minimal sepuluh, tujuh puluh, tujuh ratus dan bahkan tidak terhitung. Maha mensyukuri karena memberikan anugerah surga bagi setiap hati yang memiliki keimanan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya Nabi Muhammad Saw.

Bukti lain bahwa Allah Maha mensyukuri adalah bahwa Dia memberikan pahala kepada siapapun yang berjasa dan telah ikut berperan serta dalam suatu amal kebaikan, sekecil apapun amal itu dan sekecil apapun sumbangsih yang diberikan sebagaimana contoh berikut ini:

  • Sebuah Anak Panah

Rasulullah Saw bersabda:

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُدْخِلُ بِالسَّهْمِ الْوَاحِدِ ثَلَاثَةَ نَفَرٍ الْجَنَّةَ صَانِعَهُ يَحْتَسِبُ فِى صَنْعَتِه الْخَيْرَ وَالرَّامِيَ بِهِ وَمُنْبِلَهُ...

“Sesungguhnya hanya sebab sebuah anak panah, Allah azza wajalla memasukkan tiga orang ke dalam surga; orang yang membuatnya dengan tujuan kebaikan (mencari pahala karena Allah), orang yang memanah, dan orang yang mengulurkan anak panah (kepada orang yang memanah)…” (HR Abu Dawud no:2510 Kitab al Jihad bab (24) fir ramyi dari Uqbah bin Amir ra)

  • Sesuap Makanan

Rasulullah Saw bersabda:

"إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيُدْخِلُ بِلُقْمَةِ الْخُبْزِ وَقُبْصَةِ التَّمْرِ وَمِثْلِهِ مِمَّا يَنْفَعُ الْمِسْكِيْنَ ثَلَاثَةً الْجَنَّةَ الْآمِرَ بِهِ وَالزَّوْجَةَ الْمُصْلِحَةَ لَهُ وَالْخَادِمَ الَّذِي يُنَاوِلُ الْمِسْكِيْنَ" وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْحَمْدُ للهِ الَّذِي لَمْ يَنْسَ خَدَمَنَا"

“Sesungguhnya Allah azza wajalla benar-benar akan memasukkan tiga orang ke dalam surga (hanya) sebab sesuap roti dan sejumput kurma atau sepadannya dari segala hal yang bermanfaat bagi orang miskin; yaitu orang yang memberi perintah, isteri yang memperbaiki (memasak)nya, dan pembantu yang menyuguhkannya kepada orang miskin” Rasulullah Saw lalu bersabda: “Segala puji hanya bagi Allah, Dzat yang tidak pernah melalaikan pembantu kami”

Dua contoh di atas memberikan pelajaran yang di antaranya adalah bahwa pada suatu saat memang seseorang tidak bisa secara pribadi dan mandiri memberikan sedekah. Anak panah atau peluru tidak bisa dibuat oleh orang yang membidikkan atau menembakkannya. Suami yang memiliki kegemaran menjamu tamu juga tidak bisa sendiri memasak dan menyuguhkan. Atau barangkali suatu saat bisa secara mandiri bersedekah. Akan tetapi perlu kiranya melibatkan orang lain dalam proses sedekah agar juga mendapatkan kebaikan bersama-sama.

Di antara aktivitas sedekah yang sangat jarang seseorang bisa secara mandiri melakukannya adalah membangun masjid, mushalla, pesantren, sekolah atau fasilitas umum yang lain. Artinya dalam aktivitas sedekah-sedekah seperti ini memerlukan keterlibatan banyak orang di mana setiap orang yang berjasa atau ikut ambil bagian, meski hanya sedikit, seluruhnya mendapatkan jatah pahala dari Allah azza wajalla. Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ بَنَي للهِ مَسْجِدًا وَلَوْ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ لِبَيْضِهَا بَنَي اللهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ

“Barang siapa membangun sebuah masjid hanya karena Allah meski hanya sebesar sarang burung Qathat (yang cukup) untuknya bertelur maka Allah membangun baginya sebuah rumah di surga”

Dua contoh di atas juga memberikan pelajaran perlunya kerjasama (sinergi) dalam bersedekah. Sedekah seribu rupiah jika dikumpulkan dari seribu orang berarti menjadi satu juta. Lalu dikalikan jumlah hari sehingga seribu itu menjadi ratusan juta yang pada akhirnya bisa menjadi energi besar bagi sebuah upaya perjuangan mengentas kemiskinan, memberantas kebodohan, meringankan beban penderitaan dan menyebarluaskan ajaran-ajaran islam. Jadi sedekah tidak cukup hanya dilakukan sendiri-sendiri. Ini memang perlu. Akan tetapi, sekali lagi, juga harus ada nilai yang dikeluarkan untuk sedekah bersama-sama guna melaksanakan sebuah misi atau menuntaskan fasilitas kebaikan.

Sukses di Kota, Maju di Desa

Koran Kompas edisi minggu 26 juli 2015 pada halaman pertama memuat judul di atas. Selanjutnya memaparkan fakta kerjasama sedekah yang dilakukan oleh komunitas-komunitas perantauan di ibukota Jakarta yang mengumpulkan sedikit sedekahnya sehingga terkumpul jumlah besar sehingga mampu melakukan banyak hal. Di antara mereka adalah:

  • PAWONMAS, Paguyuban Wonogiri Manunggal Sedya, yang memberikan bantuan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu di daerah asal, bantuan air bersih di Wonogiri selatan, donor darah setiap tiga bulan dan sumbangan hari raya untuk warga miskin.
  • Perantau dari kabupaten Kuningan yang rata-rata bekerja sebagai penjual bubur kacang hijau dan pedagang rokok. Mereka membangun kampung halaman dengan mengajarkan wirausaha kepada kawula muda. Anak-anak muda diajak membuka usaha bubur kacang hijau di kota. Mereka diajari cara hidup di perantauan, bekerja, memasak, hingga mengelola warung. Ketika siap, mereka dilepas untuk mengembangkan usaha sendiri. Jumlah perantau di kabupaten Kuningan mencapai 240.000 orang, lebih banyak daripada angkatan kerja produktif di daerah mereka sendiri yang hanya berjumlah sekitar 200.000 orang.  Penghasilan mereka rata-rata sebulan 5 juta rupiah sehingga 5000 pedagang bisa menghasilkan 25 miliar dalam sebulan. Dalam setahun, pendapatan semua pedagang itu mencapai 300 miliar atau lebih besar dari pendapatan asli daerah Kuningan yang hanya 260 miliar.  Sebagian pendapatan itu mereka sisihkan (sedekahkan) untuk amal sosial di daerah asal dengan membangun rumah (bedah rumah), jalan, dan fasilitas umum. Tentu tidak ketinggalan pula rumah-rumah mereka yang dibangun megah dengan arsitektur rumah kota lengkap dengan segala fasilitas, termasuk mobil keluaran terbaru. Dan terletak di sebuah desa bernama Cigedang Kuningan Jawa Barat, mereka membangun Pondok Pesantren seluas 1.100 meter persegi yang diberi nama Bidayatul Hidayah. Selain itu mereka juga membangun masjid, sekolah dan jalan.
  • SAS, Sulit Air Sepakat, adalah organisasi masyarakat perantauan yang berasal dari Nagari (setingkat pemerintahan desa)  yang bernama unik sulit air,dan berkantor pusat di Tebet Jakarta Selatan. Desa Sulit Air terletak di kecamatan X Koto Diateh Kabupaten Solok Sumatera Barat. Para perantau tersebut memiliki tradisi mudik yang disebut pulang basamo. Setiap tahun, dalam kesempatan mudik, mereka memberikan bantuan di kampung halaman berupa beasiswa, membangun dan memperbaiki jalan dsb. Pada tahun ini (2015) mereka mengumpulkan dana hingga hampir mencapai 1 miliar rupiah untuk memperbesar Masjid Raya Sulit Air. Sebelumnya mereka juga telah mendukung penuh pendirian Sekolah Tinggi Ekonomi El Hakim di Jorong Koto Tuo. Serta pada tahun 2009 lalu, mereka mendukung penuh berdirinya Pondok Modern Gontor 11 di Sulit Air.
Seorang Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia, Yophie Setyadi mengatakan bahwa gerakan kecil pemberdayaan desa oleh warga perantau disebut dengan gejala households, di mana ada keterikatan selayaknya keluarga antara perantau dan kampung halaman. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa keterikatan itu kuat dan tak bisa dipisahkan. Jika kekuatan-kekuatan kecil dimanfaatkan untuk hal-hal positif dan tulus, maka akan menjadi gerakan besar yang bisa mengubah wajah nusantara.


= والله يتولي الجميع برعايته =
Share on Google Plus

About tdmenha pujon

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment