Marah Karena Alloh

Muawiyah Marah dan Memberi Hadiah 1000 Dinar


Muawiyah bin Abi Sufyan ra dikenal juga sebagai seorang yang sangat tabah menahan marah. Ia bahkan pernah mengatakan: “Aku tidak akan marah kepada siapapun baik saat aku mampu melampiaskan ataupun tidak mampu melampiaskannya”.

Nurul HaromainHingga suatu saat ada seseorang yang bertekad ingin membuat Muawiyah marah. Ia pun datang ke istana. Begitu diterima dan menghadap, ia berkata kepada Amirul Mukminin Muawiyah: “Saya ingin agar anda menikahkan saya dengan ibu anda yang katanya beranus besar!” Muawiyah mampu menahan marahnya dan bahkan menjawab dengan tegas: “Justru itu yang membuat ayahku cinta kepada ibuku” setelah orang itu pamit maka Muawiyah memerintahkan kepada pembantunya agar memberinya pesangon seribu dinar. 

Perlu dimengerti bahwa menahan marah sebagaimana dalam hadits adalah terkait dengan hak pribadi yang dilanggar atau marah karena kepentingan pribadi. Apabila marah karena Allah, maka justru sangat dianjurkan. Rasulullah Saw adalah manusia yang sangat pemalu dan sangat santun, akan tetapi jika etika dan aturan-aturan Allah azza wajalla dilanggar maka beliau sangat marah. Dalam shahih nya, Kitab al Adab Imam Bukhari membuat judul bab maa yajuuzu min al ghadhab was syiddah li amrillah ta’ala, bab marah dan tindakan tegas yang diperbolehkan untuk urusan Allah. Selanjutnya beliau menuliskan beberapa hadits di antaranya:

  • Riwayat Abu Mas’ud al Anshari ra

Seseorang datang kepada Nabi Saw dan mengadu: “Sesungguhnya terkadang saya berangkat shalat subuh agak telat karena seseorang menjadi imam dan memperpanjang bacaannya” Maka aku tidak pernah menyaksikan Rasulullah Saw marah seperti itu dalam nasehatnya. Beliau ketika bersabda:

يَآأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرِيْنَ فَأَيُّكُمْ مَا صَلَّي بِالنَّاسِ فَلْيَتَجَوَّزْ فَإِنَّ فِيْهِمْ الْمَرِيْضَ وَالْكَبِيْرَ وَذَا الـْحَاجَةِ

“Hai manusia, sungguh dari kalian ada orang-orang yang bertindak membuat orang-orang lari, siapapun kalian yang menjadi imam maka hendaklah dipercepat karena sesungguhnya dari mereka ada orang yang sakit, orang tua atau orang yang memiliki hajat”

  • Riwayat Abdullah bin Umar ra

بَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّيْ رَأَي فِى قِبْلَةِ الْمَسْجِدِ نُخَامَةً فَحَكَّهَا بِيَدِه فتَغَيَّظَ ثُمَّ قَالَ: "إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا كَانَ فِى الصَّلَاةِ فَإِنَّ اللهَ حِيَالَ وَجْهِه فَلَا يَتَنَخَّمَنَّ حِيَالَ وَجْهِه فِى الصَّلَاةِ

"Ketika shalat Nabi Saw melihat di arah kiblat masjid ada dahak. Maka beliau membersihkannya dengan tangan beliau sendiri. Beliau marah dan bersabda: “Sesungguhnya salah seorang kalian ketika dalam shalat maka sungguh Allah ada di hadapannya. Oleh karena itu jangan pernah ia mengeluarkan dahaknya ke arah depan ketika shalat”

Baca Artikel Lainnya : "Sungguh Bahagianya Mereka"

Dan masih banyak lagi moment di mana Rasulullah Saw marah demi menegakkan kebenaran yang diperintahkan oleh Allah dan mencegah kemungkaran yang dilarang oleh Allah. Beliau pernah marah kepada petugas zakat yang beliau kirim karena menerima hadiah dengan sabda beliau; “Apakah jika ia duduk di rumah ibunya akan ada orang yang memberinya sesuatu?!” Beliau Saw juga marah kepada Dzul Khuwashirah yang menuduh Rasulullah Saw tidak adil. Ketika itu beliau bersabda: “Jika aku tidak adil lalu siapakah orang selainku yang adil?!”

Marah karena Allah azza wajalla juga dilakukan oleh Nabi Musa as ketika mendapati Bani Israel menyembat patung anak sapi yang terbuat dari emas sebagaimana diabadikan oleh Allah azza wajalla dalam firmanNya:

وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَىٰ إِلَىٰ قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِن بَعْدِي ۖ أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ ۖ وَأَلْقَى الْأَلْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ ۚ...

“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: “Alangkah buruknya perbuatan yang kalian kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kalian hendak mendahului janji Tuhan kalian?” Dan Musa melemparkan luh-luh (lembaran Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya...” 

Jadi potensi marah yang ditanamkan oleh Allah azza wajalla dalam diri manusia adalah sebagai ujian berupa harus ditahan jika kepentingan dan urusan pribadi dilanggar, akan tetapi harus dimunculkan demi pembelaan kepada agama Allah, aturan-aturan dan batasan-batasanNya. Barang siapa yang tidak marah jika syariat Allah dilanggar maka ia adalah manusia yang dimaksudkan dalam pernyataan Imam Syafii ra: 

مَنِ اسْتُغْضِبَ فَلَمْ يَغْضَبْ فَهُوَ حِمَارٌ وَمَنِ اسْتُرْضِيَ فَلَمْ يَرْضَ فَهُوَ شَيْطَانٌ

“Barang siapa dibuat marah tetapi tidak marah berarti ia himar. Dan barang siapa dimintai kerelaan-nya lalu tidak mau merelakan berarti dia setan” 

Share on Google Plus

About tdmenha pujon

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment